Mohon tunggu...
Tar Tibun
Tar Tibun Mohon Tunggu... Guru - Penulis Pemula

Sedang menjalani kehidupan terbawah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Hati Sampai Mati

8 Agustus 2023   07:09 Diperbarui: 8 Agustus 2023   07:16 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang istri menatap iba dan kasihan. Dia pun menghampirinya. Memeluknya sambil duduk. Niat hati menguatkan sang suami, tetapi ditepis Ki Nanang. 

Ni Sariah menangis sendiri sambil mengusap dadanya yang kurus. 

Pagi yang kelam pagi yang kelabu. Momen ini tidak akan dilupakan keduanya. Malang nian nasib orang tua yang senja. Jauh dari anak-anak dan cucu. Seharusnya di usia senja keduanya hidup tenang dikelilingi orang-orang terkasih. Bukan diasingkan di tengah ladang diantara hutan belantara. 

Hanya ditemani radio butut yang masih bersuara. Nyanyian sebagai pengantar pelipur lara dikala sepi dan malam mendera. 

*

*

*

Sementara itu, Muslih dan Larasati menanti dan berharap-harap kedatangan orang tuanya. 

Merindukan, tapi gengsi. Takut diusir dan disia-siakan seperti dulu. 

Waktu terus berlalu begitu cepatnya. 

"Muslih!" sapa tetangganya dulu. Rojali namanya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun