Mendengar kabar ini, Dafa langsung mengatur jadwalnya agar bisa menemani Zara. Ini akan jadi kali pertama Dafa mengunjungi kota yang sering diceritakan kekasihnya itu.
Mereka tiba di New York seminggu sebelum pembukaan pameran. Sambil membantu persiapan akhir, Zara dengan antusias mengenalkan Dafa pada tempat-tempat favoritnya di kota ini.
Malam pembukaan pameran akhirnya tiba, galeri dipenuhi kolektor seni dan kritikus terkemuka. Karya-karya Zara mendapat sambutan luar biasa. Para tamu terpukau dengan cara Zara menggabungkan elemen tradisional Indonesia dengan gaya modern khas New York. Suasana malam itu dipenuhi dengan pujian, menciptakan momen yang tak terlupakan bagi Zara.
Setelah semua kegembiraan itu, Zara dan Dafa memutuskan untuk merayakan kesuksesan pameran dengan cara yang sederhana namun bermakna. Mereka berjalan-jalan di Central Park, tempat yang selama ini hanya Dafa dengar dari cerita-cerita Zara. Salju tipis mulai turun, membuat suasana menjadi damai dan menambah keindahan malam mereka.
"Ra," Dafa memulai, suaranya sedikit gemetar.
"Dulu aku kehilanganmu karena kebodohanku sendiri. Kita sudah melalui banyak hal, terpisah, tapi takdir membawa kita kembali bersama. Sekarang, setelah semua yang kita lalui, aku merasa lebih yakin dari sebelumnya." ungkap Dafa.
Dafa kemudian berlutut di hadapan Zara, mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.
"Kali ini, izinkan aku memilikimu selamanya. Zara, maukah kamu menikah denganku? Menjadi pasangan hidupku dan membangun masa depan bersama?" Dafa menatap Zara dengan penuh harap.
Air mata menggenang di mata Zara. Ia menatap Dafa, pria yang telah menjadi bagian penting dalam perjalanan hidupnya.
"Ya, Daf. Ya, aku mau," jawab Zara dengan suara bergetar penuh kebahagiaan.
Mereka berpelukan erat, dengan latar belakang kota New York yang gemerlap dan butiran salju yang lembut jatuh di sekeliling mereka.