Muslih pun terkejut. "Kang Rojali?!"
Rojali menjabat tangannya. Mereka tidak sengaja bertemu di saat sama-sama menjajakan dagangan di sebuah pasar tradisional Kalimantan.Â
Setelah bertukar kabar, Rojali menceritakan keadaan kedua orang tuanya Muslih.Â
"Astaghfirullah!" pekik Muslih. Tidak terasa dia menumpahkan air mata ke pipinya. Tidak peduli dipandangi oleh orang-orang satu pasar.Â
"Mereka sakit-sakitan, Mus. Di ladang," ucap Rojali pria bertubuh gempal itu.Â
Larasati menitikkan air mata juga.Â
"Jemput mereka, Mas," pintanya. Dadanya begitu sesak. Meskipun disia-siakan ibu mertuanya, Laras merindukan keduanya.
"Nanti aku kasih tau dimana tempatnya!" kata Rojali bersemangat.Â
"Aku akan temui Kakang besok." Janji Muslih.
Setelah pertemuan yang tanpa disengaja itu, Muslih berniat menjemput kedua orang tuanya. Sebelum menjemput Muslih menemui Rojali di kediamannya sesuai janjinya tempo hari.
Pagi buta setelah usai salat Subuh, Muslih berangkat dengan kuda besinya. Perasaannya tumpang tindih tidak karuan. Dia juga merasakan betapa sakit hatinya. Apalagi mendengar cerita dari Rojali jika kedua orang tuanya disia-siakan oleh kakak-kakak perempuannya.Â