Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Dengan tergopoh-gopoh Trengginas meninggalkan hotel tempat di mana Hannah dan Victoria tinggal. Dirinya sadar saat di luar hari sudah berganti, dari sore ke malam. Pergantian hari itu justru disyukuri, ia  malas pulang ke kos dan lebih memilih untuk tetap berada di kawasan wisata Pantai Pelangi.

Hotel tempat Hannah dan Victoria rupanya tidak jauh dengan Cafe Boncel. Dengan berjalan kaki hanya ditempuh waktu 7 menit. Manusia bertubuh tambun dan pendek serta kepala botak itu menuju cafe yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan asing untuk ngobrol hingga larut malam.

Dari kejauhan ia melihat cafe masih sepi, dirinya senang dengan kondisi itu sebab ia bisa mendapat tempat duduk dan mengawasi kalau-kalau ada bule cewek datang. Dugaannya benar ketika berada di dalam Cafe Boncel, masih tersedia kursi-kursi kosong. Ia memilih tempat biasa yang ia tempati di lantai 2. "Pesan sprite ya," ujarnya kepada pelayan yang melintas. "Baik," jawab pelayan itu.

Sambil menunggu minuman yang dipesan, dirinya masih teringat peristiwa yang dialami, ternyata 2 bule cewek yang diincar adalah lesbi. Pantas saja ketika bertemu di pinggir Pantai Pelangi kedua bule cewek itu nampak mesra sering berangkulan. Lamunan itu buyar ketika pelayan menyodorkan minuman yang dipesan serta tagihan yang harus dibayar.

Dibukanya tutup botol minuman itu dan diteguk, gleg, gleg, gleg, tiga tegukan menghilangkan rasa haus yang ada di tenggorokan. Hilang rasa haus dirinya bertambah ketika melihat dua bule cewek naik ke lantai 2.

Dirinya girang bukan main sebab tubuh dan tampang 2 bule cewek itu lumayan cantik. Dua bule cewek itu duduk tidak jauh darinya. Sepertinya dua bule cewek itu baru pulang dari Pantai Pelangi, nampak bekas-bekas pasir di kaki dan tangga. Trengginas berpikir dua bule cewek itu habis berjemur.

Pelayan Cafe Boncel menghampiri mereka sambil menyodorkan daftar makanan dan minuman. Setelah mencatat pesanan, pelayan meninggalkan mereka dan selang tak lama datang kembali dengan membawa minuman mirip ice juice dan dua piring kentang goreng. Dua bule cewek itu menikmati minuman dan makanan itu. Di tengah asyiknya menguyah dan meneguk, Trengginas menghampiri, "Hei," sapanya. Diantara mereka langsung menjawab, "Ya." "Trengginas," ujarnya memperkenalkan diri. Bule cewek yang menjawab sapaan itu menyambut perkenalan itu, "Saya Elena." Sedang bule cewek yang satunya nampak cuek. "Kalau temannya itu namanya siapa?" tanya Trengginas pada Elena. "O, itu Tanya," Elena menerangkan.

"Habis berjemur?" Trengginas bertanya dengan sok akrab. "Betul, Kami habis berjemur," Elena menyahut. "Kamu berdua sangat cantik," Trengginas memuji. "Woo, terima kasih," Elena kegirangan. "Kamu siapa?", Tanya mulai berbicara. "Anak pantai," ujar Trengginas dengan tertawa lebar. Tertawanya bahkan sampai terdengar sampai ke lantai 1. "Gendut dan pendek," Tanya menyindir bentuk tubuh Trengginas. "Kamu mirip Danny De Vito," Tanya tertawa. Danny De Vito adalah pemain film Twins yang berpasangan dengan Arnold Schwazenegger. Arnold bertubuh tinggi besar, sedang Danny bertubuh gendut dan pendek. Mendapat sindiran itu, Trengginas hanya tersenyum. "Tidak masalah, Kamu hebat," Tanya menghibur.

Akhirnya mereka bertiga ngobrol, sudah satu jam mereka ngobrol, namun Trengginas tidak menangkap bahwa Elena dan Tanya membutuhkan dirinya. Trengginas berpikir daripada seperti itu mending dirinya pindah saja ke cafe yang satunya. "Saya mau pulang," ujarnya. "Mengapa pulang?" Elena pura-pura terkejut. "Ada janjian dengan yang lain," Trengginas beralasan. Ia pun beranjak, namun sebelum meninggalkan tempat itu tanpa basa-basi ia mencium pipi Elena. "Wooo," Elena kaget dan selanjutnya tertawa.

Dengan wajah penyesalan karena Elena dan Tanya ternyata tidak membutuhkan dirinya, Trengginas meninggalkan Cafe Boncel. Sepuluh langkah menjauh dari cafe, dirinya dihadang oleh tiga cowok berbadan tegap, rambut gondrong, nampak tato di tangan mereka dan ada giwang di telinga. Diantara 3 cowok itu, 2 memakai kaos hitam dengan bertuliskan nama grup rock heavy metal kesohor, Iron Maiden dan Sepultura, sedang satunya kaos bergambar penyanyi reagge dari Jamaica, Bob Marley. "Hei Kamu anak mana?!" gertak cowok yang memakai kaos bertuliskan Iron Maiden. "Kamu jangan seenak sendiri mengambil tamu di sini!" ujar cowok yang memakai kaos Sepultura. Tamu adalah istilah wisatawan asing di kawasan Pantai Pelangi. "Kami anak pantai di sini!" cowok yang memakai kaos bergambar Bob Marley membentak dengan suara keras.

"Saya anak desa sebelah," jawab Trengginas. "Mana buktinya, mana KTP-mu?" cowok yang memakai kaos Iron Maiden meminta bukti. "Apa hak Kamu minta KTP," Trengginas hendak mengelak. "Saya sudah sering melihat Kamu di sini mendekati cewek bule, enak saja kamu seperti itu. Yang di sini adalah jatah Kami," ujar pria yang memakai kaos Bob Marley. Tanpa diduga kepalan tangan ketiga cowok itu menghantam muka Trengginas, 'dassss' begitu bunyi benturan kepalan tangan menghantam muka. Belum selesai rasa sakit, mereka menambah dengan hantaman dan tendangan. Trengginas pun tersungkur dan babak belur akibat dikeroyok tiga cowok yang mengaku anak pantai itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun