Mohon tunggu...
Tar Tibun
Tar Tibun Mohon Tunggu... Guru - Penulis Pemula

Sedang menjalani kehidupan terbawah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Hati Sampai Mati

8 Agustus 2023   07:09 Diperbarui: 8 Agustus 2023   07:16 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Capek, Pak?" tanyanya. 

"Enggak, kok. Bapak lagi menikmati udara di sini. Ini kenangan terakhir, besok Bapak sudah tidak ke sini lagi," ucapnya dengan nada bersedih. 

"Ya, kan, lebaran! Ngapain Bapak masih cari kayu?"

Ki Nanang terkekeh kecil. "Benar katamu."

Keduanya pun melanjutkan perjalanan sampai ke rumah. Kayu yang di bawa Larasati diletakkan dan dikumpulkan dengan kayu sebelumnya. 

Ki Nanang membersihkan diri dan bersiap-siap pergi ke masjid. Dirinya tidak ingin melewatkan salat jamaah. Begitu juga dengan istrinya. Perempuan 80 tahun itu sudah bersiap-siap mengenakan mukena warna putih yang telah memudar. Setelah siap keduanya pun berjalan beriringan menuju masjid. 

Setelah salat, biasanya keduanya akan menyalami para jamaah yang akan pulang ataupun yang masih duduk-duduk di masjid. 

"Maafkan saya, ya. Kalau saya punya salah."

"Sampeyan tidak ada salah, Mbah. Setiap hari minta maaf, kok," kata seseorang diantara mereka. 

Keduanya hanya menanggapi dengan senyuman. 

"Besok saya sudah tidak di sini lagi. Mau pulang pergi jauh nggak mungkin, kan, ketemu kalian?" ujar Ki Nanang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun