"Yaampun kalian berdua kapan damainya sih." Heran Zea melihat kelakukan mereka.
Â
Setelah perdebatan itu kami memutuskan untuk langsung latihan. Sungguh suara Zea itu merdu dan lembut bagai angin laut. Semua orang yang mendengarkannya pasti akan tersentuh. Waktu demi waktu silih berganti dan sekarang sudah semakin sore kerja kelompok pun sudah selesai.
"Akhirnya kelar juga latihan jadi nanti langsung di fokusin deh dan memperbaiki kesalahan sedikit demi sedikit. " Ucap Soraya.
"Iya Ra kalau begitu aku pulang duluan ya sudah dijemput di depan." Pamit zea
"Hati-hati Zea." Jawab kami serempak.
Zea hanya mengacungkan jempolnya sebagai tanda balasan ucapa kami. Akhrinya kami memutuskan Pulang dan berpisah di gerbang. Awalnya Allan menawarkan tumpangan tetapi aku menolaknya karena arah rumah kita yang berbeda kasian harus bulak-balik. Dan Soraya Sudah dijemput oleh supirnya.
Ketika sampai dirumah aku melihat Almira yang sedang melamun sambil menonton televisi.
"Assalamualaikum adik abang kok ngelamun?" Tanyaku.
"Waaikumsalam eh abang." Uacapnya kaget
"Kenapa hmmm?"
"Aku ingin seperti mereka yang selalu ditemani belajar oleh ibunya. Selalu diberikan kasih sayang oleh ibunya." Ucapnya jujur dan dengan nada sedih.
Â
Satu sifat lagi yang aku suka dari adikku dia selalu jujur. Dia akan selalu mengutarakan keingininan hati yang sedang gundah gelisah itu.
"Almira kan masih punya abang sama Ayah kalau Almira mau abang pasti akan selalu temani belajar." Ucapku berusaha menguatkannya walaupun aku juga rindu sosok ibu.