Akhirnya tibalah di Pantai Pelangi. Sepeda motor ditaruh di dekat sepeda motor pengunjung lainnya. Ia menyusuri pantai, terlihat banyak wisatawan asing yang menikmati panasnya matahari, ada yang berjemur, ada yang berenang, tak sedikit yang berselancar. Dirinya melihat banyak bule cewek, yang sendiri, berdua, bertiga atau bersama dengan bule cowok di sepanjang pantai, namun ia masih ketar-ketir kalau ketahuan anak pantai lainnya.
Setelah berjalan menyusuri pantai, ia minggir ke tempat yang agak teduh, di tempat itu agak sepi dibanding dengan tempat sebelumnya. Ia duduk di sebuah pohon yang cukup rindang. Mata jelalatan melihat ke segala arah, siapa tahu ada bule cewek yang berada tidak jauh darinya. Jelalatan mata berhenti ketika ada seorang wisatawan cewek yang dilihat dari bentuk fisiknya berasal dari Jepang sedang berjalan sendirian. "Apa kabar?" sapa Trengginas. "Baik," jawabnya. "Nama Saya Trengginas," ujarnya sambil mengikuti cewek itu. "Siapa nama Kamu?" tanya Trengginas. "Mihiro," jawab cewek itu. Dugaan Trengginas benar cewek itu dari Jepang. Jalan Mihiro tiba-tiba berbelok menuju ke tempat penjual air dalam kemasan. Trengginas membuntuti, "Berapa harganya?" tanya Mihiro kepada penjual air dalam kemasan. Penjual air dalam kemasan itu menyebutkan nilai rupiahnya. "Biar Saya yang bayar," ujar Trengginas ketika mendengar harganya tidak mahal. "Terima kasih," ujar Mihiro dengan manja.
Mihiro duduk di bawah pohon di dekat penjual air dalam kemasan. "Dari mana tadi?," tanya Trengginas. "Menyusuri pantai," jawab Mihiro sambil meneguk air dalam kemasan itu. "Makanya sangat haus," canda Trengginas. Mihiro tersenyum. "Kamu tinggal di mana di sini?" Trengginas mengakrabkan diri. "Jauh, Aku dapat hotel 5 km dari Pantai Pelangi," Mihiro menjelaskan. "Nanti Saya antar ya," Trengginas menawarkan jasa. Mihiro mengangguk.
Sunset telah menghilang di Pantai Pelangi, pengunjung mulai meninggalkan pantai termasuk Trengginas dan Mihiro. Dengan dibonceng sepeda motor, Mihiro diantar menuju tempat menginapnya. Di sepanjang jalan Mihiro minta berhenti ketika melihat sesuatu yang masih aneh di depannya, seperti melihat souvenir khas Pulau Swaba atau tempat makan asal Jepang. Justru yang demikian membuat Trengginas merasa senang sebab dirinya bisa lebih akrab dengan Mihiro. Mihiro tambah mesra dan manja kepada Trengginas. Bila harga barang yang diinginkan terjangkau oleh uang Trengginas, dialah yang membayar. Ia bergumam, "Nggak papa yang penting Saya bisa bersama Mihiro."
Setelah puas menikmati pemandangan sepanjang jalan, tibalah mereka di hotel. Karena dinilai Trengginas baik, maka Mihiro mengajak masuk ke dalam kamar. Begitu tiba di kamar, karena Mihiro merasa badannya kotor, berkeringat, bau asin garam pantai, dan ada pasir yang masih melekat, ia segera mengambil handuk menuju ke kamar mandi. Dari dalam kamar mandi terdengar suara air mengucur dari shower. Trengginas yang merasa sudah mengeluarkan uang dan mengantar Mihiro ke hotelnya, ia berpikir bila menggunakan jasa pemandu wisata tentu akan mahal, untuk itu siasat bulusnya dikeluarkan, untuk mengganti apa yang sudah dikeluarkan, ia tidak canggung-canggung masuk ke dalam kamar mandi. Begitu Trengginas masuk ke dalam kamar mandi, Mihiro kaget dan ada suara teriakan, namun selanjutnya tak ada lagi suara Mihiro minta tolong atau mengusir keluar, yang ada suara di kamar mandi saat itu adalah suara kucuran air diselingi dengan nafas terburu-buru serta desah suara yang mengaduh.
***
Hubungan Trengginas dan Mihiro tidak hanya di situ, selama di Pulau Swaba, Trengginas yang menghantar ke mana Mihiro pergi. Trengginas mengaku pada teman-teman kosnya bahwa bersama Mihiro mereka seperti pacaran. Ketika jalan-jalan mereka gantian yang membayari bila makan atau belanja lainnya. Namun yang pasti dicari Trengginas dari Mihiro adalah seperti apa yang terjadi di kamar mandi.
Setelah seminggu di Pulau Swaba, akhirnya Mihiro harus kembali ke negaranya. Ketika berpisah di bandara, Mihiro meneteskan air mata. Ia melihat Trengginas sebagai orang yang telah berbuat baik dan menolong dirinya. Trengginas hanya terpaku diam. "Kapan-kapan Aku ke sini lagi, sayounara" uja Mihiro sambil melambaikan tangan tanda perpisahan.
 Mihiro sangat suka kepada Trengginas sebab Trengginas dirasa seperti Yasuhito. Yasuhito adalah calon suaminya. Mereka berniat nikah pada Agustus 2011 namun pernikahan itu tidak terlaksana sebab ketika tsunami melanda Jepang pada Maret 2011, Yasuhito menjadi salah satu dari 15.269 korban tewas. Saat itu Yasuhito sedang mengendarai mobil menuju rumahnya. Rumah Mihiro yang berada di bukit dekat pantai membuat Yasuhito harus melewati jalan di pinggir pantai. Ketika Yasuhito sedang asyik  mendengar lagu Suju, grup K-Po, tiba-tiba gemuruh air bah menggulung mobilnya, ia terperangkap dalam mobil, serasa dibanting-banting oleh badan mobil, hingga akhirnya dia tewas.
Mihiro merasa bersalah, sebab dirinya yang memaksa Yasuhito pergi ke rumahnya. Padahal hari itu ia harus menyelesaikan pekerjaan. Dirinya histeris ketika Yasuhito ditemukan relawan tengah terkapar dan tak menghembuskan nafas. Â
Akibat dari tewasnya Yasuhito, Mihiro menjadi pemurung. Ia masih sering teringat ketika bersama Yasuhito jalan-jalan ke Pulau Swaba berdua. Menikmati pemandangan berdua dan makan berdua. Untuk mengenang masa-masa bersama Yasuhito, maka Mihiro pergi ke Pulau Swaba.