"Yaa.. tapi kan beda tidak seperti Bunda."
Bunda tersenyum,lalu tertawa. Entah apa yang lucu.
"Putra Bunda kan sudah besar. Bantu Ayah menjaga adikmu ya, anak! Jadi anak yang sholeh. Bagaimanapun kamu, sejelek apapun kamu!" Bunda tertawa meledekku.
Aku cemberut untuk menandakan sebal karena candaan bunda.
"Tapi kalau sikap kamu jelek, kamu bukan anak yang selama ini Bunda besarkan. Anak bunda itu.... tampan,manis, pinter, dan selalu ingin menolong orang. Pokoknya baik deh. Dan Bunda sangat bangga sama anak Bunda!" Ucap Bunda.
"Eits, tapi kadang-kadang anak Bunda itu suka marah-marah nggak keruan. Dan sedikit egois!"
Aku dan Bunda tertawa . Aku memeluk Bunda sangat erat. Menghirup bau tubuhnya yang wangi. Rasanya sangat menyenangkan berbincang-bincang dengan Bunda. Tidur diatas rumput hijau nan lembut bagai kain sutra sambil meletakkan kepala di atas pangkuannya.
Huh... itu hanya mimpi. Aku menyadarinya setelah weker yang kusetel jam lima pagi berbunyi.  Lalu sholat shubuh dan membangunkan almira. Ternyata benar Ayah dan Bunda  sudah pergi. Pukul 05:30 aku sudah menyiapkan keperluanku dan Almira.  Jam enam kurang lima menit semuanya sudah siap. Tinggal berangkat ke sekolah.
"Almira ayo kita sarapan dulu." Ajakku.
"Ini abang yang siapin?" Tanya Almira.
"Bukan sepertinya Ayah atau Bunda." Jelasku