Pundak Via melorot. Ia yakin itu tidak akan mudah. Apalagi bahkan Selvia saja tidak tahu seperti apa anak laki-laki itu sekarang. Sulit sekali pasti untuk menemukannya.
"Dia punya semua bukti rekaman saat Serly terjatuh karena terpeleset. Dan bukan karena aku dorong."Â
"Tapi..." Wajah Via berubah menjadi tertekuk.
Tapi tangan Selvia tiba-tiba menggenggam tangannya yang sedang bergerak-gerak tidak menentu. "Tolong, Via. Kamu dan aku harus kembali. Dengan tenang."
Via menutup matanya kuat. Berpikir keras untuk menentukan apakah ia akan menolong Selvia atau tidak. Sebelum akhirnya, tak berapa lama ia mengangguk yakin.
"Baiklah."
Selvia tersenyum senang. Ia lalu mendekat dan membisikkan sesuatu pada Via. "Kalau ingin temui aku, tidurlah dan bermimpi, Via."
Napas Via tersengal hebat. Posisinya berubah begitu cepat. Dari yang semula tertidur menjadi duduk. Ia lalu menatap sekelilingnya. Mimpi aneh apa tadi?Â
"Enggak, enggak. Gak mungkin. Itu cuma mimpi. Itu bukan kenyataan." Via panik sendiri. Terlalu ngeri membayangkan bahwa mimpi nya tadi adalah sebuah kenyataan.
Namun entah kenapa ada dari sebagian hati nya yang percaya bahwa itu semua adalah sebuah kenyataan. Dan karena ingin menuntaskan rasa penasarannya, ia berdiri dari ranjang seraya mendorong infus yang masih terpasang di tangannya. Ia lalu menunduk, berniat membaca nama yang ada di samping ranjang nya ini.
Dan di sana tertulis: