Dengan berat hati, Zara melangkah menuju gerbang keberangkatan. Ia menoleh sekali lagi, melambaikan tangan pada orang-orang yang dicintainya, sebelum akhirnya melangkah menuju petualangan barunya di New York.
Di pesawat, Zara memandang keluar jendela, perasaannya campur aduk antara gugup dan bersemangat. Ia tahu perjalanannya masih panjang, tapi ia siap menghadapi tantangan apa pun yang menanti di depan.
"Petualangan sebenarnya baru dimulai," gumamnya pelan, sambil tersenyum optimis.
Setelah penerbangan panjang, Zara akhirnya tiba di New York. Kota itu menyambutnya dengan hiruk pikuk dan gedung-gedung pencakar langit yang memukau. Meskipun lelah, Zara tidak bisa menyembunyikan rasa takjubnya.
Hari-hari pertama Zara dipenuhi dengan orientasi dan perkenalan. Ia bertemu dengan mentor-mentornya, sesama peserta program, dan mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Apartemen kecil yang menjadi tempat tinggalnya selama program perlahan-lahan mulai terasa seperti rumah.
Minggu-minggu berlalu, dan Zara mulai tenggelam dalam rutinitas barunya. Workshop dan proyek-proyek seni mengisi hari-harinya. Ia belajar teknik-teknik baru, bereksperimen dengan berbagai media, dan mulai menemukan gaya artistiknya sendiri.
Namun, di tengah kesibukannya, Zara tetap berusaha menjaga komunikasi dengan Dafa. Mereka rutin video call, berbagi cerita tentang hari-hari mereka. Meski begitu, perbedaan waktu dan jadwal yang padat terkadang membuat komunikasi mereka terasa sulit.
Suatu malam, setelah menyelesaikan sebuah proyek besar, Zara menelepon Dafa dengan penuh semangat.
"Daf! Kamu tidak akan percaya ini. Lukisanku terpilih untuk dipamerkan di galeri lokal!" seru Zara antusias.
"Aku senang mendengarnya! Kamu memang pantas mendapatkan semua ini." balas Dafa, terdengar bangga.
Zara mulai bercerita panjang lebar tentang proyeknya, tapi kemudian ia menyadari sesuatu. "Oh, maaf Daf. Aku terlalu bersemangat. Bagaimana harimu?"