Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kasihan kepada istrinya yang sudah datang ke ladang, Pak Lunjak pun mengiyakan ketika dirinya diajak untuk menemui Nyai Renten. Sambil mengelap mukanya yang penuh keringat dengan kaos yang menempel di tubuhnya, Pak Lunjak segera membawa cangkul itu ke gubuk yang berada di samping ladangnya dan selanjutnya dengan didampingi istri menuju ke rumah.

Begitu tiba di rumah, pertama kali yang dilihat Pak Lunjak adalah muka masam Nyai Renten. Sedang Kepal dan Jotos dengan muka yang santai tengah menikmati rokok yang dihisapnya. "Mana utangmu, katanya mau bayar sekarang," ujar Nyai Renten dengan judes. "Ya maaf Nyai memang rencananya hari ini mau bayar tapi kemarin nomer judinya tidak tembus," ujar Pak Lunjak dengan nada memelas. "Itu bukan urusanku, mau tembus atau tidak nomer judimu, Kamu harus bayar," Nyai Renten mengatakan hal demikian dengan nada yang lebih tinggi. "Sekali lagi maaf Nyai, Saya mohon dikasih waktu lagi untuk mencari uang agar bisa bayar utang Saya," kata Pak Lunjak. "Alasannya gitu-gitu saja," teriak Nyai Renten.

Nyai Renten pun melihat-lihat barang yang ada di rumah Pak Lunjak. Bila ada barang yang berharga mungkin barang itu akan disita namun karena tak ada barang yang bermanfaat Nyai Renten menghela nafas panjang. "Baik kali ini aku kasih kesempatan, namun bila berbohong lagi Kamu akan berhadapan dengan Kepal dan Jotos. Mereka yang akan menagih utang nanti," hardik Nyai Renten sambil meninggalkan rumah itu tanpa pamit. Sebelum meninggalkan rumah, Kepal dan Jotos memandang Pak Lunjak dengan tatapan yang menantang.

"Aduh Gusti hidupku kok jadi begini," keluh Pak Lunjak sambil menyadarkan punggungnya ke kursi setelah Nyai Renten pergi meninggalkan dirinya. Ia mempunyai utang ke Nyai Renten untuk slametan Trengginas. Utangnya lumayan besar. Sehingga dirinya selalu berangan-angan dan membayangkan agar utang itu segera lunas. Rencananya bila nomer judi yang dibelinya tembus, utang-utang itu akan dibayarnya, namun karena nomer judinya meleset maka impian itu hilang. "Ya sudahlah Bu, Kita jual sebagaian tanah untuk membayar utang," ujar Pak Lunjak kepada istrinya yang berada di sampingnya.

Mendengar kalimat yang demikian istrinya menimpali, "Lha kalau sebagaian tanah dijual, makan Kita apa kenyang?" "Tanah yang Kita miliki saja hasilnya nggak bisa membuat Kita kenyang," tambahnya. "Lha gimana lagi, Saya sudah berusaha ke mana-mana tetapi belum dapat duit," Pak Lunjak membela diri. "Ya setelah menjual sebagaian tanah Aku mau ke Malaysia saja," Pak Lunjak melanjutkan kalimatnya. Mendengar kalimat suaminya mau ke Malaysia, wajah istrinya antara haru, sedih, dan gembira. Haru karena suaminya serius mencari uang untuk keluarganya, sedih karena dirinya harus berpisah dengannya dalam waktu yang tidak sebentar, sedang gembira karena memberi harapan baru akan kehidupan keluarganya yang lebih baik di masa yang akan datang.

Bekerja di Malaysia yang sudah banyak dilakukan oleh warga desa terbukti mampu meningkatkan derajad dan ekonomi. Para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Desa Gunung Siji, rumahnya sudah berdinding batu bata, memiliki parabola, dan ada yang memiliki sepeda motor.

***

Dengan berpakaian rapi, Pak Lunjak malam itu ingin menemui Pak Cutik. Pak Cutik adalah juragan tanah di Desa Gunung Siji. Sebagai juragan tanah, ia memiliki tanah yang berhektar-hektar

Tanah seluas itu selain dari warisan orangtuanya, juga karena ia membeli tanah-tanah warga desa yang menjualnya. Tanah yang dimiliki ditanami padi, ubi, buah-buahan, sayuran, dan tanaman yang memiliki nilai jual.

Tak heran bila di rumah Pak Cutik selalu ramai orang mengurusi hasil panen dari lahan-lahan yang dimiliki. Hasil panen seperti tomat, dikepak-kepak secara rapi dan selanjutnya dikirim ke kota. Di kota sudah ada toko serba ada yang menampung sayuran dan buah-buahan lahan Pak Cutik.

"Assalamu'alaikum," ucap Pak Lunjak ketika berada di pintu rumah Pak Cutik. Tak ada jawaban, maka salam itu diulang, ketika tak ada jawaban lagi maka ia pun mengulang. Meski sudah tiga kali mengucap salam, namun tak ada jawaban. Ketika mau mengucapkan salam yang keempat kalinya, tiba-tiba muncul anak kecil sambil mengatakan, "Mau mencari siapa?" Mendengar dan melihat anak kecil yang dirasa anaknya Pak Cutik itu, Pak Lunjak mengatakan, "Mau mencari Bapak. Bapak ada?" "Bapak masih sholat isya," ujar anak kecil itu dengan lugu. Tak selang lama muncullah seorang ibu, ibu itu kemudian dengan sapa hangat menyambut Pak Lunjak. "O, Pak Lunjak to. Masuk ke rumah Pak, Pak Cutik lagi sholat isya," ujar perempuan istri kedua Pak Cutik itu. Pak Lunjak sendiri merasa kaget sebab dirinya belum tahu perempuan itu namun ia kok sudah mengenalnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun