Sekejap, ruangan menjadi kosong dan tinggallah kepala sekolah dan Ibu Soetarmi. Setelah merapikan berkas-berkas yang ada, kedua orang itu pun meninggalkan ruang Kelas I. Â Begitu ruangan sudah tidak ada siapa-siapa. Penjaga sekolah alias kebon, Pak Koer, segera mengunci ruangan. SDN Inpres Gunung Siji pun kembali sepi dan senyap.
***
"Ayo Nak, makannya cepat dihabiskan setelah itu Kita pergi ke pasar buat membeli baju sekolah," ujar istri Pak Lunjak kepada Trengginas yang sedang makan.
Mendengar perintah agar makan dipercepat, Trengginas mempercepat makannya. Nasi tiwul yang ada di piring dilahap dengan segera, sementara segelas teh pahit yang ada di samping piring itu segera diteguk. Nafsu makan yang tinggi tak heran membuat badan Trengginas menjadi besar dan tambun.
Selesai makan, piring dan gelas itu dibawa ke sumur untuk dicuci. Kemudian ia membasuh muka dengan seember air yang ditimba dari sumur. Ia pun kemudian menuju kamar dan berganti pakaian yang agak bagus. Setelah rapi, ia berujar kepada ibunya, 'Sudah Mbok, ayo Kita berangkat ke pasar." Mendengar teriakan itu istri Pak Lunjak gembira karena anaknya ternyata patuh kepada perintahnya.
Sebab istri Pak Lunjak sudah siap berangkat ke pasar dari tadi, selanjutnya mereka berdua meninggalkan rumah. Digandeng tangan kanan Trengginas oleh ibunya menyusuri jalan desa menuju ke jalan besar untuk selanjutnya naik angkutan kota-desa ke arah pasar. Jalan desa yang dilewati sudah ramai oleh hilir mudik orang yang menuju ke sawah atau ladang. Di jalan desa mereka saling sapa dan menanyakan kabar. "Mau ke pasar membelikan baju sekolah Trengginas," ujar istri Pak Lunjak kepada salah seorang ibu yang hendak menuju sawah.
Tak terasa istri Pak Lunjak dan Trengginas tiba di jalan besar, angkutan kota-desa yang ditunggu-tunggu belum lewat. Di saat menunggu angkutan yang lewat, tiba-tiba Supeno melintas dengan sepeda motornya. Melihat istri Pak Lunjak dan Trengginas berdiri di pinggir jalan, Supeno menghentikan laju sepeda motor. "Mbak mau ke mana?" tanyanya. Melihat seseorang laki-laki yang mengendarai sepeda motor berdiri di depannya, istri Pak Lunjak kaget, sedang Trengginas hanya pelonga-pelongo. Setelah Supeno membuka helm cangkilnya, helm yang biasa digunakan pembalap motor cross, ia baru sadar, "O, Kamu to No. Saya pikir siapa." "Saya mau ke pasar membelikan baju sekolah Trengginas. Menunggu angkutan belum lewat-lewat," ujarnya. "O, kebetulan Saya juga mau ke pasar hendak membeli sabuk (ikat pinggang). Kalau mau Mbak bareng saja sama Saya," kata Supeno sambil memegang helm cangkilnya. "Yo wis kebetulan sekali kali begitu, ini namanya rejeki," istri Pak Lunjak menerima tawaran itu. Akhirnya mereka dibonceng Supeno menuju ke pasar.
Supeno adalah pemuda desa sebelah, ia masih bersaudara dengan istri Pak Lunjak. Sesekali selama Pak Lunjak pergi ke Malaysia, Supeno datang ke rumah untuk menghantar sembako titipan kakek dan neneknya Trengginas.
'Wusss,' sepeda motor tua itu melaju cukup cepat menuju ke pasar, dalam perjalanan istri Pak Lunjak melihat angkutan sedang melintas, namun dirinya sudah dibonceng oleh Supeno sehingga tak perlu lagi naik angkutan itu.
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, akhirnya sepeda motor Supeno tiba di tempat parkir pasar. Turunlah mereka dari boncengan itu. Setelah sepeda motor diparkir dan mereka bertiga menuju tempat yang dicari. "Mbak Saya misah dulu ke arah tukang sabuk ya. Nanti Saya tunggu kalau sudah memperoleh sabuk," ujar Supeno. "Iya No, Saya ke arah penjual baju. Nanti tunggu saja di warung kopi, biar Kamu bisa ngopi dan merokok," ujar istri Pak Lunjak sambil tersenyum. Ia tahu Supeno kegemarannya adalah merokok dan ngopi di angkringan. Bahkan tiap malam dirinya bersama dengan pemuda desa lainnya melakukan hal demikian, ngrokok, ngopi, sambil ngobrol nggak karuan sampai larut malam di angkringan Pak Ji yang mangkal di pinggir jalan desa.
Supeno pun menuju arah penjual sabuk, sementara istri Pak Lunjak dan Trengginas ke arah penjual baju. Pasar pada hari itu sangat ramai, pembeli dan pedagang nampak sibuk tawar menawar. Dengan sedikit berdesak-desakan akhirnya tiba di bagian penjual baju. Ia melihat beberapa baju anak sekolah yang dipajang para penjual. Ia melihat dan memilih ukuran yang pas dengan ukuran tubuh anaknya yang tambun dan gendut. Di tengah melihat-lihat baju sekolah, ia dikejutkan oleh suara yang memanggilnya dirinya, "Nduk, Kamu cari apa?" ujar seseorang yang berumur 60 tahun. Dilihatnya orang yang memanggil dirinya dan ia kaget bahwa yang memanggil adalah Mbok De. Mbok De adalah pedagang yang paling lama jualan di pasar itu. Ia menjual berbagai pakaian dari anak-anak hingga perempuan dewasa, seperti kotang (BH) dan celana dalam.