Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Begini ceritanya," Trengginas mulai bertutur, dengan buru-buru Pak Dekor membawa sebuah besek, sebuah tempat yang dibuat dari anyaman bambu. Bungkusan itu dibawanya dari sebuah rumah sakit bersalin menuju ke rumah. Dalam perjalanan menuju rumah, tiba-tiba ban motor kempes. Berhentilah ia di sebuah tambal ban. Ban yang kempes itu oleh pemilik tambal ban, Jeber, dibetulkan. Setelah beres, Pak Dekor membayar upah kepada Jeber dan melanjutkan perjalanan namun alangkah kagetnya ketika sampai di rumah, besek yang dibawanya tertinggal. Ia sadar bahwa besek itu ada di tambal ban milik Jeber.

Ia kembali ke tempat Jeber namun Pak Dekor tidak menemukan besek itu. Ia bertanya kepada Jeber, "Mas tahu bungkusan besek?" Mendapat pertanyaan itu Jeber menjawab," Sudah Saya buat rawon dan Kami makan bersama keluarga." Mendapat jawaban itu Pak Dekor kaget bukan kepalang. Ia menjelaskan bahwa besek tadi adalah ari-ari anaknya yang hendak ditanam di rumah, ari-ari adalah daging yang keluar saat bayi keluar. Begitu mendengar daging yang dikira daging sapi itu adalah ari-ari, Jeber langsung pingsan.

"Begitu cerita dari bapakku," kata Trengginas. "Iya, ya, jadi Kita harus hati-hati kalau makan daging," Aling mengingatkan. "Betul, betul, betul," Trengginas menegaskan. "Kayak Upin dan Ipin saja," Aling mengomentari penegasan dari Trengginas itu. Keduanya pun tertawa.

Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan menuju rumah Aling. Sampai di rumah Aling, Trengginas kaget sebab selain rumahnya besar, ornamennya bergaya rumah China seperti yang ia lihat di film-film silat. Pagar besi itu digedor-gedor oleh Aling. Begitu digedor terdengar suara gonggongan anjing, "Huk, huk, huk, huk." Mendengar gonggongan anjing, Trengginas hampir saja lari, namun Aling segera berujar, "Jangan takut Nas, kalau siang dirantai tapi kalau malam baru dilepas." Meski demikian Trengginas masih nampak pucat. Pintu besi itu pun dibuka, nampak seorang perempuan muda di depan mereka. "Kok sudah pulang," tanya perempuan muda. Pertanyaan itu tidak dijawab oleh Aling, dan ia segera masuk disusul Trengginas.

Perempuan muda itu adalah pembantu yang ikut keluarga Aling. Ketika hendak menuju ke rumah bagian dalam, Trengginas melihat seekor anjing besar berwarna hitam sedang diikat di sebuah tiang besi. Lidahnya menjulur-julur dan tatapan matanya tajam ke arah Trengginas. Anjing itu menggonggong kembali, "Huk, huk, huk, huk." Trengginas secara reflek memegang pinggang Aling. Aling pun tertawa melihat hal yang demikian.

Sampai di pintu rumah, terdengar sapaan dari seorang nenek, "Haiyaa, kok sudah pulang jam segini." "Iya Pho gurunya ada urusan," ujar Aling. "Haiyaa, gimana mau maju kalau sedikit-sedikit pulang, sedikit-sedikit pulang" kata Apho. Mendengar kalimat itu Aling meringis, "hiii." "Apho dulu saat sekolah di jaman Belanda sangat disiplin," ungkap Apho sambil duduk di kursi goyang. "Itu teman Kamu?" tanya Apho kepada Aling sambil melihat Trengginas. "Iya Pho, rumahnya jauh dan belum dijemput bapaknya, maka Aling ajak main ke sini," ujar Aling. "Haiyaa, inilah akibatnya kalau sekolah tidak tepat waktu bikin lugi olang," ujar Apho dengan logat Tionghoa-nya yang masih kental.

"Ya sudah Kamu ajak temanmu makan bubul ayam yang Apho bikin," ucap Apho. Aling dan Trengginas pun menuju meja makan, di situ sudah tersedia 2 mangkuk bubur ayam. Dengan sekejap Aling menyantap bubur ayam itu sedang Trengginas masih malu-malu menyantapnya.

Di mangkuk itu tak tersisa sedikit pun bubur ayam, karena lapar kedua bocah itu melahapnya hingga habis. Selanjutnya Aling mengajak Trengginas menuju ruang tengah. Di ruang tengah terlihat sebuah foto besar di mana Aling duduk diapit oleh papa dan mamanya sementara di belakangnya nampak seorang perempuan dan laki-laki. Trengginas sambil menunjuk foto itu bertanya, "Yang dibelakang itu siapa Ling." "Yang perempuan kakakku nomer dua, namanya Wulan Kwek, sekarang ia kuliah di Singapura. Sedang yang laki-laki kakakku pertama, namanya Hoke, ia sekarang kuliah di Amerika Serikat," ujar Aling. Mendengar penjelasan yang demikian, Trengginas dalam hatinya berkata meski hanya membuka toko kelontong namun laba yang dihasilkan sangat banyak sehingga keluarga Aling mampu menyekolahkan kakak-kakaknya ke luar negeri. "Sedang Aku ingin kuliah di Australia," ujar Aling kepada Trengginas yang tengah melamun mendengar kekayaan keluarga tionghoa itu. "Kalau Kamu nanti ingin kuliah di mana Nas," tanya Aling. Mendengar pertanyaan itu Trengginas hanya tersenyum, ia tidak bisa menjawab, sebab dirinya merasa keluarganya adalah keluarga miskin sehingga orangtuanya belum tentu mampu membiaya kuliah.

Di tengah obrolan itu Aling mencari sebuah kaset video yang berserakan di bawah meja televisi. Didapatlah kaset yang dicarinya. "Ini Aku punya film silat Cheng Lung, judulnya Dewa Mabuk. Kuputar biar kita nonton bareng-bareng," katanya sambil memasukan kaset video itu ke tape video. Setelah dipencet tombol-tombol yang ada muncullah gambar seorang pemuda tampan yang berkaos putih dan bercelana hitam yang sedang berlatih di sebuah tanah lapang dengan jurus-jurus tertentu. Di tengah latihan itu dari kejauhan nampak seorang tua yang berjenggot mengawasi latihan, orang tua itu adalah guru si pemuda. Bila pemuda itu salah gerakan maka gurunya akan memukul dengan tongkat yang dibawa.

Hampir dua jam, mereka menikmati tayangan itu. Tak terasa akhirnya dalam gambar tertuliskan The End. Dengan tulisan itu maka tayangan film selesai. "Wah selesai padahal masih asyik," ujar Aling. "Iya, ya padahal masih seru," timpal Trengginas. Tiba-tiba papanya  Aling muncul, "Lho kok sudah pulang?" tanyanya. "Iya gurunya ada urusan," jawab Aling. "Lha ini siapa?" tanya papa Aling. "Ini teman Aling namanya Trengginas," jawab Aling. "Rumahnya di mana," tanya papa Aling lagi. "Di Desa Gunung Siji," jawab Aling. "Ini sudah siang, Kalian makan dulu setelah itu nanti biar Kepul mengantar temanmu pulang," kata papa Aling. "Ya pa, nah Trengginas ayo Kita makan dulu setelah itu Kamu pulang, pasti bapakmu mencari Kamu. Nanti Kamu diantar Kepul naik sepeda motor pulang ke rumah," kata Aling kepada Trengginas.

Kepul adalah pembantu keluarga Aling yang melayani pembeli di toko kelontongnya. Mendengar perkataan yang demikian, Trengginas hanya mengangguk. Mereka berdua pun menuju meja makan. Di meja makan sudah tersedia makanan yang cukup mewah bagi Trengginas seperti telur dadar, daging ayam, daging sapi, kerupuk, tahu, tempe, dan peyek. Makanan seperti itu bagi Trengginas bisa disantap hanya di saat Lebaran. Mereka berdua pun menyantap makanan yang dimasak oleh pembantu keluarganya Aling.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun