Seketika sang istri terdiam.Â
"Seharusnya anak kita Muslih, membahagiakan Larasati. Namun kenyataannya sampai saat ini, Muslih belum membahagiakannya juga."
Ni Sariah bagai tertampar dengan ucapan suaminya. Entah hatinya terbuat dari apa. Hingga saat ini perempuan 80 tahun itu belum bisa menerima Larasati sebagai salah satu menantunya. Dia juga lupa siapa yang merawatnya sekarang.Â
Ya, seharusnya perempuan 80 tahun itu menyadari perbedaannya. Bukan membeda-bedakannya.Â
Sampai saat ini anak-anaknya tidak pernah mencari di mana keberadaan keduanya. Seolah menutup mata dan seolah menutup telinga.
Suatu malam, keduanya tidak bisa tidur. Ki Nanang memijat istrinya yang mengeluh.
"Dipijati olehmu tidak kerasa, Pak."Â
"Kalau begitu minta tolong saja sama Larasati," saran suaminya.Â
Tidak sengaja pembicaraan mereka didengar oleh Larasati.Â
"Enggak ah, nanti yang ada tulang-tulangku pada copot semua."
Ni Sariah tidak tahu jika ucapannya bisa menggores hati menantunya. Ya, Larasati memiliki tubuh yang lumayan gempal. Itu mengapa perempuan 80 tahun suka sekali menyindir atau bahkan terang-terangan menghina fisik Larasati.