Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tempat itu ada sebuah pohon besar yang konon tempat mahkluk halus berkumpul. Tak ada orang yang berani ke tempat itu apalagi di malam hari, konon katanya di tempat yang berada di pinggir jurang itu sering terjadi hal-hal yang aneh, seperti dikatakan ada ular raksasa, perempuan cantik yang berjalannya tidak menyentuh tanah, hingga mahkluh halus berbadan besar berambut gondrong dan bertaring tajam. 

Untuk meredam agar makhluk halus tidak marah dan menyebar malapetaka, biasanya pada Malam Jumat Kliwon, Pak Jigglong dengan ditemani beberapa orang lainnya memberikan sesaji. 

Dupa, kembang tiga warna, dan sepiring nasi dengan isi lauk pauk ayam dan sayuran yang direbus, kemudian ditaruh di bawah pohon besar. Saat pemberian sesaji, Pak Jigglong dengan mantranya berkomat-kamit memohon agar para makhluk halus tidak mengganggu warga.

Pernah katanya ketika Pak Jigglong tidak memberi sesaji, Desa Gunung Siji dilanda wabah penyakit, bila malam hari terdengar suara teriakan makhluk halus yang mencekam. Kejadian itu membuat ketakutan dan gelisah warga. Sadar makhluk halus marah, maka Pak Jigglong pun langsung minta maaf kepada mereka dan memberi sesaji.

Meski banyak cerita yang menyeramkan, namun hal yang demikian tidak membuat Kodok dan Kuncar gentar. Sebelum melakukan penyepian, Kodok dan Kuncar menyusun rencana. Ia merencanakan dalam penyepian itu akan duduk tepat di bawah pohon besar dan agar mereka tidak tertidur mereka membawa termos air panas, kopi, gula, dan rokok sepuluh bungkus.

Menjelang penyepian, tepat pukul 23.00, Kodok dan Kuncar berjalan mengendap-ngendap ke tempat angker itu. Suasana dingin yang menyergap dan aura mistik yang menghadang, tidak menghentikan langkah dua orang itu. Bunyi gesekan pohon yang tertiup angin serta kepak kelelewar dan suara lenguhan burung hantu menambah suasana mencekam. Mendekati tempat sasaran tiba-tiba ada suara yang membuat mereka menoleh ke belakang, "krak, krak, krak, blak." Mendengar suara itu, Kodok langsung menempel pada Kuncar. "Alah Dok jangan takut, itu ranting yang patah," ujar Kuncar menenangkan Kodok. Kodok pun berpikir, "Iya kali, ranting patah."

Akhirnya mereka pun sampai di bawah pohon besar. Kuncar langsung membersihkan tempat itu dari rumput dan bekas-bekas daun yang berjatuhan. Sementara Kodok tengak-tengok kanan-kiri, sedikit ketakutan. Tatapan Kodok terbatas oleh gelapnya malam, meski bulan purnama yang bersinar namun cahayanya sering tertutup oleh awan. 

"Dok ayo bantu bersihin tempatnya," kata Kuncar. Ajakan Kuncar itu sedikit mengagetkannya. "Kalau mau dapat nomer yang jitu yang Kita harus ke sini," papar Kuncar. "Nggak usah takutlah kalau ketemu pocong atau kuntilanak, kalau digigit yang paling Kita jadi teman mereka," ujar Kuncar sambil cekikikan. Dengan sedikit ketakutan, Kodok pun ikut membersihkan tempat yang hendak dijadikan tempat lesehan. Setelah dirasa cukup bersih, Kuncar menggelar tikar kecil yang dibawa dari rumahnya. Termos air panas, kopi, gula, dan rokok yang ditaruh di dalam tas yang dibawa Kodok pun dikeluarkan.

"Ahhh, lega," ujar Kuncar. Mendengar nafas lega dari Kuncar, Kodok dengan suara lirih, berkata, "Masak di tempat kayak gini Kamu lega Car." "Tempat di sini katanya sudah sering membawa korban," tambahnya. "Nggak peduli," ujar Kuncar. "Ya penting Aku mau dapat nomer yang jitu, kemudian jadi kaya, dan setelah itu mau melamar si Menur," papar Kuncar sambil tertawa. "Terserah kamulah," ucap Kodok.

Akhirnya dua orang itu pun duduk di tikar, kadang-kadang posisinya berhadapan, kadang-kadang saling membelakangi. Bila orang-orang berusaha untuk tidak bertemu makhluk halus, dua orang itu malah sebaliknya. Mereka menunggu peristiwa aneh yang membuat mereka bisa memperoleh tanda atau simbol yang menunjukan angka-angka tertentu. Simbol atau petunjuk angka itu didapat entah dari banyaknya daun yang jatuh atau bunyi-bunyi tertentu yang bisa dihitung. Hal-hal di luar nalar inilah yang mereka cari.

Di tengah katuk yang mulai menggelayuti mata, tiba-tiba Kodok dan Kuncar dikejutkan dengan sebuah kafan putih yang melintas cepat. Melihat kafan putih melintas, bulu kuduk mereka pun merinding, mereka pun merapatkan duduk. Ketakutan pun muncul pada wajah-wajah mereka. Irama detak jantung Kodok dan Kuncar pun semakin tak terkendali, deg, deg, deg, begitulah bunyinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun