"Oke," jawab Zara pelan.
Keesokan harinya, Zara menemui Dafa di taman. Mereka duduk dalam diam untuk beberapa saat, sampai akhirnya Zara memberanikan diri untuk berbicara.
"Daf, aku sadar aku telah mengabaikanmu dan hubungan kita. Aku terlalu fokus pada impianku dan lupa bahwa kamu adalah bagian penting dalam hidupku," Zara memulai.
Dafa menatap Zara, ekspresinya campuran antara sedih dan pengertian.
"Aku mengerti ini kesempatan besar untukmu, Ra. Aku juga ingin mendukungmu, sungguh. Tapi... aku juga ingin dianggap dalam hubungan ini," ungkap Dafa.
Zara mengangguk, air matanya mulai jatuh. "Aku tahu. Aku akan berusaha lebih baik, Daf. Aku janji akan meluangkan lebih banyak waktu untukmu, untuk kita."
"Tapi bagaimana saat kamu pergi ke New York nanti?" tanya Dafa, menyuarakan kekhawatiran yang selama ini ia pendam.
Zara terdiam sejenak. Ia belum benar-benar memikirkan hal itu. "Aku... aku tidak tahu, Daf. Tapi aku tidak ingin kehilanganmu. Bisakah kita mencoba menjalaninya dulu?"
Dafa terlihat ragu. "Entahlah, Ra. Kurasa itu sulit"
"Aku tahu. Tapi kita bisa mencobanya, kan? Aku janji akan berusaha lebih keras untuk hubungan kita," Zara memohon, menggenggam tangan Dafa.
Dafa menatap Zara lama, sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Hmm, baiklah. Kita bisa mencobanya."