Di saat bersamaan, Sita semakin jarang melihat Reikhi dan Raisya jalan berdua.
“Apa ada masalah dengan mereka?”, pikir Sita. Sita merenggutkan dahi, tak di pungkiri hati Sita tersenyum.
“Aahh Sita, pikiran elo jahat sekali”, Sita bermonolog.
“Biarin”, Sita tersenyum.
-------
Hari berganti, malam itu, tepat jam 12.30 dini hari, Reikhi menelepon Sita padahal Sita udah siap menyarungkan selimut tidur.
Call.
Sita melihat layar hp, ‘Reikhi’, ngapain nih anak malam-malam telepon.
“Sit, Sit”, suara Reikhi tersendat-sendat oleh tangisan.
Sita kaget, menegakkan badan di pinggir kasur.
“Reik, kamu kenapa Reik?”, Sita bertanya bingung.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!