Mohon tunggu...
Tar Tibun
Tar Tibun Mohon Tunggu... Guru - Penulis Pemula

Sedang menjalani kehidupan terbawah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Hati Sampai Mati

8 Agustus 2023   07:09 Diperbarui: 8 Agustus 2023   07:16 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu mau ngapain?"

"Udah. Bapak naik ke punggung Laras. Laras gendong Bapak biar cepat sampai rumah. Kasihan ibu sendirian."

"Bapak berat, Nduk," ucapnya menolak.

"Tidak apa-apa. Kan, Laras kuat!"

Mau tidak mau, Ki Nanang pun menuruti apa yang diperintahkan menantunya. Dia pun memeluk Larasati dan menempelkan dadanya ke punggung perempuan 30 tahun itu. 

Mudah baginya menggendong ayah mertuanya. Ki Nanang bertubuh kurus dan kecil. Sedangkan Larasati bertubuh gempal dan tinggi. Sangat ringan baginya menggendong bobot Ki Nanang. 

Langkahnya panjang menelusuri jalan setapak yang licin. Lalu, melewati jembatan yang membuat Ki Nanang gemetaran jika melewati jembatan tersebut. 

Setelah dilewati jantungnya berdegup normal. Rupanya sang menantu melewati dengan baik. 

Lima belas menit kemudian. Akhirnya mereka pun sampai di rumah. Ni Sariah menunggu dengan cemas. Cucunya yang paling kecil sudah merengek dan rewel. Beruntung sampai rumah mereka pun langsung berbuka puasa.

Ni Sariah cemas melihat kondisi suaminya.

"Untungnya disusul kamu," puji Ni Sariah sambil bernapas lega. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun