“Gandhi Pah, Gandhi Pah”, Mama mulai mengejan tak sabar.
“Maksudnya, Mamah nangis gara-gara hanya lihat berita Gandhi? Nangis hanya karena ingin anak kita nanti di beri nama Gandhi”
“Iya”, jawab Mama datar.
Papa menepuk jidatnya, jengkel, “OHH MAMAAAHHHHHHH, kirain ada apa. Nggak usah pakai nangis aja kenapa sih?”.
“Oo Mamahku sayangg (sambil mencubit gemas pipi Mama), mau di kasih nama apa aja asal baik Papa setuju kok Mah”.
“Makasih Papahku tersayang”
Akhirnya, sore itu Papa dan Mama mengikat ikrar di saksikan senja yang basah kuyup karena kehujanan. Sambil mengelus perut Mama, Papa berkata, “anakku, kelak kau akan kuberi nama Reikhi Putra Gandhi”.
“Itu Reikhi untuk cowok atau cewek Pah?”
“Sama aja Mamah, cowok atau cewek cocok kok”
Keduanya berpelukan mesra. Bukan kemesraan yang membara, kemesraan yang sunyi karena dua pasang manusia ini tahu kemesraan sejati itu adalah kemesraan dua hati. Dan kemesraan dua hati tak perlu lagi visual, tak perlu lagi kata-kata mesra, tak perlu lagi, tak perlu lagi.
Kemesraan sejati adalah kemesraan dua hati yang telah tertautkan dan teruji oleh tangis, air mata, kegembiraan serta kesedihan.