Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Gigolo

5 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:48 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tas yang dibawa oleh suaminya itu kemudian dibawa istri Pak Lunjak dan secara serentak pasangan hidup yang telah lama berpisah itu menuju ke dalam rumah. "Trengginas mana?" tanya Pak Lunjak begitu sampai di ruang tengah rumah itu. "Biasa jam segini masih tidur," jawabnya. "Kan dia belum sekolah," tambahnya. "Ya sudah kalau begitu. Tolong aku dibuatkan teh manis," timpal Pak Lunjak. Dengan segera istrinya pun menuju ke dapur membuat teh manis, tak lama kemudian teh manis yang telah dibuat itu disuguhkan kepada suaminya.

"Keadaan kamu bagaimana Bu," tanya Pak Lunjak kepada istrinya sambil meneguk teh manis itu. "Ya beginilah Pak, Saya hidup seadanya, untung kakek dan nenek Trengginas membantu mengasuh anak Kita," jawabnya. "Sekarang anak Kita mulai wajib sekolah sehingga Saya menyuruh Bapak pulang agar lebih memperhatikan dia," tambahnya. "Minggu depan SD Inpres Desa Gunung Siji mulai membuka pendaftaran murid baru, jadi tolong dia diantar ke sekolah itu dan didaftarkan masuk sekolah," ujar istrinya yang duduk di depannya itu.

"Saya pikir uang yang dibawa dari Malaysia cukup untuk membayar biaya pendaftaran dan membeli baju sekolah, buku, dan perlengkapan lainnya," ujar istrinya. Mendengar soal biaya pendaftaran, baju sekolah, buku, dan perlengkapan lainnya, Pak Lunjak menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa uang yang dibawa dari negeri jiran itu tidak banyak. Separuhnya sudah habis buat biaya perjalanan pulang ke kampung halaman dan sisanya buat menyambung hidup dengan anak dan istri, sehingga ia tidak menjawab soal biaya-biaya sekolah itu. "Ya, minggu depan Aku antar anak kita daftar di sekolah, ujarnya dengan nada yang tidak bersemangat.

Mendengar suara orang bercakap-cakap, Trengginas pun keluar dari kamar tidur, begitu berada di ruang tengah, ia langsung mendekat ke ibunya. Ia hanya melongo ketika melihat seorang laki-laki berada di ruang itu. Istri Pak Lunjak langsung berujar, "Ini Bapakmu Nak." Mendengar ujaran yang demikian, Trengginas masih diam dan menahan kantuknya. Pak Lunjak pun juga sama mengatakan, "Iya Nak aku Bapakmu." "Sini sama Bapak," ujarnya lagi. Meski demikian, Trengginas masih malu-malu.

Trengginas kurang paham dengan siapa bapaknya karena ketika Pak Lunjak pergi ke Malaysia dirinya masih kecil sehingga wajar bila ia belum tahu wajah bapaknya. Setelah beberapa hari dan setiap saat telah bertemu dengan bapaknya, akhirnya Trengginas mulai menerima kehadirannya. Ia mulai mau ketika dipangku atau dibelai bapaknya.

***

Pagi itu Trengginas bangun lebih awal. Setelah melipat selimut sarungnya yang sudah kumal, ia bergegas menuju ke sumur yang berada di samping rumah. Diisi bak mandi yang penuh lumut itu dengan sepuluh kali kerek air yang ditimba. Setelah bak mandi penuh, ia masuk ke dalam kamar mandi yang beratap triplek. "Byur, byur, byur," begitu bunyi air yang membilas dan membasuh tubuhnya yang penuh keringat. Setelah tubuhnya basah, ia segera menggosok dengan sabun mandi yang mulai menipis, karena sudah tipis maka busa dari sabun mandi itu tidak menggelembung. Ia tidak peduli ketika sabun mandi yang digosokkan di tubuh tidak berbusa dan tidak merata. Kemudian ia membasuh kembali tubuhnya yang sudah digosok dengan sabun mandi ala kadarnya. "Byur-byur, byur," air sumur itu telah mengusir busa yang ada di tubuh gendut dan tambun itu.

Hanya beberapa basuhan tubuh Trengginas sudah bersih dari busa sabun mandi, ya jelas cepat bersih dari busa sabun mandi sebab busanya tidak banyak. Diambillah handuk yang sudah mulai bolong dan dilingkarkan kepada badan dan digerak-gerak. Air yang menempel di tubuhnya pun mulai kering. Setelah memakai celana pendek, ia keluar dari kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, dirinya melihat bapaknya juga sudah siap-siap mandi.

Dengan sedikit berlari ia menuju kamar. Di dalam kamar ia segera memakai baju yang dibelinya saat lebaran. Ia berpakaian rapi karena ia mau mendaftarkan masuk sekolah. Selepas Pak Lunjak mandi, ia pun segera memakai pakaian yang dirasa paling bagus. Ia akan mengantar anaknya ke SD Inpres Gunung Siji untuk mendaftarkan anaknya.

Setelah semuanya rapi, bapak dan anak itu akhirnya meninggalkan rumah menuju jalan besar. Ia menunggu angkutan kota-desa yang rutenya melewati SD Inpres Gunung Siji. Tak selang lama, angkutan kota-desa itu lewat. Dengan segera bapak dan anak itu naik angkutan kota-desa itu. Di dalam angkutan, Pak Lunjak melihat beberapa orangtua terlihat bersama dengan anak seumur Trengginas. Pak Lunjak berpikir bahwa mereka juga akan mendaftarkan anaknya sekolah.

Begitu hampir melewati SD Inpres Gunung Siji, salah seorang diantara mereka berteriak, "Stop, stop." Begitu mendengar teriakan stop, sopir angkutan segera menepi. Setelah membayar ongkos, para orang tua yang membawa anaknya itu turun dari angkutan dan menuju ke sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun