Dosen yang bernama Ponikek itu sudah berada di depan mereka dan selanjutnya mengajarkan teknik-teknik dasar dan konsep-konsep teknologi. Mendapat mata kuliah itu, sepertinya ada mahasiswa yang serius mengikuti, ada pula yang ogah-ogahan, bahkan ada yang mengisi buku teka-teki silang yang dibeli di bus kampus tadi. Trengginas sendiri nampak tidak konsentrasi pada mata kuliah itu, ia berharap agar kuliah itu segera selesai dan segera malam agar dirinya cepat bertemu dengan Kate.
"Ada pertanyaan," ujar Ponikek selepas menjelaskan mata kuliah yang diajarkan. Tak ada yang menjawab pertanyaan dari Ponikek. "Ok, kalau begitu mata kuliah ini Kita akhiri dan minggu depan kuis," ucapnya. Mendapat pernyataan itu di satu sisi mahasiswa senang karena kuliah cepat berakhir, namun di sisi lain mereka deg-degan sebab minggu depan mereka kuis. Trengginas tidak peduli ada kuis minggu depan, yang penting hari itu mata kuliah cepat diakhiri.
***
Malam itu sekitar pukul 19.00, Trengginas telah memarkirkan sepeda motor pinjaman dari Ibu Kos di tempat parkir Hotel Novital
Ia bergegas menuju loby, tidak langsung duduk namun menuju receptionist, "Maaf bisa dihubungkan dengan Kate kamar nomor 205." "Baik Bapak, mohon ditunggu," ujar seorang receptionist yang berwajah anggun itu. Ia pun mengecek di daftar nama nama dan kamar yang disebut. "Maaf Bapak, tamu nomor 205 sudah cek out tadi siang," ujar receptionist sambil memandang Trengginas. "Sudah cek out?" tanya Trengginas. "Iya Bapak, dia sudah cek out dan mengatakan akan kembali ke negaranya," sahut receptionist lainnya.
Mendengar  jawaban itu wajah kecewa terlihat di muka Trengginas. "Terima kasih," ujarnya kepada receptionist dengan suara lemah. "Sama-sama Bapak," receptionist menjawab secara serempak.
Dengan sedikit gontai, Trengginas melangkah menuju tempat parkir dan diambil sepeda motornya. Untuk mengenang saat pertama kali bertemu dengan Kate, ia ingin mengunjungi Cafe Boncel. Arah sepeda motor yang dikendarai menuju ke tempat itu, namun saat sampai di Cafe Boncel, cafe itu sudah penuh, pengunjung terlihat ada yang kembali karena di dalam sudah tak ada kursi yang kosong.
Kecewa, ia pun putar-putar tidak karuan di tempat wisata Pantai Pelangi, sampai akhirnya merasa kehausan. Ketika berhenti di sebuah tempat, Â ia melihat ada sebuah cafe yang kelihatan tidak ramai. Cafe yang depannya dihiasi dengan anyaman bambu itu menarik Trengginas untuk masuk ke dalam. Benar dugaannya, setelah berada di tempat itu kursi-kursi yang ada tak ada yang menduduki. Meski pengunjung hanya satu, dua orang, namun cafe itu tetap memutar film. Tamu yang ada tengah menikmati film cowboy. Trengginas pun duduk di tempat yang paling pojok. Sebuah minuman kesukaannya sprite dipesan.
Saat menikmati film, tiba-tiba dirinya melihat seorang bule cewek sendirian masuk ke dalam cafe. Dengan berpakaian baju lengan pendek dan rock selutut, bule cewek itu duduk di kursi bagian tengah. Dengan memberi kode kepada pelayan, bule cewek itu memesan minuman pinacolada. Ketika pesanan pinacolada disuguhkan, bule cewek langsung menikmati sambil menonton film yang ditayangkan.
Melihat hal yang demikian, Trengginas berpikir ini kesempatan untuk berkenalan dengan dia. "Hai, apa kabar," sapanya. Sapaan itu dicuekin, meski demikian Trengginas tetap duduk di sampingnya. Bule cewek itu acuh. "Enak ya minumannya," Trengginas memancing pembicaraan. "Kamu siapa," bule cewek itu bertanya dengan nada sedikit judes. "Saya Trengginas anak pantai," ujarnya dengan tertawa ngakak. "O, anak pantai?" bule cewek itu sedikit mulai terbuka. "Bagus anak pantai," ujarnya lagi. "Siapa nama Kamu?" tanya Trengginas. "Sheverine," cewek bule itu memperkenalkan diri. "Woo nama yang bagus," Trengginas memuji.
"Mengapa Kamu ada di sini?" tanya Sheverine. Trengginas pun menceritakan pengalamannya saat bertemu Kate dan pergi ditinggal tanpa pesan. "Woo, cerita yang menyedihkan," Sheverine menggumam dengan lirih. Â "Tidak masalah, mungkin Kamu nanti bisa bertemu dengan Kate lagi," Sheverine tersenyum. Keduanya pun terlibat pembicaraan yang asyik, kadang-kadang terdengar gelak tawa dari tempat itu. Obrolan semakin akrab ketika Sheverine memesan bir. Â