Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Belum selesai ketakutan itu menghilang, dari kejauhan nampak dua tulang belulang manusia yang menyusun menjadi sebuah tengkorak berjalan mendekati. Ketakutan yang bukan main-main pun menghinggapi mereka. Kodok sebetulnya ingin berlari, namun kakinya seolah-olah ada yang merantainya sehingga ia hanya bisa menggeser-nggeser pantatnya menjauhi Kuncar. Sementara Kuncar hanya terpaku pucat tak bisa bersuara. 'Kletak, kletuk, kletak, klutuk,' begitu suara jalan dua tengkorak itu semakin dekat. Ketika sudah ada di samping kanan dan kiri Kuncar, tengkorak-tengkorak itu duduk dan menyandar tubuhnya.

Disandari dua mahkluk halus yang belum pernah dijumpai secara nyata itu seolah-olah membuat jantung Kuncar berhenti, hanya matanya yang bisa bergerak-gerak. Ia tidak bisa memikirkan apa-apa, ia pun tidak tahu bagaimana keadaan Kodok. Ketika detak jantung yang terakhir hendak berdenyut, dua tengkorak tadi hilang. Hilangnya dua tengkorak tadi tidak serta merta membuat detak jantung Kuncar kembali normal. Setelah sekian menit, Kuncar baru bisa menggerakkan kaki, kemudian tangan, setelah itu baru lehernya. Detak jantungnya pun mulai berdenyut normal. Ia segera mencari Kodok, dilihatnya temannya itu menyembunyikan wajahnya ke tanah sementara pantatnya ditunggingkan.

"Dok, Dok," panggil Kuncar. "Kamu masih sadar?" tanya Kuncar. Mendengar suara itu, Kodok dengan ketakutan mengarahkan pandangan matanya ke suara itu. Begitu tahu itu adalah suara Kuncar, Kodok pun dengan suara yang serak-serak menjawab, "Ayo Kita pulang aja Car." Mendapat ajakan pulang, Kuncar mengatakan, "Jangan, Kita belum dapat tanda-tanda nomer judi." Begitu selesai Kuncar mengatakan yang demikian, tiba-tiba entah dari mana datangnya, di depan mereka muncul makhluk yang sangat mengerikan, bertubuh hitam legam, berambut panjang awut-awutan, dan bertaring panjang. Makhluk itu dengan suara yang sangat keras berteriak, "Wuuuu Waaaa", memekikan telinga. Makhluk itu tak hanya berteriak seperti orang yang disiksa di dalam nereka, namun seolah-olah mau memangsa Kodok dan Kuncar. Melihat hal yang demikian, Kodok dan Kuncar tak kuat, dan pingsanlah mereka.

***

Sinar matahari yang menyorot tajam tepat di mata Kodok dan Kuncar, membuat kedua orang itu sadar diri dari pingsannya. Begitu sadar, mereka dengan gugup dan gelagapan menoleh ke kanan dan kiri, tolehan mereka ke kanan dan kiri hanya menemukan rerimbunan pohon yang asri dan puncak pegunungan lain di Desa Gunung Siji. 

Mereka mencari-cari apakah makhluk halus yang menyeramkan dan menakutkan itu masih berada di sekitar mereka. Ketika tak ada makhluk halus yang dicarinya itu, mereka bernafas lega. Mereka pun mulai bisa menggerakan tubuhnya dengan normal. Kuncar pun dengan sedikit melompat-lompat agar badannya menjadi lebih segar. Sementara Kodok dengan sedikit masih limbung mencoba menegakkan tubuhnya yang tambun dengan bantuan patahan ranting.

"Hua ha ha," tiba-tiba Kuncar tertawa lebar memecahkan kesunyian. "Akhirnya kita dapat nomer jitu," ujarnya lagi. "Nomernya mana Car," tanya Kodok. Kuncar pun menjelaskan, "Pertama Kita kedatangan 1 pocong, kemudian kedatangan 2 tengkorak, selanjutnya kedatangan 1 gondoruwo. Jadi nomernya adalah 121." "Bener itu Car nomernya?" tanya Kodok kurang setengah yakin. "Iyalah, percayalah sama Saya, Saya kan pengalaman," papar Kuncar dengan sombongnya. Karena Kodok tidak sepandai Kuncar dalam masalah yang demikian, maka Kodok pun percaya saja apa yang dikatakan Kuncar.

***

Kios Gerto tepat Pukul 19.00, nampak ramai, puluhan warga dusun menyemut di tempat itu, dengan berdesak-desakan mereka membeli nomer judi. Pekon sebagai pemilik Kios Gerto dipercaya oleh bandar judi dari kota untuk mengkoordinasi penjualan lotere di Desa Gunung Siji. Diantara puluhan calon pembeli, nampak Pak Lunjak, Kodok, dan Kuncar. Mereka sudah memiliki nomer masing-masing, Pak Lunjak mendapat nomer 972 dari meramal, sedang Kodok dan Kuncar memiliki nomer 121 yang diperolah dari penyepian itu.

"Kon nomer saya 972," ujar Pak Lunjak kepada Pekon saat dirinya sudah di depan meja untuk mencatat nomer-nomer para pembeli itu. "Sudah yakin dengan nomermu itu," gurau Pekon. "Entar meleset lagi," Pekon menambah gurauan itu. "Yakin saja," ujar Pak Lunjak mantap. "Kan rejeki sudah ada yang ngatur," tambahnya membela diri. "Ya sudah kalau gitu Aku catat," kata Pekon. Lembaran tanda jual nomer judi itu disobek Pekon dan diserahkan kepada Pak Lunjak. Secara spontan, Pak Lunjak pun menyerahkan duit sebagai tanda membeli.

Sambil berlalu dari Pekon, Pak Lunjak melewati Kodok dan Kuncar. Melihat Kodok dan Kuncar masih antri, disapanyalah mereka. "Piye nomermu," ucapnya. "Mantap dan jos Kang," timpal Kuncar. "Aku yakin iso tembus iki," tambah Kuncar sambil menggulung sarungnya yang mulai melorot. "Yo wis besok mudah-mudahan awake dewe kabeh podo bejo. Mudah-mudahan besok, Kita semua mendapat rejeki," sahut Pak Lunjak sambil meninggalkan mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun