Zara mengangguk ragu. "I-iya, itu sketsa yang saya buat saat istirahat tadi."
Adrian mengamati sketsa itu dengan seksama. "Ini luar biasa. Kau punya bakat alami, Zara."
Wajah Zara memerah karena pujian itu. "Terima kasih, Pak."
"Dengar," Adrian mengatakan dengan serius. "Saya sedang mencari bakat-bakat muda untuk program seni di New York. Bagaimana kalau kau ikut seleksinya?"
Zara terkejut. Ini adalah kesempatan yang bahkan tak pernah ia impikan. Namun, sebelum ia bisa menjawab, Ibu Rina sudah kembali ke galeri.
"Ah, Adrian! Maaf membuatmu menunggu," sapa Ibu Rina.
Sementara Ibu Rina dan Adrian berbincang, pikiran Zara berkecamuk. Ia merasa ragu, namun juga bersemangat dengan kesempatan yang diberikan.
Setelah beberapa saat, percakapan antara Adrian dan Ibu Rina pun berakhir, lalu Adrian kembali menghampiri Zara dengan senyum di wajahnya.
"Jadi, bagaimana, Zara? Tertarik untuk ikut seleksi program seni di New York?" tanya Adrian dengan senyum ramah.
Zara masih ragu, tapi ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini begitu saja. "Saya... saya sangat tertarik, Pak. Tapi saya masih sekolah dan..."
"Ah, aku mengerti," potong Adrian.