Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deres menuturkan bahwa Pantai Pelangi adalah daerah terbuka sehingga ada ribuan pedagang dari berbagai etnis yang bisa melakukan aneka usaha secara positif. Dibuka peluang mencari rezeki secara halal itulah yang akan meminimalkan seseorang menjadi gigolo. "Untuk itu, aparat harus mengurangi razia terhadap para pedagang yang berjualan di tempat-tempat wisata," ujarnya.

Soendrio menyimpulkan adanya gigolo bisa jadi adanya kebutuhan. Untuk mencegah hal yang demikian, para wisatawan asing jauh-jauh sebelumnya juga harus di-warning agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang. Bila di bandara-bandara kita diperingatkan dengan adanya bahaya terorisme, di situ juga harus dikampanyekan no free sex. Hotel atau tempat penginapan juga harus berani memasang tulisan not for unmarried couple. "Hal tersebut sangat penting. Sebab, pariwisata Kita adalah pariwisata budaya dan keindahan alam. Selain itu, penyebaran AIDS dapat dicegah," tegasnya.

Tayangan di www.youtube.com diselidiki, ketika diamati dengan jelas siapa orangnya, dengan segera aparat berwajib mencokok pelaku. Trengginas tahu terungkapnya maraknya gigolo di Pantai Pelangi. Ia cuek saja mengenai hal itu, namun dirinya kaget bukan main ketika yang tergambar dalam film itu dirinya. Rasanya kepala seperti dijatuhi batu sebesar gunung sehingga kepalanya mau pecah. Wajah pucat dan badannya lemas.

Ketika jiwanya dalam kondisi yang tidak stabil. Tiba-tiba pintu kos diketuk dengan suara yang keras, 'Tok, tok, tok.' Dengan lunglai ia membuka pintu itu, kaget bukan kepalang tahu di depan mata adalah aparat berwajib yang berbaju preman. "Anda Trengginas," tanya salah satu aparat yang berada di depannya. "Iya Pak," jawabnya dengan lemas. "Anda Kami bawa ke kantor untuk dimintai keterangan tentang aktivitas Anda di Pantai Pelangi," ujar salah satu aparat lainnya.

Dengan digelandang Trengginas dibawah ke mobil aparat. Sementara Ibu Kos dan anak kos lainnya hanya melongo dan bergerombol tak jauh dari kamar kos Trengginas. Salah satu aparat mendekati mereka, "Nggak ada apa-apa, silahkan semua kembali ke kamar masing-masing."

***

Tersiarnya berita maraknya gigolo di Pantai Pelangi rupanya juga sampai di Desa Gunung Siji. Di warung kopi, pos ronda, tempat pengajian, hingga tempat mancing, orang membicarakan masalah itu. "Lha siapa pelakunya?" tanya Jolegi ketika berada di warung kopi. "Katanya orang Desa Gunung Siji, karena kemarin ada aparat yang berpakaian preman sedang mencari-cari seseorang," ujar Ketron. "Saya lihat di film itu sepertinya anaknya Pak Lunjak yang sedang kuliah di Pulau Swaba," ungkap penjaja warung kopi itu. "Hah?" ujar semua pria yang nongkrong di warung kopi itu secara serentak. "Pantas saja aparat berpakaian preman kemarin berjalan menuju ke rumah Pak Lunjak," ujar Ketron.

***

Apa yang terjadi pada anaknya sudah didengar Pak Lunjak dan istrinya. Akibat ulah anaknya, Pak Lunjak dan istrinya sering mengurung diri. Stigma buruk dari masyarakat menimpa kepada keluarganya. Sehingga ketika pergi keluar rumah, suara-suara melecehkan sering didengar. Suatu hari ketika hendak ke pasar, istri Pak Lunjak mendengar suara dari kerumunan kalimat yang menyakitkan telingan. "Punya anak kok jadi lonte lanang (pelacur laki-laki)," ujar salah seorang di kerumunan itu. Hal yang sama dialami Pak Lunjak, ketika hendak pergi ke pasar hewan, seorang pedagang sapi mencelanya, "Anakmu jadi gigolo kan duitnya banyak."

Sering dilecehkan dan dimaki orang itulah yang membuat Pak Lunjak dan istrinya tidak kuat keluar rumah sehingga mereka lebih suka mengurung diri. "Aduh Gusti apa salahku sehingga cobaan ini demikian beratnya," rintih Pak Lunjak ketika berdoa. Air mata berlinang ketika ia meratapi nasib setelah anaknya tertangkap basah menjadi gigolo.

Akibat ulah Trengginas, istri Pak Lunjak sering sakit-sakitan, sehingga di tengah makian masyarakat dan tidak mempunyai uang untuk berobat, Pak Lunjak mengobati istri hanya dengan jamu godong kates. Yakni ramuan jamu yang dibuat dari daun pepaya yang diperas dan sedikit diberi gula.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun