*
Pukul 18.00 sore mereka pun sampai di kediaman Muslih dan istrinya. Larasati sudah menunggu kedatangan mereka di ambang pintu. Ketika kedua mertuanya turun dari kuda besi, Larasati setengah berlari menghampiri keduanya. Memeluk dan memapah itu mertuanya yang sedang sakit untuk masuk ke rumah sederhana.Â
"Maafkan kami, Laras." Bibir Ki Nanang bergetar.
"Jauh dari sebelum Bapak meminta maaf, Laras sudah memaafkannya."
Rojali berpamitan pulang. Pelukan hangat menyertai perpisahan keduanya.
"Terima kasih banyak, Kang. Seandainya tidak pernah bertemu dengan Kakang mungkin aku tidak pernah tahu keadaan kedua orang tuaku sampai saat ini."
Lambayan tangan Rojali pun mengakhiri perpisahan mereka. Tubuhnya hilang ditelan kegelapan malam.Â
Pertemuan empat manusia yang saling merindukan telah mengobati luka dan kerinduan yang mendalam. Tubuh Ki Nanang dan istrinya mendadak sembuh total.Â
Malam ini suasana makan bersama tampak begitu hangat dan harmonis.Â
"Ibu tidak menyangka kalau kalian sudah punya tiga anak," ucapnya sambil mengunyah sayur terong dibumbui kecap.Â
Muslih dan Larasati tersenyum tipis. Tanpa meja makan mereka hanya duduk di lantai. Mengelilingi menu sederhana dan memegang piring mereka satu per satu.Â