Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata Jurgen Bohler berusaha dipejamkan agar bisa tidur. Belasan jam di pesawat membuat bosan. Ia sedang menempuh  perjalanan dari Jerman menuju Pulau Swaba. Ia adalah wartawan majalah wisata, Reisenden Nachrichten, yang terbit di Munchen. Kepergian ke Pulau Swaba untuk meliput pernak-pernik dunia wisata.

Saat mata hendak terpejam, tiba-tiba crew pesawat mengumumkan pesawat sebentar lagi mendarat di bandara internasional Pulau Swaba untuk itu semua jendela yang tutup hendak dibuka, sandaran kursi ditegakkan, dan sabuk pengaman dikenakan.

Pesawat mulai menurunkan ketinggian. Pesawat menurunkan ketinggian terasa oleh semua penumpang. Menurunkan ketinggian menunjukkan bahwa bandara semakin dekat. Kanan kiri pesawat yang sebelumnya gelap, mulai nampak terang oleh kerlap kerlip lampu di bawah. Kerlap kerlip lampu menandakan pesawat sudah memasuki kota besar di Pulau Swaba.

Pesawat semakin lama semakin menurunkan ketinggian dan benturan antara roda pesawat dengan landasan pacu terasa, suara deru pesawat menembus ke dalam pesawat, pesawat berlari seperti tanpa kendali, hingga akhirnya pesawat itu bisa dikuasai oleh pilot dan pesawat berhenti di ujung landasan. Pesawat kemudian diarahkan menuju ke tempat kedatangan. Di muka para penumpang terlihat rasa puas, tiba di tempat merupakan obat mujarab mengusir kebosanan.

Setelah pesawat berhenti sempurna, tak selang lama pintu dibuka, dan crew mengharap agar penumpang keluar dengan tertib. Satu persatu penumpang, dengan tas bawaan masing-masing keluar, dari perut pesawat. Termasuk Jurgen Bohler. Akhirnya sampailah para penumpang di tempat pengambilan bagasi. Jurgen Bohler yang perangkat kameranya ditaruh di bagasi membuat dirinya harus menunggu sampai barang-barang di pesawat diturunkan. Sebab maskapai yang ditumpangi terkenal dengan pelayanan yang prima, tak sampai 15 menit kamera Jurgen Bohler sudah di depan mata, diambilnya barang itu dan ditunjukkan tanda kepemilikan bagasi kepada petugas, dan selanjutnya ia bisa keluar dari ruang ke datangan.

Ketika berjalan keluar, dirinya mendengar banyak orang mengatakan, "Taxi, taxi, taxi." Jurgen Bohler berpikir pasti mereka menawarkan jasa transportasi. Sayang ia sudah memesan sebuah hotel sehingga ia mendapat jemputan. Dirinya melihat salah seorang mengangkat kertas putih dengan bertuliskan nama dirinya. "Saya Jurgen Bohler," ujarnya kepada orang yang memegang kertas putih dengan nama tulisan dirnya. Tahu yang dijemput sudah datang, maka ia membantu mengangkat kamera yang ada.

Dipandu Jurgen Bohler menuju mobil yang sudah tersedia di tempat parkir. Begitu ia masuk mobil dan semua barang sudah ditaruh di bagian belakang, mobil segera bergerak meninggalkan tempat parkir menuju ke hotel.

***

Entah mengapa tiba-tiba Trengginas mampir di sebuah masjid di dekat bandara. Padahal pergi ke masjid adalah suatu hal yang jarang dilakukan. Sampai di masjid itu dirinya segera menuju ke tempat wudhu dan membasuh muka, tangan, dan kaki untuk syarat syahnya sholat. Setelah basuhan air ke bagian-bagian tubuh itu memenuhi syarat, selanjutnya ia menuju ke tempat sholat. Dhuhur sudah mau habis dan ashar menjelang, namun dengan cuek Trengginas sholat dhuhur. Di dalam masjid nampak lengang, terlihat beberapa orang tertidur di tempat itu. Ia tanpa tolah-toleh menunaikan sholat 4 rekaat. Rekaat demi rekaat dilakukan hingga akhirnya salam. Selepas salam ia menyempatkan diri melakukan doa. Mulutnya nampak komat-kamit seperti melafalkan sebuah ayat. "Amin," begitu akhir doa selesai dilakukan.

Ketika hendak meninggalkan masjid, ia melihat seorang yang sepertinya berasal dari Timur Tengah terlihat duduk sendiri di pojok masjid. Sambil duduk, orang itu menghitung-hitung sesuatu di buku tulis yang dipegang. Di samping corat-coret angka-angka, di buku tulis itu terlihat sebuah sket gambar Benua Australia.

"Assalamu'alaikum," salam Trengginas. Mendapat salam, orang itu menjawab, 'Waalaikum salam." Trengginas pun memperkenalkan diri. "Terus nama Anda siapa?" tanya Trengginas. "Rashid, Mohammad Rashid," jawab orang itu. "Anda ke Pulau Swaba mau wisata," tanya Trengginas lagi. "Anda polisi?" tanya Rashid dengan nada curiga. "Bukan Saya mahasiswa," Trengginas menjawab. "Alhamdulillah," Rashid bersyukur. "Saya di Pulau Swaba tidak berwisata," jawab Rashid dengan singkat. "Terus mengapa kalau tidak berwisata?" Trengginas penasaran. "Negara Saya Afghanistan selalu dirundung perang sehingga Kami merasa tidak aman. Untuk itu Kami beserta puluhan orang Afghanistan melarikan diri atau menyelamatkan diri keluar dari negara Kami," Rashid menjelaskan. "Gara-gara Amerika Serikat ya?" Trengginas ingin tahu sikap Rashid soal negara yang dijuluki Paman Sam itu. "Iya, Amerika Serikat biang keladi namun faksi dan suku-suku di negara Kami juga suka berkonflik," jawab Rashid.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun