Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mereka berdua menuju ke Pantai Pelangi. Di siang hari, pantai terlihat ramai, terlihat bule-bule sedang berjemur. Melihat terik matahari yang demikian panas, Angela begitu girang. Hal demikian jarang ditemui di negaranya, sehingga saat tiba di pantai ia segera melepas celana pendek dan kaos, sehingga ia hanya menggunakan bikini renang. Melihat hal yang demikian, detak jantung Trengginas bertambah kencang, namun ia bisa menguasai diri. Apalagi di pantai itu orang memakai bikini renang tidak hanya Angela, namun bule cewek yang lain pun demikian.

"Ayo kita renang," ujar Angela sambil berlari menuju arah demburan ombak yang tidak terlalu besar. Trengginas melepas kaosnya dan memakai celana pendek yang terlihat sudah kumal. Ia berlari di belakang Angela. Angela nampak menikmati gelombang Pantai Pelangi sehingga ia asyik berenang ke sana kemari. Trengginas berenang di sampingnya.

Ketika gelombang sudah mulai besar, Angela mulai menuju ke daratan, pastinya Trengginas mengikuti. "Woo Asyik," ujar Angela sambil merebahkan diri di atas pasir. Trengginas tertawa. "Kamu Suka pantai ini?" tanya Trengginas. "Pasti," jawab Angela.

Suka cita antara Trengginas dan Angela di pantai itu tak disadari direkam oleh Jurgen Bohler. Ketika Trengginas memijat punggung Angela, kamera oleh Jurgen Bohler di-zoom sehingga nampak jelas sekali adegannya. "Ini cerita yang menarik," gumam Jurgen Bohler. Kamera Jurgen Bohler mengikuti gerak kedua orang itu ketika mereka sedang asyik berkejar-kejaran.

Puas mengambil gambar Trengginas bersama Anggela, selanjutnya Jurgen Bohler pindah tempat untuk mencari cerita yang sama. Matanya menatap ke sudut-sudut di tempat itu, tak ditemui hal yang menarik, ia kembali berjalan ke tempat yang lain. Setelah beberapa langkah, ia menemukan satu adegan yang menarik, yakni seorang yang berambut gimbal, berkulit gelap karena sering terkena sinar matahari, dan menggunakan kaca mata hitam, tengah bermain kartu dengan dua bule cewek. Gelak tawa terdengar di tengah mereka memainkan kartu-kartunya. Kamera yang dipegang langsung diarahkan kepada mereka dengan hati-hati agar tidak ketahuan.

Dirasa cukup merekam adegan itu, Jurgen Bohler bergerak ke tempat yang lain. Ia sekarang melihat penjual-penjual souvenir yang tak jauh dari pantai. Aneka ragam bentuk souvenir ada di situ, mulai dari kaos, topi dari anyaman bambu, patung suku primitif, kain pantai, baju pantai, patung burung, dan lain sebagainya. Dari sekian souvenir yang menarik Jurgen Bohler adalah asbak kayu. Ia tertarik pada tempat pembuangan puntung rokok larena bentuknya berupa alat vital laki-laki. Ukuran asbak itu beragam, dari ukuran kecil hingga besar. Souvenir itu diabadikan dalam kamera. "Ini lucu dan menarik," ujarnya.

***

Puas mendapatkan gambar-gambar yang menarik, Jurgen Bohler kembali ke hotel. Ia kembali ke hotel untuk mempersiapkan acara nanti malam. Nanti malam  ia akan meliput pementasan drama tradisional di Art Center Pulau Swaba. Ia sangat tertarik dengan pementasan itu. Pementasan drama tradisional nanti malam berjudul Roro Mendut.

Roro Mendut adalah cerita rakyat klasik yang merupakan salah satu cerita dalam Babad Tanah Jawi. Kisah ini menceriterakan perjalanan hidup dan tragedi cinta seorang perempuan cantik dari pesisir pantai Kadipaten Pati yang hidup pada zaman Sultan Agung, penguasa Kesultanan Mataram abad ke-17 di Jawa.

Dalam cerita, Roro Mendut adalah seorang yang cantik rupawan, karena kecantikannya itulah yang membuat semua orang terpukau, termasuk petinggi di kadipaten hingga kasultanan. Adipati Pragola penguasa Kadipaten Pati dan Tumenggung Wiroguno Panglima Perang Kasultanan Mataram merupakan petinggi yang terpikat kepada Roro Mendut. Meski demikian, Roro Mendut bukan cewek matre, kalau dalam istilah sekarang. Ia berani menolak keinginan Tumenggung Wiroguno yang ingin memiliki. Bahkan dia berani terang-terangan untuk menunjukkan kecintaannya kepada kekasihnya, Pronocitro.

Cintanya ditolak Wiroguno murka dan iri sehingga membuat kebijakan yang tak adil, yakni mengharuskan Roro Mendut wajib membayar pajak kepada Kasultanan Mataram. Roro Mendut harus berpikir panjang untuk mendapatkan uang guna membayar pajak tersebut. Sadar akan kecantikan dan keterpukauan semua orang terutama kaum lelaki kepadanya, akhirnya ia tiba pada sebuah cara untuk menjual rokok yang sudah pernah dihisap dengan harga mahal kepada siapa saja yang mau membeli.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun