Mohon tunggu...
Tar Tibun
Tar Tibun Mohon Tunggu... Guru - Penulis Pemula

Sedang menjalani kehidupan terbawah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Hati Sampai Mati

8 Agustus 2023   07:09 Diperbarui: 8 Agustus 2023   07:16 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang salat Ashar. Ki Nanang duduk di teras rumah sambil mencabuti janggutnya dengan pencabut bulu. 

Sementara itu, Ni Sariah menemani cucu kesayangannya. Ditimang-timang lalu, diletakkan lagi karena tidak kuat. Cucu laki-lakinya montok dan lincah. 

"Ibu tidak istirahat? Nanti capek. Si Dedek, kan berat," kata Larasati dari dalam kamar.

"Enggak, ah. Mumpung di sini. Nanti nggak bisa timang-timang si Dedek." 

Setelah menimang cucunya perempuan 80 tahun itu merapikan tempat tidur. Kemudian bersiap salat Ashar.

Akhir-akhir ini, keduanya sangat rajin pekerjaan rumah yang sudah dikerjakan. Dikerjakan kembali hingga berulang-ulang. Setiap ditegur mereka menjawab, "Mumpung di sini. Sekali-kali meringankan pekerjaanmu, Laras." 

Kalau sudah begitu Laras tidak bisa melarang mereka.

Hari ini, suasana di rumah seperti ada yang berbeda. Semuanya berkumpul dan bersiap menyambut malam takbiran. Berkali-kali sepasang suami istri lanjut usia itu, menghitung tiap detik dan menitnya. 

"Buka puasa berapa menit lagi, sih," keluh Ki Nanang. 

Tumben. Tidak sabar menunggu berbuka seperti anak kecil saja. 

"20 menit lagi," sahut Muslih. Dia beranjak pergi ke ladang mengambil panenan yang sudah dipetik. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun