“Iya Raisya, gue ngomongin elo tadi. Beberapa hari lalu, di sini, elo melintas di samping gue dan gue masih inget detil elo, berkesan gitu”, muka Reikhi tak lagi merah tapi membiru, malu level akut.
“Eh elo nggak ngebayangin gue macem-macem kan?, Raisya membelalak. Tepatnya membelalak manja.
“Galak bener, kagak Raisya cantik”, ups, Reikhi keceplosan kata cantik belum juga 5 menit kenal. Playboy cap salonpas, panasnya express. Reikhi menunduk malu.
Sepi menyergap keduanya, sekeliling meja masih riuh oleh celoteh mahasiswa-mahasiswi yang kelaparan.
“Kok bisa elo ngomong gue cantik? Kenal gue juga baru 5 menit”
“Hehe, nggak tau juga ya, yang jelas yang ngomong bukan mulut gue, tapi hati gue”, ohh, Reikhi keceplosan untuk kesekian kalinya.
“Haduh apa-apan si Reikhi nih, baru kenal sok-sok-an pakai kata hati pula”, Reikhi bermonolog.
Bermonolog sembari menggaruk kepala. Menggaruk kepala padahal nggak gatal itu adalah salah sintom klasik orang panik atau gelisah atau bingung.
“Hati?”, Raisya bertanya malu.
Sunyi.
Reikhi memberanikan diri, “kayaknya gue pengen kenal elo lebih dekat Rais, kalo elo nggak keberatan”.