"Selamat pagi," ucap seseorang yang baru saja datang.
Dan Via sangat berterimakasih pada nya. Karena jika saja seseorang tidak datang, mungkin pipi Via akan memerah karena sebuah tamparan.
"Pagi, Dok," balas Via tersenyum ramah. Dalam hatinya ia mengucap banyak syukur.
"Saya periksa dulu, ya," kata dokter yang sudah siap dengan stetoskop nya itu.Â
"Emm, Dok. Apa anak saya ini mengalami lupa ingatan?"Â
"Seperti nya tidak, Pak Wira. Tidak ada hasil lab yang menunjukkan kalau anak bapak ini mengalami lupa ingatan," jelas dokter tersebut berhasil menjawab rasa penasaran Wira. Tapi tetap saja, masih ada yang mengganjal di pikiran Wira. Kenapa anaknya bertanya seperti itu tadi?
Mata Via terbuka lebar, menatap takjub ke arah rumah yang begitu megah di hadapan nya ini. Ada taman dengan berbagai tanaman dan bunga, terlihat sejuk. Ah, rasa nya Via ingin menganggap ini suatu keberuntungan. Ya, menjadi Selvia sepertinya cukup menyenangkan.Â
Namun baru beberapa saat melangkah masuk, pandangan Via berubah. Menjadi Selvia, ternyata penuh luka.
"Bagus kamu sudah pulang. Sana bantu Bi Inah di dapur. Kerja dia lama, perlu bantuan kamu," ucap seorang wanita saat baru saja Via melangkah masuk.
"Tapi kan Via baru saja pulang. Via mau istirahat dulu di kamar, kepala Via juga pusing." Via tidak berbohong. Lagipula pikir saja sendiri, baru saja Via ini mengalami koma karena kecelakaan. Memang sepertinya ada yang tidak beres di keluarga ini.
Wanita itu mendekat ke arah Via dengan wajah sinisnya. "Biar saya kasih tau, jadi orang itu jangan lemah!"