Ni Sariah kemudian mencuci tangannya. Dan jamur tersebut dibuang oleh Larasati.Â
"Buka puasanya 10 menit lagi. Laras mau ke warung dulu ya, Pak."Â
Ki Nanang mengangguk.
"Loh, Mbah! Jamurnya kok, dibuang!" seru Pak Asep. Dia sedikit kecewa karena jamur yang dicabut untuk Ni Sariah dibuang.Â
"Kata Laras, itu jamur racun. Makanya dibuang, Pak Asep." Ni Sariah berdiri di ambang pintu dapur sambil melihat jamur yang dibuang menantu perempuannya tadi.
"Enak itu! Saya pernah makannya nggak beracun, kok!"Â
Karena mendengar hasutan tetangganya, Ni Sariah memunguti kembali jamur yang sudah berhamburan di tanah. Dia memasukkan ke wadah kemudian dicuci. Setelah dicuci perempuan itu mengupas bawang merah dan bawang putih untuk menumis jamur tersebut.Â
Tak dinyana. Jamur racun tersebut pun disayur dan sebentar lagi akan disuguhkan untuk berbuka puasa.Â
Azan Magrib berkumandang semua orang bersukacita melepas kepergian bulan Ramadan. Kini, berganti malam takbiran menyambut hari raya.Â
Larasati kembali dari warung langkahnya tergesa-gesa karena dia sedikit terlambat untuk sampai rumah. Perasaan Larasati menjadi tidak enak, meskipun jamur racun sudah dibuangnya. Tetap saja hatinya was-was. Dia tidak tahu jika jamur sudah dimasak dan disantap oleh keluarganya.Â
Sesampainya di depan pintu, dia bergegas masuk hingga ke dapur. Napasnya tidak karu-karuan.