"Mimpi apa?" tanya Larasati. Dia duduk di dekat ibu mertuanya.Â
Ni Sariah memandangi suaminya kemudian menatap Muslih. Lalu, dadanya sedikit membusung manakala menarik napasnya.
"Ibu bermimpi ... rumah ini terendam banjir. Airnya sampai dada ibu. Kalian semua lari menyelamatkan diri. Tinggallah ibu di dalam rumah ini. Terus di luar sana banyak orang. Ibu mau keluar, tapi rasanya kaki ini tidak bisa bergerak sedikit pun. Rasanya dingin sekali airnya."
Mereka tertegun mendengar ucapan perempuan 80 tahun itu.
"Cuma mimpi, Bu. Itu bunga tidur," timpal Muslih. Muslih beranjak pergi dan melanjutkan tidurnya.Â
"Terus setelah itu apa, Bu?" Larasati tertarik dengan cerita mimpi ibu mertuanya.Â
"Ibu tenggelam. Ibu merasakan air itu dingin sekali dan benar-benar terasa sampai sekarang ibu merasakan kebekuan air yang merendam tubuh ibu." Ni Sariah menarik napasnya. "Nih, coba pegang aja tangan ibu, dingin."Â
Larasati menyentuh tangan Ni Sariah. "Iya, Bu, dingin."
Ketiganya hening sesaat. Ni Sariah menghapus sisa-sisa air mata di pipinya. Mimpi yang dialaminya terasa begitu nyata.Â
Ada yang bilang mimpi adalah bunga tidur hanya sebagian menghiasi manakala raga di alam bawah sadar. Ada pula yang bilang bahwa mimpi merupakan pertanda buruk atau pun pertanda baik. Tergantung cara kita menyikapinya.Â
Setelah mimpi beberapa malam yang lalu, hal sama pun dialami oleh Larasati. Mimpinya nyaris sama, seperti mimpi ibu mertuanya.