Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, selepas hujan yang sangat deras, suasana Desa Gunung Siji, yang setiap malam sudah sepi, bertambah sepi, di jalan-jalan yang menghubungkan antar rumah tak ada yang melintas

Penduduk desa lebih menikmati malam dengan berselimut sarung di kamar masing-masing. Bila malam itu ada yang melintas, mereka adalah binatang malam seperti kelelawar yang mencari mangsa.

Di tengah kesenyapan malam yang mendekap, di sebuah rumah yang terbuat dari anyaman babu, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi yang memecahkan kesunyian. 

Di tengah suara tangisan itu secara serentak, dari beberapa mulut keluar suara, "Allhamdulillah." Dengan suara yang agak serak, Mbah Karti, sang dukun bayi menggendong bayi itu dan menepuk pantatnya sambil mengatakan, "Cep, cep, Ngger, diam ya nak."

Di rumah Pak Lunjak meski malam dingin membelit, namun suasana bahagia atas kelahiran anak pertama, sehingga dingin itu berhasil dihalau dengan kebahagian. Wajah Pak Lunjak memancarkan keceriaan laksana bulan yang bersinar di malam itu. Sementara wajah istrinya, Bu Cengkling, meski masih pucat, nampak teduh. Rintihan dan suara mengaduh dari mulutnya yang tadi kerap keluar, berubah menjadi senyuman yang tak pernah berhenti.

"Syukur Njak, anakmu sehat dan montok," ujar Mbah Karti kepada Pak Lunjak. "Aku harap kamu nanti mengasihi anakmu dan menjaga dia baik-baik," kata sang dukun bayi yang kesohor di Desa Gunung Siji itu sambil meletakkan bayi montok itu di kursi yang terbuat dari anyaman bambu. 

"Terus mau Kamu namakan siapa anakmu itu," cerocos perempuan berumur 70 tahun itu. "Saya masih mencari di buku primbon Mbah soal nama," ujar Pak Lunjak. "Saya harus menyesuaikan dengan weton yang ada," tambah Pak Lunjak sambil menghisap cerutu rokok lintingannya sendiri.

"Yo wis ya, kalau begitu Aku pulang dulu, nanti kalau ada apa-apa dengan bayimu, Aku bisa dipanggil lagi," ucap Mbah Karti sambil mengemas beberapa barang yang biasa ia bawa saat menolong orang melahirkan. "Nggih Mbak," sahut Pak Lunjak sambil menyelipkan sebuah amplop di tas Mbak Karti. Saat menyelipkan amplop itu Mbah Karti dengan basa-basi ia mengatakan, "Wis ora usah repot-repot. Aku kan saudaramu." Amplop yang diselipkan ke dalam tas itu adalah upah buat Mbak Karti yang telah membantu persalinan istrinya.

Dengan membuka pintu rumahnya, Pak Lunjak melepas kepulangan Mbah Karti. Mbah Karti dengan membekap dirinya dengan sarung meninggalkan rumah Pak Lunjak. Setelah Mbah Karti hilang ditelan kegelapan malam, Pak Lunjak pun menutup pintu rumahnya kembali.

***

Di tengah rumah, Pak Lunjak membolak-balik buku primbon. Dibaca halaman demi halaman untuk mencari makna nama yang cocok untuk diberikan kepada anaknya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun