Selepas makan, Trengginas diantar keluar rumah oleh Aling dan di depan rumah, Kepul sudah duduk di sepeda motor yang digunakan untuk mengantar. Trengginas pun duduk di belakang kepul. Setelah dirasa aman, Kepul pun menjalankan sepeda motor itu. Lambaian tangan Trengginas menandakan perpisahan dengan Aling.
***
Malam minggu, Kical, Klepon, Solebo, dan Trengginas ingin tidur di rumah Aling. Rencana itu sangat mungkin sebab papa dan mamanya Aling sedang pergi ke Singkawang, Kalimantan Barat, mengunjungi saudara. Aling pun setuju. "Iya, boleh-boleh saja, papa dan mamaku pergi ke tempat Koh Mbing, di Singkawang. Aku nggak ikut karena sudah sering ke sana," kata Aling kepada keempat temannya itu.
Mereka berlima mempunyai rencana hendak ke pasar malam yang lagi buka di lapangan kecamatan. Tentu kalau minta ijin kepada orangtua mereka pasti tidak akan diberi ijin, untuk itu mereka mencuri-curi waktu yang ada biar bisa pergi ke sana.
Pada malam minggu, mereka sudah di rumah Aling. Apho sudah tidur. Apho tidur lebih awal sebab tadi sore ia baru pulang dari Suhu Ho. Di tempat Suhu Ho, Apho melakukan terapi tusuk jarum untuk menyembuhkan penyakit degeneratifnya. Ia disarankan oleh Suhu Ho agar banyak-banyak istirahat. Nasehat Suhu Ho itu dipatuhi oleh Apho sehingga sejak sore ia sudah tidur.
Ketika Apho sudah tidur, Aling meminta kunci pintu rumah kepada Kepul. "Jangan bilang sama papa dan mama Aku pergi ke pasar malam ya," hardik Aling kepada Kepul. Kepul tidak menjawab hanya diam. Sebagai anak juragan, Kepul tidak mau bertindak macam-macam, ia hanya diam dan melaksanakan perintah saja bila majikan dan anaknya menyuruh. Sebagai orang yang mencari pekerjaan kepada keluarganya Aling, yang ia tahu bekerja sebaik-baiknya dan mendapat uang yang bisa menghidupi anak dan istrinya.
Dengan mengendap-ngendap, kelima bocah itu berjalan menuju ke arah pintu gerbang rumah. Saat hendak menuju ke pintu gerbang mereka dikejutkan oleh suara gonggongan yang sangat keras, "Huk, huk, huk, huk." Mendengar gonggongan itu kecuali Aling semuanya berteriak dan berlari ke arah dinding, "Waaaa." Menghadapi yang demikian, Aling berteriak kepada anjing hitam dan besar itu, "Hus, hus, blacky, blacky." Dihalaunya anjing itu masuk kandang. Karena sudah akrab dengan Aling, anjing itu menuruti perintah. Begitu anjing masuk kandang, segera pintu kandang blacky digembok sehingga anjing itu tidak bisa keluar.
Kelima bocah itu pun menarik nafas lega, "Wusss." Mereka melanjutkan jalan menuju pintu gerbang rumah. Dibuka pintu itu dan mereka keluar, pintu pun digembok lagi. Malam itu jalan menuju lapangan kecamatan nampak padat, orang-orang berduyun-duyun menuju ke tempat yang sama.
Di sepanjang jalan sudah terlihat banyak orang berjualan tahu petis, putu, dan kacang goreng. Begitu tiba di lapangan kecamatan, suasana sangat ramai. Di sana ada banyak orang berjualan mainan, makanan, pakaian, dan berbagai macam permainan seperti komedi putar, kincir angin, kereta mobil, tong setan, bola maut, rumah hantu, ombang-ambing, kora-kora, dan musik dangdut Orkes Melayu Puspa Nada.
Mereka berlima dengan berdesak-desakan dengan pengunjung lain mengeliling seluruh pasar malam. Semua hal dilihatnya, dari mainan hingga orang jualan obat dengan bermain sulap. Mereka pun bersuka cita ketika melihat komedi putar yang sedang berputar atau ombang-ambing yang sedang mengayun-ayunkan orang yang menaiki. Meski demikian mereka kurang tertarik untuk mencoba permainan itu.
Saat mereka melintas di depan musik dangdut Orkes Melayu Puspa Nada, banyak laki-laki berdiri dan berkerumun di tempat itu. Mereka hendak menonton musik asli Indonesia itu. Para lelaki itu antusias ingin menonton sebab penjaga karcisnya berteriak-teriak menawarkan pertunjukan dengan mengatakan,"Ayo nonton-nonton ada pertunjukan striptease-nya." "Dijamin kencang otot-otot Anda," ujar penjaga karcis itu sambil menggoda. Mendengar teriakan itu, Solebo berujar,"Nonton yuk." Mendengar ucapan Solebo, keempat bocah lainnya hanya meringis. "Jangan nanti nggak boleh sama penjaganya, kan Kita masih kecil," kata Kicak. "Nggak mungkin, penjaga karcis yang dilihat bukan orang kecil atau orang besar tetapi mempunyai karcis atau tidak. Kalau punya karcis pasti boleh masuk," Solebo menjelaskan.