Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bila di kampus banyak cowok yang membicangkan pernikahan Sisca dengan Jurgen Bohler, di kampung pun demikian. "Gila tuh bule," ujar Gobis. "Emang kenapa?" tanya Panto. "Lha Saya kan menunggu Sisca lulus kuliah, eh itu bule yang ngambil," Gobis kesal. "Kamu seharusnya tahu diri Bis," Panto menasehati. "Maksud loh?" Gobis penasaran apa yang dikatakan Panto dengan menggunakan bahasa alay. "Sisca kan orangnya cantik dan anak kuliahan. Lha Kamu kayak buto cangkil dan kerjaanmu cuma nongkrong di pinggir jalan. Ya jelas saja Sisca nggak mau sama Kamu," kata Panto dengan tertawa. Mendengar hal yang demikian, Gobis marah dan mengumpat, "Asu."   

***

Minggu-minggu ini masyarakat luas dikejutkan oleh berita maraknya gigolo di Pantai Pelangi. Bahkan berita itu mampu menggeser rating isu korupsi anggota DPR dan orang penting lainnya. Terkuak maraknya gigolo di Pantai Pelangi setelah tersebar  film dokumenter di www.youtube.com. Rupanya film itu oleh Jurgen Bohler telah diunggah ke www.youtube.com. Dalam film itu nampak seorang bule cewek yang bertubuh tinggi langsing yang tengah asyik berjalan, berenang, dan berkejar-kejaran di pantai dengan seorang yang bertubuh gemuk, pendek, dan agak botak.

Dalam film itu tak hanya menampilkan adegan itu, namun juga ada adegan seorang yang berambut gimbal, berkulit gelap, dan menggunakan kaca mata hitam, tengah bermain kartu dengan dua bule cewek. Gelak tawa terdengar di tengah mereka memainkan kartu-kartu. Film yang muncul semakin nggak karuan ketika menayangkan penjual souvenir yang menjual asbak dengan bentuk alat vital laki-laki dengan berbagai ukuran.

Akibat dari beredarnya film itu, tokoh masyarakat, pemerintah daerah Pulau Swaba, menjadi kebakaran jenggot. Mereka merasa dipermalukan seolah-olah demikian rendahnya masyarakat Pulau Swaba. Untuk itu aparat berwajib mengadakan razia di Pantai Pelangi dan tempat-tempat wisata lain. Semua yang gelagatnya seperti gigolo di-garuk  dan dibawa ke kantor aparat dan diidentifikasi asal usul dan pekerjaannya. Film itu membuat gerah masyarakat Pulau Swaba, sebab mencemarkan wisata Pulau Swaba yang selama ini menjual atau mengedepankan budaya dan alam bukan wisata seks.

Di sebuah televisi pun sampai diadakan acara talkshow mengenai perilaku gigolo di Pantai Pelangi. Dalam talkshow itu menghadirkan Dr. Soendiro, seorang sosiolog dari Universitas Silada; tokoh masyarakat Pulau Swaba, Suklewer; dan penjaga Pantai Pelangi, Deres. Menurut Soendiro film dokumenter buatan Jurgen Bohler  bukan hal baru. Sebelumnya di berbagai media massa sudah pernah mengupas seluk-beluk dunia gigolo. Bahkan di majalah kampus Universitas Silada pernah menceritakan mengenai hal itu. Di majalah kampus,  dunia gigolo pernah diulas panjang lebar bahkan, tidak hanya di Pantai Pelangi, namun juga di Pantai Benur.

Soendiro lebih  jauh memaparkan, diakui adanya gigolo tidak hanya di Pulau Swaba namun di seluruh daerah wisata di mana kunjungan wisatawan asing melimpah dan mengalir deras, di situlah potensi munculnya gigolo. "Jadi, gigolo juga ada di derah wisata di luar Pulau Swaba," ujarnya.

Diakui bahwa melacak gigolo tidak semudah melacak lokalisasi prostitusi pekerja seks komersial (PSK). Sebab, kaum perempuan bila hendak melakukan atau mencari wisata seks tentu tidak sevulgar kaum laki-laki. Untuk mengetahui komunitas gigolo, seseorang harus masuk dunia itu, meski ada ciri-ciri komunitas gigolo di Pantai Pelangi yang menjadi rahasia umum seperti berbadan atletis, berkulit hitam, berambut gimbal, serta berpakaian yang aneh dan kontras. "Susah  melacak komunitas gigolo itulah yang membuat banyak pihak menyangkal adanya komunitas itu," ujarnya.

Menurut Suklewer menjadi gigolo sebenarnya bukan tujuan utama. Awalnya, mereka menawarkan diri menjadi guide wisata. Dari situ, kemudian saling mengenal. Dari perkenalan itulah selanjutnya tumbuh rasa cinta di antara mereka. Lalu, timbul hubungan yang lebih mendalam. "Sebab, hal demikian membuat laki-laki memperoleh banyak kenikmatan seperti uang dan sensasi lain bila berhubungan dengan ras bule atau Jepang," paparnya.

Diungkapkan seseorang menjadi gigolo bisa jadi karena seorang mahasiswa mengalami suatu masalah di kampus. Ada seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang menjadi gigolo, meski dia tidak mau disebut dengan julukan itu, karena di kampus tidak menikmati studinya. Untuk melakukan pelarian itu, dia menjadi gigolo dengan istilah mencari tamu di pantai maupun di bar-bar yang ada di wilayah wisata. "Karena sudah mempunyai trik untuk menggaet bule cewek, dia dalam sebulan bisa menggaet tiga orang," ujarnya.

Dikatakan Suklewer bayangan orang beranggapan menjadi gigolo itu enak. "Bayangan dan anggapan itu salah," tegasnya, sebab, mereka harus bersaing dengan gigolo lainnya. Pernah seorang gigolo dikeroyok oleh kelompok gigolo lainnya sehingga ia tidak berani berkunjung ke Pantai Pelangi selama tiga bulan sehingga mengalihkan sasaran perburuan ke Nusa Delima.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun