Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Miyuki dibonceng Trengginas dengan sepeda motor menuju ke tempat itu, sesampai di Gunung Gejah, bak seperti pemandu wisata, ia menjelaskan, Gunung Gejah merupakan gunung tertinggi di Pulau Swaba dengan ketinggian 3.500 meter di atas permukaan lain. Gunung ini berada di Kecamatan Slikur, Kabupaten Sroto. Gunung Gejah dulu pernah meletus sehingga penduduk di sekitarnya ditransmigrasikan ke pulau lain. Gunung Gejah merupakan gunung api yang memiliki kawah yang besar dan dalam, dari tempat itu sering mengeluarkan asap dan uap air.

Masyarakat di sekitar percaya di gunung itu  tempat bersemayam para leluhur dan di puncaknya dipercayai sebagai pusat kekuasaan dan kerajaan para leluhur. "Oleh sebab itu masyarakat sekitar tiap tanggal dan bulan tertentu mengadakan slametan," ujarnya.

Mendengar pemaparan itu, Miyuki berkata,  "Wooo." Miyuki mengambil gambar dengan latar belakang gunung yang menjulang ke langit. Selepas Miyuki puas menikmati pemandangan Gunung Gejah, mereka melanjutkan wisata ke Danau Bulan.

Seperti saat mengantar tamu-tamu yang lain, di tempat itu Trengginas menerangkan tentang Danau Bulan. Dikatakan, Danau Bulan adalah sebuah danau yang terletak di kawasan Pasopisa, Desa Bentar Abang, Kecamatan Ringin Limo. Danau Bulan adalah salah satu gugusan danau di kawasan itu, selain Danau Bulan, ada Danau Wulan, dan Danau Srengenge. Di antara danau yang ada, Danau Bulan yang merupakan danau tercantik sehingga leluhur mereka memilih di tempat itu untuk melakukan pemujaan kepada Dewi Langit Biru sebagai danau kebaikan dan kecantikan. "Tak heran di sini para penduduk khususnya perempuan suka membasuh mukannya dengan air danau agar awet muda," ujar Trengginas.

Miyuki pun membasuh mukanya dengan air yang bening dan dianggap sakral. "Segar," ujarnya. Miyuki sangat menikmati pemandangan. Ia selalu mengambil foto dengan latar belakang indahnya danau. Miyuki berujar, "Indahnya," ketika melihat pemandangan alam yang tidak dijumpai di negaranya.

"Ok selanjutnya Kita menuju ke Tebing Dewi," Trengginas mengingatkan Miyuki yang masih menikmati panorama Danau Bulan. Sesampai di Tebing Dewi, Trengginas terlihat jengkel. Ia tidak mau menjelaskan tentang Tebing Dewi. Di tempat itu ia jengkel sebab diceritakan oleh Kojed dan Onoy bahwa di Tebing Dewi, Celia dan Firan memadu cinta. Saat perkenalan, Trengginas benar-benar menaruh hati pada Celia, namun Firan yang beruntung mendapatkan. "Hei kenapa Kamu diam?" tanya Miyuki. Trengginas tersenyum masam. Ia menceritakan soal Celia kepada Miyuki. "Wooo, Kamu juga berhubungan dengan bule cewek," Miyuki tertawa. "Jangan bersedih, masih banyak bule cewek," Miyuki menggoda.

Digoda, Trengginas mencubit pinggang Miyuki. Dicubit di pinggang, Miyuki sedikit kesakitan, "Auuu." Selanjutnya ia tertawa, kemudian berkejaran bak seperti film drama percintaan. Ketika Miyuki berhasil dikejar, dipeluklah oleh Trengginas. Miyuki tak tampak marah ketika diperlakukan seperti itu. Mereka berdua pun tertawa.

Saat matahari tenggelam di ufuk barat Miyuki dan Trengginas meninggalkan Tebing Dewi. Hubungan kedua orang itu menjadi mesra. Dalam perjalanan menuju hotel, Miyuki saat dibonceng selalu memeluk Trengginas. Pelukan itu membuat Trengginas ingat sama Mihori, namun bayangan Mihori segera hilang sebab Miyuki dirasa lebih cantik dan seksi.

Saat menuju hotel, ketika melihat restoran Jepang, Miyuki meminta Trengginas agar ke tempat itu. 'Lidah Saya lidah Jepang, makanya Saya mau makanan Jepang," ungkapnya. Begitu berada di dalam restoran, pelayan segera menyodorkan menu. "Gyudon, katsuobushi, miso, ramen, edamame, sake," ujar Miyuki menyebut nama makanan dan minuman yang dipesan kepada pelayan. Mendengar nama-nama itu Trengginas bingung, sehingga ia hanya memesan nasi goreng dan teh manis.

Setelah menikmati masakan, "Rasanya lain dengan aslinya," keluh Miyuki. "Di Tokyo rasanya lebih pas," ujarnya. Karena tidak tahu, Trengginas hanya meringis. "Yang masak mungkin bukan orang asli Jepang," Miyuki masih kesal sebab ia sudah memesan makanan yang banyak namun semua rasa tidak sesuai dengan harapan. "Kalau tahu begini mending makan di Rumah Makan Padang," ungkapnya. "Memang tahu Rumah Makan Padang," tanya Trengginas. "Tahu," jawab Miyuki tegas. "Kakekku dulu adalah tentara Jepang. Saat Perang Dunia II, ia pernah ditugaskan di Padang dan ia bercerita soal rendang kepadaku menjelang tidur," kata Miyuki. "Wooo," Trengginas menggumam.

"Ok, Kita pulang ke hotel," Miyuki berujar. Mereka meninggalkan restoran itu dan langsung menuju ke hotel. Sesampai di hotel, Trengginas diajak masuk ke dalam kamar Miyuki. Begitu di dalam kamar ia langsung merebahkan diri di tempat tidur. "Kamu bisa memijat Aku. Badanku terasa pegal," keluh Miyuki. Seperti pepatah pucuk dicinta ulam tiba atau kalau dalam pepatah jawa tumbu oleh tutup, Trengginas kegirangan mengiyakan. "Bisa," ujarnya dengan bernafsu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun