Mohon tunggu...
Tar Tibun
Tar Tibun Mohon Tunggu... Guru - Penulis Pemula

Sedang menjalani kehidupan terbawah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Hati Sampai Mati

8 Agustus 2023   07:09 Diperbarui: 8 Agustus 2023   07:16 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibu sampai lupa. Ibu minta maaf ya, kalau selama ini menjadi mertua yang kejam. Atas nama orang tua Muslih, kami minta maaf. Karena dia belum membahagiakan kamu sama anak-anak." Kedua mata teduh milik perempuan 80 tahun itu berkaca-kaca. 

"Sudah saya maafkan jauh hari sebelum Ibu meminta maaf. Ibu nggak usah ngomong macam-macam lagi."

"Ya, mumpung masih hidup," ucapnya lagi.

"Iya, Bu."

*

*

* 

Kalimantan, 23 Oktober 2006

Matahari mulai terbit tampak bersinar lebih terang dan menghangatkan. Seluruh anggota keluarga memiliki kesibukan masing-masing. 

Muslih berdagang seperti biasanya. Ni Sariah menemani cucu kesayangannya yang masih kecil. Sementara itu, Larasati membuat kue-kue kering untuk lebaran. 

"Tidak usah repot-repot, Laras. Bikin capek badan aja." Ki Nanang menegur menantunya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun