"Pak Cecep, bisa kita ke jalan Mawar dulu gak?" Tanya Via pada supir nya.
Pak Cecep lalu mengangguk. "Baik, Non," ucap Pak Cecep mulai membelokkan mobil untuk menuju jalan Mawar, sesuai dengan apa yang diperintahkan bos kecil nya ini.
Via menghela napas. Ia rindu sekali pada Ibu nya. Maka dari itu, sekarang Via berniat untuk menuju rumahnya. Rumah yang sederhana tapi penuh kebahagiaan. Tidak seperti di rumah Selvia yang megah, tapi terlalu banyak hal pahit di dalam nya.
Beberapa menit berlalu, Pak Cecep menginjak rem mobil saat Via berkata untuk berhenti.Â
Bukannya langsung turun, Via malah diam cukup lama. Memerhatikan rumah yang nampak sepi itu.
"Pak Cecep, tunggu Via sebentar ya?"
"Baik, Non."
Via turun dan melangkah dengan perlahan. Mata nya berkaca mengingat banyak kenangan yang ada di rumah ini. Terutama kenangannya saat bersama Ibu nya.
Pasti beliau sangat sedih atas kematian Via.Â
"Siapa, ya?" Tanya seorang perempuan paruh baya yang baru saja membuka pintu.
Air mata Via jatuh membasahi pipinya. "Ibu," ucap Via lalu memeluk Dian- Ibu nya.