Dipersilahkan masuk ke dalam, Pak Lunjak pun melangkahkan kakinya menuju ruang tengah. Ruang tengah itu terasa sangat luas, sepuluh kursi kayu jati yang dibalut dengan rotan saling berhadapan. Satu kursi berada di ujung dengan posisi diapit oleh kursi yang saling berhadapan itu, di kursi itu biasa Pak Curik duduk ketika menerima tamu. Di ruang itu banyak kursi karena tamu yang datang silih berganti, kadang satu orang, kadang dua orang, bahkan sampai tujuh orang. Mereka datang ke rumah Pak Cutik dengan berbagai macam kepentingan dan alasan.
Ketika mengamat-amati ruang tengah, Pak Cutik dengan berbaju koko dan berpeci putih tiba-tiba menyapa Pak Lunjak, "Assalamu'alaikum." Mendapat sapaan itu, Pak Lunjak pun membalas, "Waalaikum salam." "Apa kabar Mas," sapa Pak Cutik lebih akrab. "Baik-baik saja Mas, Alhamdulillah," balas Pak Lunjak. "Tumben silaturahmi ke sini," kata Pak Cutik dengan tersenyum. "Ada maunya pasti?" tambahnya.
Maka Pak Lunjak pun mengutarakan bahwa kedatangannya itu ingin menjual sebagaian tanahnya. Ia menjual sebagaian tanahnya selain untuk membayar utang, sebagian uang hasil penjualan nanti akan digunakan untuk biaya ke Malaysia. Mendengar keluh kesah Pak Lunjak, Pak Cutik pun manggut-manggut. "O begitu to Mas," ujar Pak Cutik. "Tapi tanahmu itu kan sudah kecil nanti kalau dijual tambah kecil dong," tambahnya. "Terus letaknya tanahmu itu nggak strategis," kata Pak Cutik lebih lanjut.
Mendengar sedikit penolakan itu, Pak Lunjak berujar, "Iya Mas, Saya cuma minta tolong saja agar Saya bisa keluar dari masalah ini." "Memang Kamu punya masalah apa?" tanya Pak Cutik. Pak Lunjak pun menceritakan secara panjang lebar masalah yang dihadapi. Mendengar cerita itu Pak Cutik manggut-manggut. Setelah sedikit terdiam, Pak Cutik mengatakan, "Baik Aku sekadar menolong saja. Ya sebagian tanahmu aku beli, nanti biar Bleggur yang mengerjakan tanah itu." Bleggur adalah salah satu orang kepercayaan Pak Curik. Ia setiap hari membantu Pak Curik mengurus tanah dan hasil pertaniannya. Kalimat yang mengatakan, aku sekadar menolong merupakan ungkapan yang selalu diucapkan Pak Cutik ketika membeli tanah orang yang membutuhkan duit dalam waktu cepat.
"Baik besok uangnya diambil ya. "Jangan sekarang. Bawa uang malam-malam nggak aman," kata Pak Cutik sambil menjabat tangan Pak Lunjak. "Nggih Mas, terima kasih atas kesudiannya membeli tanah Saya," balas Pak Lunjak. Setelah itu, Pak Lunjak dengan wajah yang berseri-seri pamitan pulang.
***
Uang yang diikat dengan karet itu diletakan di meja Nyai Renten. Melihat uang itu, mata Nyai Renten membelalak. "Wooo, dari mana Kamu dapat uang secepat ini," ujarnya sambil menghisap rokok kretek hitam kesukaannya. "Dari jual sebagai tanah Nyai," jawab Pak Lunjak. "Jual tanah?!" Nyai Renten kembali bertanya. "Ya Nyai, sebagaian tanah garapan Saya telah saya jual untuk membayar utang kepada Nyai," Pak Lunjak menjelaskan. "Ha, ha, ha, ha," Nyai Renten tertawa lebar mendengar penjelasan itu. "Ya sudahlah memang kalau begitu, yang penting utangmu lunas," kata Nyai Renten sambil menyilangkan kakinya. Uang itu kemudian dihitung. "Pas," ujar Nyai Renten dengan mantap. Setelah tak ada tanda-tanda Nyai Renten menganggap penting dirinya, Pak Lunjak pun pamit, Â "Ya sudah Nyai saya pamit karena urusan Kita sudah selesai." "Ya sudah kalau begitu, kalau butuh duit lagi Kamu boleh ke sini," rayu Nyai Renten kepada Pak Lunjak. "Ya Nyai," jawab Pak Lunjak sekadarnya.
Pak Lunjak pun berdiri dan melangkah meninggalkan ruang tamu rumah rentenir itu. Ketika hendak meninggalkan ruang tamu, ia melihat Kepal dan Jotos yang sedang menginterogasi orang. Pak Lunjak berpikir kalau ia tidak membayar utang tepat waktu sesuai yang dijanjikan mungkin nasibnya sama dengan orang yang diinterogasi itu.
Selepas meninggalkan halaman rumah yang cukup megah, Pak Lunjak melanjutkan perjalanan yang sudah direncanakan. Ia hendak mencari perusahaan yang biasa mengirim TKI keluar negeri. Tempat perusahaan itu banyak membuka kantor di dekat Pasar Kota. Ia pun segera menuju ke Pasar Kota. Begitu tiba di sana, pasar sangat ramai, orang hilir mudik sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing.
Pak Lunjak melihat pasar yang demikian ramai membuat dirinya melongok ke sana ke mari. Gelagat seperti orang bingung itu ditangkap oleh seseorang yang telah memperhatikan dirinya. "Cari apa Mas," ujar seseorang itu. Karena belum kenal dan masih was-was dengan orang itu, Pak Lunjak pun berkata, "O, enggak Mas mau lihat-lihat pasar saja." "Mau cari kerja di luar negeri ya," tebak orang itu kepada Pak Lunjak. Orang itu sudah paham bila orang kelihatan celingak-celinguk di dekat pasar pasti hendak mencari perusahaan yang bisa menghantar kerja di luar negeri. Begitu melihat Pak Lunjak seperti itu maka ia segera menghampiri. Bagi orang itu bila mendapatkan satu orang TKI, ia akan mendapatkan komisi dari pemilik perusahaan pengirim TKI. Mendengar pancingan orang itu soal kerja di luar negeri, tatapan mata Pak Lunjak mulai berubah. "Memang Mas tahu di mana perusahaan pengirim TKI yang bisa mencarikan kerja di Malaysia?" tanya Pak Lunjak kepada orang itu. "Gampang Mas, jangankan ke Malaysia, ke Korea, Hongkong, Jepang, Arab Saudi, bahkan Amerika Serikat pun gampang. Bahkan kalau di bulan ada orang yang membutuhkan tenaga kerja Saya pun bisa mengirimkannya," jawab orang itu dengan tertawa terkekeh-kekeh.
"Kalau di Malaysia pekerjaan yang ada apa Mas?" tanya Pak Lunjak dengan bersemangat. "Ijazah dan pengalaman Mas apa?" tanya balik orang itu. Mendapat pertanyaan seperti itu, dengan sedikit malu-malu, Pak Lunjak menjawab, "Anu Mas, Saya hanya lulusan sekolah rakyat dan hanya berkerja di ladang." "Nah itu cocok, memang Mas yang dicari-cari perusahaan di Malaysia," ucap orang itu bak motivator. Mendapat ungkapan yang memberi harapan itu membuat Pak Lunjak riang hatinya. Sikap curiga dan was-was kepada orang itu berubah menjadi sebuah harapan. "Terus di mana perusahaan pengirim TKI itu?" tanya Pak Lunjak penuh harap. "Bener mau kerja di Malaysia?" goda orang itu. "Kalau mau ya sudah ayo ikut Aku," ujar orang itu.