Dengan kejadian itu maka proses belajar di SDN Inpres Gunung Siji terganggu. Para orangtua yang mengantar anaknya dan murid-murid yang sudah dekat dengan sekolah pun pulang kembali ke rumah masing-masing. Orangtua murid dan guru pasrah sebab kalau mereka nekat masuk sekolah pasti akan diancam dengan sebuah hukuman. "Kita pulang Nak," ujar Pak Lunjak kepada Trengginas yang hanya pelonga-pelongo melihat kejadian itu.
***
"Ini fitnah. Ini Fitnah," ujar Pak Kasim berulang-ulang ketika berada di ruang interograsi Mako Brimob. "Gimana fitnah, data-data menunjukan Anda terlibat terlibat dalam jaringan terorisme," bentak dengan suara keras keluar dari mulut seorang interogrator
 "Data-data bisa dibuat. Ini hanya sebuah rekayasa untuk mengalihkan isu dari berita-berita korupsi yang dilakukan pemerintah dan aparat," ujar Pak Kasim. Pak Kasim yang gemar membaca lalu menunjukkan sebuah data menurut wartawan kawakan Australia yang pernah bertugas di Indonesia, David Jenkins, dalam bukunya yang berjudul Soeharto & Barisan Jenderal Orba, mengupas sebuah fakta adanya pihak intelijen di balik aksi Komando Jihad. Komando Jihad diciptakan dengan tujuan untuk mendiskreditkan umat Islam.
Disebutkan dalam buku itu, bila paham akan seluk beluk Dinas Intelijen Indonesia serta filosofi kelompok elite di sekitar Soeharto, percaya bahwa sangat mungkin Komando Jihad diciptakan sebagai taktik menghadapi Pemilu 1977. Komando Jihad dijadikan sarana bagi Kopkamtib untuk menangkap dan menindak politisi-politisi Islam saat itu.
Pak Kasim lebih lanjut mengungkapkan dalam buku itu disebut, pada tahun 1978 Mantan Perdana Menteri Muhammad Natsir menyatakan bahwa Pemimpin Komando Jihad Ismail Pranoto, yang dijatuhi hukuman seumur hidup pada September 1979, sebenarnya 'seorang agen provokator yang didalangi Ali Murtopo.'
"Saya hanya seorang guru agama dan tokoh agama di desa. Saya tidak mengenal apa itu terorisme," Pak Kasim menjelaskan lagi. "Tidak usah banyak alasan, data menunjukan Anda terlibat dalam jaringan terorisme," ujar interogrator lainnya. "Anda Kami tahan untuk penyelidikan lebih lanjut," ujar interogrator pertama. "Ini sebuah rekayasa dan permainan intelijen," kata Pak Kasim.
***
Kekosongan guru membaca dan menulis serta guru agama untuk Kelas 1 sudah ada penggantinya. Untuk guru membaca dan menulis, Bu Koestini yang biasanya mengajar Kelas 3 digeser ke Kelas 1, sedang guru agamanya didatangkan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama. Nama guru agama itu adalah Pak Jilal.
Setelah garis kuning itu dilepas oleh polisi, sekolah kembali berlangsung. Selama 3 hari sekolah itu dinyatakan tertutup sehingga aktivitas belajar mengajar tidak ada. Pada hari ini sekolah kembali normal berjalan, dan masing-masing kelas terjadi pembelajaran. Di Kelas 1 sendiri pelajaran dilanjutkan dengan belajar menulis dan membaca, Ini Ibu Budi, Itu Ayah Budi.
***