Pak Lunjak bergumam, tindakan pelecehan dan sejenisnya terhadap TKI sebenarnya sudah sering terjadi, namun selepas peristiwa itu biasanya pemerintah Malaysia dan Indonesia menganggapnya sudah selesai. "Pemerintah Indonesia menganggap wajar, dan pemerintah Malaysia menganggapnya biasa sehingga kejadian itu tidak menimbulkan efek jera. Akibatnya pelecehan terhadap TKI akan terulang," katanya kepada Bopeng. Bopeng juga seorang TKI yang sudah berada di Malaysia 4 tahun. Ia memilih bekerja di Malaysia karena sebagai petani ia selalu gagal panen.
Bopeng menuturkan, orang-orang Malaysia melecehkan TKI, bisa jadi karena tingkat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki sangat rendah dan hanya mengandalkan tenaga. Lain bila TKI memiliki kapasitas dan keahlian lebih dari orang Malaysia, pasti ia akan disanjung-sanjung dan dipuja-puja.
"Sebetulnya banyak orang Indonesia bekerja di Malaysia, namun mereka tidak disebut TKI dan tidak dilecehkan. Hal demikian karena mereka bekerja di tempat-tempat terhormat dan kemampuan di atas kemampuan orang Malaysia," paparnya. Lebih lanjut diungkapkan, banyak tenaga-tenaga pengajar dan peneliti di perguruan tinggi dan pusat penelitian adalah orang asli Indonesia, mereka di sana dihormati dan diberi fasilitas lebih oleh pemerintah Malaysia.
Pak Lunjak mengatakan, untuk itu agar tindak pelecehan tidak terjadi terus-menerus kepada TKI, pemerintah Indonesia harus mulai bertindak, saat ini juga, agar orang-orang yang bekerja di Malaysia memiliki ketrampilan dan keahlian yang lebih baik. Kemampuan yang dimiliki TKI tidak harus seperti profesor, dokto, atau master, namun keterampilan yang membuat dirinya memiliki daya tawar yang layak dan dihormati.
Bopeng menimpali, selama ini orang Indonesia bekerja di Malaysia sangat mudah, selain jarak yang tidak jauh, juga karena ada persamaan bahasa. Namun kemudahan ini justru membuat orang yang pergi ke Malaysia tidak terseleksi, siapa saja bisa, orang tidak lulus sekolah dasar pun bisa bekerja di Malaysia. "Namun hal inilah yang membuat mereka dilecehkan. Mereka dilecehkan bisa jadi tidak paham masalah hukum, upah, dan profesionalisme kerja," ujarnya.
"Rendahnya keahlian, keterampilan, dan tak paham hukum, membuat TKI banyak yang terjebak pada pelanggaran-pelanggaran hukum seperti menjual narkoba atau tindak pembunuhan. Sehingga hal ini semakin membuat repot pemerintah Indonesia dan semakin memanaskan hubungan kedua negara," ujar Bopeng sambil meneguk teh manis kesukaannya.
Tiba-tiba ada TKI lainnya menghampiri mereka, Cemul, karena sudah tahu apa yang dibicarakan, Cemul pun ikut ngobrol dan berujar, mudah dan dekatnya mencari kerja di Malaysia juga dimanfaatkan oleh perusahaan jasa pengiriman TKI. Perusahaaan pengiriman TKI dengan sembarangan dan kapan saja bisa memberangkatkan TKI, baik legal dan ilegal, meski banyak ilegal-nya. Dengan demikian, perusahaan pengiriman jasa TKI selama juga harus bertanggungjawab bila ada apa-apa dengan TKI.
"Pengiriman TKI secara ilegal dan keterampilan yang hanya mengandalkan tenaga kasar, membuat mereka sering dideportasi," papar Cemul. Lebih lanjut diungkapkan, pemerintah Malaysia mendeportasi TKI pastinya karena mereka tidak memiliki keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan. Pasti pemerintah Malaysia tidak akan mendeportasi orang Indonesia yang bekerja menjadi dosen di perguruan tinggi, meski surat-suratnya kurang lengkap.
Lalu apa yang mesti dilakukan" tanya Bopeng dan Cemul. Pak Lunjak pun mengatakan, pemerintah harus menertibkan perusahaan jasa pengiriman TKI. Karena melalui mereka TKI itu dikirim secara berbondong-bondong. Selama ini banyak perusahaan jasa pengiriman TKI dalam mendistribusikan TKI secara serampangan dan tidak bertanggungjawab. Banyak perusahaan jasa pengiriman TKI mengantar mereka ke Malaysia namun begitu tiba di sana mereka dilepas begitu saja. "Banyak perusahaan jasa pengiriman TKI juga seperti iklan itu yakni menganggap TKI sebagai sesuatu yang diperjualbelikan begitu saja. Kayak kita-kita ini," ungkapnya.
Pak Lunjak menuturkan pemerintah harus membekali para TKI mempunyai ketrampilan yang dibutuhkan di negara itu. Bila di Malaysia membutuhkan tenaga di perkebunan maka pemerintah harus melatih TKI dengan pengetahuan masalah-masalah perkebunan. "Demikian pula bila dibutuhkan menjadi penjaga rumah maka pemerintah harus memberi ketrampilan pada masalah kerumahtanggaan," katanya. Keterampilan yang dimiliki inilah yang akan menjadi daya tawar kepada majikan dan perusahaan pengiriman jasa TKI.
Tenaga kerja dari Filipina dihormati di Malaysia dan negara-negara lainnya karena mereka memiliki keterampilan. Sehingga kalau mereka dibutuhkan, cara perekrutannya dilakukan secara terhormat, lewat kontrak misalnya, bukan diiklankan seperti barang atau hewan ternak.