Mereka berpelukan erat, keduanya sadar bahwa perjalanan ke depan tidak akan mudah. Namun, untuk saat ini, mereka memutuskan untuk fokus pada waktu yang tersisa sebelum Zara berangkat ke New York.
Mereka berpelukan erat, menyadari bahwa perjalanan ke depan tidak akan mudah. Namun, untuk saat ini, mereka memutuskan untuk fokus pada waktu yang tersisa sebelum Zara berangkat ke New York.
Dalam minggu-minggu berikutnya, Zara berusaha keras menyeimbangkan waktunya antara persiapan ujian akhir SMA, program mentoring, dan hubungannya dengan Dafa. Ujian akhir menjadi tantangan tersendiri baginya, tetapi ia bertekad untuk lulus dengan baik.
Setelah berjuang keras, Zara berhasil meraih nilai yang memuaskan, dan pencapaian ini membuatnya orang tuanya bangga.
Akhirnya, hari kelulusan pun tiba. Zara mengenakan toga dengan bangga saat namanya dipanggil untuk menerima ijazah.
Di antara kerumunan teman-temannya, Zara melihat orang tuanya yang berdiri di barisan depan, wajah mereka dipenuhi kebanggaan dan haru. Dafa, yang sudah lebih dulu melangkah maju untuk menerima ijazahnya, kini berdiri di samping orang tua Zara, turut memberikan kehangatan di momen berharga ini.
Usai menerima ijazah, orang tuanya memberi ucapan selamat lalu berfoto bersama, tetapi setelah beberapa saat, mereka harus pulang lebih awal karena ada keperluan bisnis yang tidak bisa ditunda.
Setelah orang tuanya pergi, Zara dan Dafa memutuskan untuk merayakan kelulusan di taman favorit mereka. Di bawah pohon rindang, mereka duduk di bangku sambil berbagi cerita tentang masa depan. Suasana ceria dan penuh harapan mengelilingi mereka, membuat momen itu semakin berkesan.
Dengan semangat baru, ia kembali fokus pada persiapan untuk New York. Hari-hari berikutnya ia gunakan untuk mengurus paspor dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
Namun, di tengah semua persiapan itu, suatu malam, saat sedang video call dengan Dafa, Zara mengungkapkan kekhawatirannya.
"Daf, aku... aku takut," ungkap Zara.
Dafa mengerutkan kening. "Takut kenapa, Ra?"