Mendapat ajakan penuh harapan itu, sikap Pak Lunjak seperti kerbau dicocok hidungnya. Ia mengikuti langkah orang itu di belakangnya. Selama menuju tempat perusahaan pengiriman TKI yang hendak ditunjukan oleh orang itu, Pak Lunjak melihat ruko-ruko kecil dengan memasang papan nama pengirim TKI keluar negeri. Papan nama itu bertuliskan siap mengirim TKI ke berbagai negara. Dalam setiap melintasi ruko-ruko itu semua orang menyapa, "Ke sini aja Mas perusahaan pengirim TKI ini cukup dua minggu langsung berangkat." Bahkan ada yang mengatakan, "Bebas biaya." Mendengar tawaran-tawaran itu sebenarnya Pak Lunjak tergoda, namun dirinya sudah bersama salah satu calo pengiriman tenaga kerja itu.
Sampailah ia di sebuah ruko, di ruko itu terpasang papan nama yang berbunyi Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet. Perusahaan pengirim TKI itu dijaga oleh seorang wanita muda yang untuk ukuran kota itu terbilang enak dipandang. "Mari duduk Mas," sapa wanita muda itu dengan ramah. Sapaan itu membuyarkan lamunan Pak Lunjak. "Eh, iya Mbak," ucapnya. "Mau kerja ke Malaysia?" tanya wanita muda itu. "Sudah tahu syarat-syaratnya?" tanya lagi wanita muda itu. "Belum Mbak, Saya belum tahu apa-apa," jawab Pak Lunjak dengan lugu. "Untuk kerja ke Malaysia syaratnya KTP, bisa bahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani, dan membayar uang Rp2 juta," wanita muda itu menjelaskan. Mendengar syarat-syarat itu, Pak Lunjak terperanjat. Terperanjat bukan karena soal KTP dan bisa bahasa Indonesia, namun uang Rp2 juta. Ia berpikir lahan sebagaian yang dijualnya itu hanya laku Rp5 juta. Digunakan untuk membayar utang ke Nyai Renten Rp2 juta. Kalau dirinya untuk pergi ke Malaysia dengan membayar uang Rp2 juta, apa cukup untuk istrinya hanya Rp1 juta.
Melihat Pak Lunjak bingung, orang yang tadi menghantar diriya ke Perusahaan Pengirim TKI Wani Cepet itu mengatakan, "Itu sudah murah Mas. Lainnya bisa sampai Rp4 juta." Mendapat kabar seperti itu, pikiran Pak Lunjak mulai tenang kembali. "Langsung daftar saja Mas, yang antri sudah banyak," ucap orang itu lagi. Lontaran orang itu dikuatkan oleh wanita muda penjaga ruko, "Iya Mas. Perusahaan Kami sudah berpengalaman mengirim TKI ke Malaysia." "Diantara perusahaan pengirim TKI yang ada di kota ini, Wani Cepet paling cepat memberangkatkan. Jadi tempat Kami tidak memiliki penampungan," tambahnya. Mendapat provokasi dan rayuan bertubi-tubi membuat luluh hati Pak Lunjak. Ia pun menyanggupi syarat-syarat itu. Diserahkanlah uang Rp2 juta itu kepada wanita muda itu. Melihat Pak Lunjak menyerahkan uang, orang yang menghantarkan itu nampak kegirangan. Ia berpikir akan mendapat komisi yang lumayan untuk bisa makan dan minum. "Bisa saya pinjam KTP untuk di-foto copy" ujar wanita muda itu kepada Pak Lunjak. "O bisa Mbak," jawab Pak Lunjak sambil merogoh dompetnya yang biasa untuk menyimpan KTP. KTP yang sudah usang itu diserahkan ke wanita muda. Dan wanita muda itu menyerahkan KTP itu kepada salah satu rekannya untuk di-foto copy di Toko Liong milik Ahong.
Wanita muda itu selanjutnya memberi kode pada pria penghantar untuk mendekat. Ia pun membisikan sesuatu kepada pria penghantar. Mendapat bisikan, pria itu tersenyum. Dan mewakili wanita muda, ia mengatakan, "Mas tiga hari kembali ke sini ya untuk berangkat bersama TKI yang lain ke Malaysia." Mendapat pemberitahuan seperti itu, Pak Lunjak kegirangan. "Siap Mbak, tiga hari lagi Saya pasti akan datang ke sini," ujarnya.
Selang tak lama, rekan wanita muda itu telah kembali dari Toko Liong, dan KTP Pak Lunjak pun diserahkan kembali. "Baik Mbak dan Mas kalau begitu Saya pulang dulu untuk siap-siap membawa perlengkapan," ujarnya sambil memasukan KTP itu ke dompetnya. "Silahkan Mas, hati-hati," ujar wanita muda itu dengan ramah.
Setelah Pak Lunjak menghilang ditelan keramaian, pria penghantar itu dengan serta merta berujar, "Mana komisi Saya." "Iya, iya, buru-buru banget sih," ujar wanita muda itu. "Dihitung saja belum," tambahnya dengan sedikit sewot. Dengan cekatan wanita muda itu menghitung kembali uang yang disetor Pak Lunjak. "Ya pas Rp2 juta," ucapnya. Kemudian ia menarik beberapa lembar uang itu dan menyerahkan kepada pria penghantar. "Asyiiik," ujar pria penghantar itu. Serta merta dan tanpa basa-basi serta pamit, ia meninggalkan wanita muda itu dan berjalan menuju arah pasar. "Dasar calo," wanita muda itu menggumam atas kejengkelan kepada pria itu yang dirasa tak tahu diri dan sopan santun.
***
Jam menunjukan pukul 15.00 WIB ketika Pak Lunjak tiba kembali di rumahnya. Dilihatnya istrinya sedang memandikan Trengginas. Melihat suaminya datang, istrinya segera menyapa, "Gimana Mas hasilnya." Mendapat pertanyaan seperti itu, dengan ogah-ogahan Pak Lunjak menjawab seadanya, "Biasa saja." "Biasa gimana to?" tanya istrinya. "Ya biasa, saja. Aku dapat duit dari Pak Cutik Rp5 juta. Rp2 juta buat Aku bayar utang ke Nyai Renten. Rp2 juta buat biaya cari kerja ke Malaysia. Sisanya Rp1 juta buat Kamu," Pak Lunjak menjelaskan. "Hah?! Cuma segitu," ujar istrinya dengan keheranan. "Memang cukup buat Aku dan Trengginas selama Kamu pergi ke Malaysia?" lagi istrinya menanyakan. "Cukup nggak cukup ya cuma segitu," ucap Pak Lunjak sambil masuk kamar.
Dari kamar terdengar suara deritan lemari. Lemari pun itu dikorek-korek. Pak Lunjak mencari tas yang biasa ia gunakan bila bepergian jauh. Setelah tas itu ditemukan, dibersihkannya dengan kain bekas yang biasa digunakan untuk membersihkan cermin. Setelah bersih dimasukan beberapa baju, celana pendek dan panjang, serta sarung. Penuh sudah tas yang tidak terlalu besar itu. Tas itulah yang akan menyertai dirinya pergi ke Malaysia.
"Saya tiga hari lagi berangkat ke Malaysia," ujarnya kepada istrinya yang tengah menyusui Trengginas. Pernyataan itu tak membuat istrinya kaget, justru ia ingin segera suaminya itu pergi ke Malaysia agar bisa sesegera mungkin untuk mengirim uang. Selama ini kehidupan mereka di bawah kecukupan sehingga sering utang sana-sini. "Ya sudah, mudah-mudahan Kamu cepat bekerja dan segera mengirim uang," kata istrinya.
Dengan tak menghiraukan harapan istrinya, Pak Lunjak menuju kamar mandi yang berada di samping rumah. Suara deritan roda penarik timba dari sumur terdengar ke dalam rumah ketika Pak Lunjak hendak mengisi bak mandi yang sudah lumutan itu. Setelah sepuluh kali menimba air dari sumur, bak mandi itu penuh. Tak lama kemudian terdengar suara byur, byur, byur, yang menandakan Pak Lunjak sedang membasuh badannya dengan air bening itu. Setelah mengosok badan dengan sabun mandi yang dibeli di Warung Mamik, terdengar kembali suara byur, byur, byur, suara air tumpah itu menandakan bahwa Pak Lunjak sedang membilas tubuh dari busa sabun mandi. Beberapa saat kemudian, diambilnya handuk yang diletakkan di pintu kamar mandi. Dikeringkannya badan yang penuh air dengan handuk yang sudah usang dan berwarna kumal. Dengan mengenakan sarung, Pak Lunjak keluar kamar mandi dan langsung menuju kamar. Istrinya heran setelah suaminya masuk kamar tak terdengar suara apapun dari kamar itu. Ditengoknya kamar itu, eh ternyata suaminya langsung tidur. Dengan wajah sedikit kesal, kain penutup kamar itu dihempaskan dari tangannya.