Zara menatapnya ragu, matanya berkaca-kaca.
"Tapi mimpiku masih sama, Daf..." jawab Zara.
"Ya, dan kamu tidak perlu mengubahnya. Biar aku yang berubah untukmu," Dafa menggenggam tangan Zara lembut.
"Kali ini aku ingin tumbuh bersamamu. Kita bisa membangun sesuatu yang lebih baik, lebih dewasa," lanjut Dafa.
Dengan senyum kecil dan setetes air mata, Zara mengangguk. "Baiklah, kita mulai lagi dari awal."
Dafa tersenyum lega, dan Zara melihat janji akan masa depan yang berbeda, sebuah awal baru dimana mereka bisa tumbuh bersama dan saling mendukung tanpa harus kehilangan jati diri masing-masing.
Mereka menghabiskan sisa sore itu dengan berbincang, tertawa, dan berbagi cerita. Ada kenyamanan yang familiar, tapi juga ada sesuatu yang baru, sebuah pemahaman dan penghargaan yang lebih dalam terhadap satu sama lain.
Dalam bulan-bulan berikutnya, Zara dan Dafa mulai membangun kembali hubungan mereka, kali ini dengan pondasi yang lebih kuat. Mereka saling mendukung dalam karir masing-masing. Zara dengan seninya yang mulai diakui secara internasional, dan Dafa dengan proyeknya di dunia teknologi.
Zara mulai melakukan perjalanan bolak-balik antara Jakarta dan New York, membawa seni Indonesia ke panggung internasional. Setiap kali ia kembali ke Jakarta, ia selalu meluangkan waktu untuk bertemu Dafa, berbagi cerita tentang pengalamannya di luar negeri.
Suatu hari, saat Zara sedang mempersiapkan pameran tunggalnya yang pertama di Jakarta, Dafa datang ke studionya untuk membantu.
"Ra, aku punya sesuatu untukmu," ucap Dafa sembari memberikan sebuah kotak kecil.