Mohon tunggu...
Bagus Maulana Ikhsan
Bagus Maulana Ikhsan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

work hard play hard

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Perdata Islam (Suatu Pengantar)

18 Maret 2024   23:40 Diperbarui: 19 Maret 2024   00:19 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama : Bagus Maulana Ikhsan 

Nim    : 222121201 (HKI 4E)

Mata kuliah : Hukum Perdata Islam 

Judul : Hukum Perdata Islam (Suatu Pengantar)

Penulis : HJ. Wati Rahmi Ria, SH. MH.

Penerbit : AURA CV. Anugrah Utama Raharja

Cetakan : Agustus 2018

Abstrak

Sejarah perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia tidak lepas dari sejarah munculnya peradaban Islam. Penerapan hukum Islam di sektor sipil di Indonesia mengalami pasang surut tergantung pada kebijakan hukum kekuasaan negara.Secara hukum, raja Indonesia menerapkan hukum Islam melalui Ijihad Ulama untuk mengatasi permasalahan masyarakat. Kehadiran hukum Islam dalam ranah perdata terjadi dalam dua periode. 

Salah satunya adalah era sumber persuasif, yaitu tahun , ketika seluruh umat Islam diasumsikan siap menerima penerapan hukum Islam. dan era sumber otoritas, dimana seluruh umat Islam percaya bahwa hukum Islam mempunyai kekuatan untuk ditegakkan. Oleh karena itu, hukum Islam dapat diterapkan secara hukum formal jika dikodifikasikan dalam hukum nasional.

Pendahuluan 

Pada dasarnya hukum perdata sebagaimana kita kenal adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan orang lain. Dengan hanya mementingkan kepentingan pribadi menurut hukum perdata atau biasa disebut BW. Begitu pula dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Kodifikasi Perkawinan dan  Hukum Islam atau disingkat (KHI) yang disahkan pada tanggal 10 Juni 1991 dalam bentuk arahan presiden kepada Menteri Agama. Untuk digunakan oleh otoritas pemerintah dan anggota masyarakat yang memerlukannya.

Pembahasan 

A.PENGERTIAN HUKUM ISLAM
Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, istilah hukum Islam sering menimbulkan pengertian rancu, hingga kini hukum Islam terkadang dipahami dengan pengertian syariah dan terkadang dipahami dengan pengertian fiqh. Secara bahasa, kata syariah berarti “jalan ke sumber air” dan “tempat orang-orang minum”. Orang arab menggunakan istilah ini khususnya dengan pengertian “jalan setapak menuju sumber air yang tetap dan diberi tanda yang jelas sehingga tampak oleh mata”. Dengan pengertian bahasa tersebut, syariah berarti suatu jalan yang harus dilalui.
Adapun kata fiqh secara bahasa berarti “mengetahui, memahami sesuatu”. Dalam pengertian ini, fiqh adalah sinonim kata“paham”. Al-Quran menggunakan kata fiqh dalam pengertian memahami dalam arti yang umum.
perbedaan antara syari'ah dan fiqh dalam tiga aspek.
a. Perbedaan ruang lingkup, cakupannya. Syariah lebih luas meliputi seluruh ajaran agama, sedangkan fiqh hanya mencakup hukumhukum perbuatan manusia.
b. Perbedaan dalam hal subjek. Subjek syariah adalah syar‖i, yakni Allah, sedang subjek fiqh adalah manusia.
c. Perbedaan mengenai asal mula digunakannya kedua istilah tersebut dalam pengertian teknis. Kata syariah telah digunakan sejak awal sejarah Islam seperti yang terdapat dalam Al-Quran (QS. 5:48). Adapun kata fiqh dalam pengertian teknis baru digunakan setelah lahirnya ilmu-ilmu keIslaman, pada abad ke-2 Hijrah.
 

B. LAPANGAN HUKUM ISLAM

  Hukum Islam  adalah hukum  yang mengatur kehidupan manusia  di dunia dalam rangka  mencapai  kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Karena itu, hukum Islam mencakup aturan -aturan yang mengatur  perilaku manusia di dunia.  Hukum  Islam  mencakup   semua aspek  kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat dalam hubungannya dengan dirisendiri, manusia lain, alam lingkungan maupun hubungannya dengan Tuhan.

C. PRINSIP DAN ASAS-ASAS HUKUM ISLAM

1. Prinsip-Prinsip Hukum Islam

  Sebenarnya, tidak ada  perbedaan mendasar  tentang  prinsip prinsip hukum Islam yang  dikemukakan oleh  para ahli. Perbedaan  tersebut  timbul  dari aspek jumlah prinsip  hukum Islam yang  dikemukakan  para ahli tersebut. Namun, sesungguhnya esensi  dan prinsip hukum Islam  adalah sama, yaitu bermuara pada prinsip hukum Islam bertitik tolak dan prinsip akidah Islamiyah dengan sentralnya adalah tauhid.

2. Asas-Asas Hukum Islam

  Asas hukum Islam berasal dan sumber hukum Islam, terutama Al-Quran dan hadis  yang  dikembangkan  oleh akal pikiran orang yang memehuhi syarat untuk  ijtihad. Asas-asas  hukum  Islam, di  samping asas-asas hukum yang berlaku umum, tiap-tiap bidang dan lapangan mempunyai asas sendiri-sendiri.

  Adapun  yang dimaksud  dengan asas -asas hukum Islam dalam tulisan ini merupakan rangkuman pandangan para ahli tentang asasasas hukum Islam   yang terdiri dari :

(1) Meniadakan kepicikan,

(2) Tidak memperbanyak beban,

(3) Menempuh jalan penahapan,

(4) Asas seiring dengan kemaslahatan manusia,

(5) Asas mewujudkan keadilan.

D. TUJUAN HUKUM ISLAM

  Tujuan Allah SWT.mensyariatkan hukumnya adalah memelihara kemaslahatn manusia, sekaligus menghindari mafsadat, baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui perintah dan larangan (taklif), yang  pelaksanaannya bergantung pada pemahaman sumber hukum yang utama,   yaitu Al- Quran dan hadis.

Kemaslahatan yang dimaksud dapat terwujud manakala lima pokok hal dapatdiwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur pokok tersebut adalah :

1. Hifzhu Ad-Din, yaitu memelihara agama.

2. Hifzhu Al-Mal, yaitu memelihara harta kekayaan.

3. Hifzhu An-Nasl, yaitu memelihara keturunan.

4. Hifzhu Al-Aql, yaitu memelihara akal.

5. Hifzhu Al-Nafi, yaitu memelihara jiwa

Dalam usaha mewujudkan dan memelihara lima unsur pokok itu, para ulamafikih membagi tiga tingkatan tujuan syariah, yaitu :

1. Maqashid Al-Dharuriyat yaitu untuk memelihara lima unsur pokok dalam kehidupan manusia.

2. Maqashid Al-Hajiyat, yaitu untuk menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur pokok menjadi lebih baik.

3. Maqashid Al-Tahsiniyat yaitu agar manusia melakukan yang terbaik untuk penyempurnaan pemeiharaan lima unsur pokok.

E. CIRI-CIRI HUKUM ISLAM

  Hukum Islam adalah hukum yang berwatak dan mempunyai  ciri-ciri khas. Hukum Islam mempunyai tiga spesifikasi yang merupakan ketentuan-ketentuan yang tidak berubah, yaitu:

1.Takamul

yakni  sempurna  bulat  dan tuntas serta komprehensif. Hukum Islam membentuk  umat  dalam suatu kesatuan yang bulat walaupun umat  Islam itu berbeda-beda bangsa dan suku.

2. Wasathiyah (moderat)

Hukum Islam memenuhi jalan tengah, jalan wasathan, jalan yang seimbang, tidak terlalu berat ke kanan mementingkan kejiwaan dan tidak berat pula ke kiri mementingkan kebendaan.

3.Harakah (bergerak, berkembang, dan dinamis)

Dan segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang mempunyai daya hidup, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman.

4. Universal

Akidah dan hukum Islam tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau bangsa tertentu, melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, sesuai dengan tugas yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW.

5. Elalastis dan Manusiawi

Hukum Islam berisi disiplin-disiplin yang dibebankan kepada setiap mukalaf. Disiplin-disiplin tersebut wajib dilaksanakan oleh para mukalaf dan berdosa bagi yang melanggarnya.

F. AJARAN DAN SUMBER HUKUM ISLAM

Ajaran Islam mendasarkan pada enam pokok kepercayaan, yang dikenal dengan istilah enam rukun iman. Keimanan dalam Islam menekankan pada kepercayaan dan pengakuan atau beriman kepada semua yang bersifat gaib sekalipun, yang bukan sekadar mengakui keberadaannya, melainkan juga mengakui kebenarannya.

G. SYARIAT ISLAMIYAH

Secara bahasa syariah (syari'ah) berarti "jalan yang lurus”. Para ahli fikih memakai kata syariah ini sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk para hamba-Nya dengan perantaraan Rasulullah Saw supaya para hamba tersebut melaksanakannya dengan dasar iman. Pada dasarnya syariat merupakan dasar dari ajaran maupun hukum Islam sebagai ketentuan yang harus dijalani umat manusia, yang meliputi semua aspek ajaran, termasuk aspek akidah atau keyakinan agama.

   Ushul al-Fiqh

Dalam literatur Islam biasa pula digunakan istilah ushul al-fiqh yang berarti pembahasan tentang hukum Islam, yang merupakan bagian dari syariat Islam. Di dalam fiqh dijelaskan pula berbagai status hukum sesuatu amal, dari fardhu (perintah), sunnah (anjuran atau mandub), jaiz (bebas), makruh (dibenci), hingga haram (larangan).

H. AKHLAK

Ajaran akhlak dalam ajaran Islam pada dasarnya menunjukkan keutuhan ajaran Islam dengan berbagai aspeknya, yaitu syariat dan akhlak. Pelajaran akhlak tidak dimaksudkan hanya menekankan pada aspek aksiologi belaka, dan menjauhkan diri dari perilaku ubudiyah mahdhoh atau epistemologi (aspek syariat).

I. SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

Secara harfiah disebutkan bahwa syariat adalah jalan lurus bagi umat manusia agar dapat hidup dengan benar menurut ajaran Islam. Dalam perkembangan selanjutnya syariat lebih mempunyai arti sebagai aspek hukum dari ajaran Islam. Apapun pengertian syariat yang kita pakai, kita masih harus membahas mengenai sumber dari ajaran Islam itu sendiri.

pendekatan yang telah dikemukakan maka disimpulkan bahwa sumbersumber hukum Islam ada 3 yaitu:

1. Al Qur‖an, sebagai sumber yang pertama dan utama.

2. Hadits atau Sunnah Rasul

3. Ar Ro‖yu (akal) dalam hal ini Ijtihad dengan berbagai metode istimbatnya.

1. AL-QURAN

Al-Quran ialah wahyu Allah SWT. yang merupakan mu‖jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai sumber hukum  dan pedoman hidup bagi pemeluk Islam, jika dibaca menjadi ibadat kepada Allah.

Ganis-Garis Besar Isi Al-Quran

Pokok-pokok isi Al-Qur-an ada lima:

1. Tauhid, kepercayaan terhadap Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitabNya, para RasulNya, hari kemudian, Qadla dan Qadar yang baik dan buruk.

2. Tuntunan ibadat sebagai perbuatan yang menghidupkan jiwa tauhid.

3. Janji dan ancaman ; Al-Quran menjanjikan pahala bagi orang yang mau menerima dan mengamalkan isi Al-Quran dan mengancam mereka yang mengingkarinya dengan siksa.

4. Hukum yang dihajati pergaulan hidup bermasyarakat untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

5. Inti sejarah orang-orang yang tunduk kepada Allah, yaitu orang-orang yang shaleh seperti Nabi-nabi dan Rasul-rasul, juga sejarah mereka yang mengingkari agama Allah dan hukumhukumNya.

2. SUNNAH

Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah menurut istilah syara‖ ialah perkataan Nabi Muhammad SAW., perbuatannya dan keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh Nabi, tidak ditegurnya sebagai bukti bahwa perbuatan itu tidak terlarang hukumnya.

Pembagian Sunnah

Sunnah itu dibagi menjadi tiga :

(1). Sunnah Qauliyah

(2). Sunnah Fi‖liyah

(3) Sunnah Taqririyah

(1) Sunnah Qauliyah

Sunnah Qauliyah yaitu perkataan Nabi SAW. yang menerangkan hukum-hukum agama dan maksud isi Al-Quran serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlak yang mulia. Sunnah qauliyah (ucapan) ini dinamakan juga Hadist Nabi SAW.

(2) Sunnah Fi’liyah

Sunnah Fi‖liyah yaitu perbuatan Nabi SAW yang menerangkan cara melaksanakan ibadat, misalnya cara berwudlu‖, shalat dan sebagainya.

(3) Sunnah Taqririyah

Sunnah Taqririyah yaitu bila Nabi SAW mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkataan atau melihat mereka melakukan suatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW dan tidak ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian dinamakan Sunnah ketetapan Nabi (taqrir).

Pembagian Hadis

Jika ditinjau dari sudut sanadnya, yaitu banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan, dapat dibagi menjadi dua : (a). Hadis Mutawatir, dan (b). Hadis Ahad.

a. Hadis Mutawatir

Yang dimaksud hadis mutawatir ialah hadist yang diriwayatkan oleh golongan demi golongan sehingga dalam tingkatan dan semenjak sahabat, tabi‖in, dan tabi‖it tabi‖in dan seterusnya, tidak kurang dari sepuluh orang yang mendengarkan atau . meriwayatkannya, hingga sampai kepada rawi yang penghabisan yang menyusun kitab hadist itu, misalnya Bukhari, Muslim, Imam Malik dan lain-lainnya.

b. Hadis Ahad

Hadis Ahad ialah hadis yang perawi-perawinya tidak mencapai syarat-syarat perawi hadist mutawatir.

3. IJMA

Ijma menurut bahasa, artinya : “sepakat setuju atau sependapat”, sedang menurut istilah ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad umat Muhammad sesudah wafatnya beliau pada suatu masa tentang suatu perkara (hukum).

4. QIYAS

Qiyas menurut bahasa, artinya “mengukur sesuatu dengan lainnya dan mempersamakannya”. Menurut istilah, “qiyas ialah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan adanya persamaan di antara keduanya”.

A. MASA PRA ISLAM

1. Silsilah Bangsa Arab

  Secara etimologis kata Arab berasal dari kata 'araba yang berarti bergoyang atau mudah berguncang, ibarat gerak kereta kuda di jalanan buruk. Kata itu berubah menjadi kata i'rab dalam tata bahasa (nahwu dan sorof), yang merupakan sistem perubahan bentuk kata sesuai penggunaannya. Misalnya 'araba, ya'rabu, i'rab. Barangkali mereka disebut bangsa Arab karena memiliki temperamen yang panas dan emosi yang labil. Tentu, saja Pengertian itu menunjukkan gambaran yang stereotipik belaka.

  Jika diperhatikan secara fisik bangsa Arab tidak menunjukkan bentuk yang spesifik tunggal, karena terdapat variasi yang berkaitan dengan wilayah mereka tinggal. Di Arab Utara fisik mereka mirip dengan orang Eropa, yang memiliki warna rambut agak kemerahmerahan, agak bergelombang, dan warna kulit agah cerah. Di Arab Tengah fisik mereka agak tambun, warna kulit cerah, rambut bergelombang dengan warna hitam. Sedangkan orang Arab Selatan memiliki bentuk hidung rnancung dan melengkung. Bentuk pipi rnenonjol, mata tajam agak terlindung tulang dahi. Rambut hitam dan bergelombang dengan warna kulit agak kelam. Sehingga tampaknya lokasi asal mereka menunjukkan ciri fisik masyarakatnya.

2. Kondisi Masyarakat

  Sejak dulu masyarakat Arab memiliki garis keturunan patrilinial yang artinya silsilahketurunan masyarakat disana di tarik berdasarkan garis laki-laki (keturunan bapak), sehingga setiap nama anak di belakangnya selalu disebutkan nama bapak. Bahkan secara beruntun nama bapak-bapak mereka dicantumkan di belakang nama mereka dan dikaitkan dengan status dalam keluarga, yaitu bin yang berasal dari kata ibnu yang berarti anak laki- laki. Bagi anak perempuan tentu saja disebutkan binti, yang berarti anak perempuan. Misalnya, Husein bin Muhamad bin Mahmud bin Ali,

dan seterusnya. Orang Arab sangat bangga dengan rentetan nama-nama di belakang nama mereka. Dalam sebuah kabilah atau suku bangsa mereka terikat oleh nama nenek moyang mereka yang sangat dihormati.

3. Masa Jahiliyah

  Sebelum Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw diturunkan di kawasan jazirah Arab sejarah menyebut masa tersebut sebagai masa atau zaman jahiliyah. Secara makna bahasa masa jahiliah berarti masa kebodohan, karena jahi'tiah berasal dari kata jahil, yang diturunkan dari kata dasar Arab jahala, yang berarti bodoh.

ada beberapa kondisi yang menjadi ciri masyarakat Arab pada masa pra Islam, antara lain:

1. Kehidupan masyarakatnya sangat individualistik dengan watak yang sangat pendendam dan berlaku sistem balas dendam darah dengan darah yang oleh kalangan orientalis disebut dengan istilah Vendetta.

2. Masyarakatnya hidup secara berkelompok yang terbentuk dalam clan-clan yang disusun secara garis patrilineal

3. Derajat wanita dalam sebuah keluarga sangat tidak dihargai baik wanita sebagai anak maupun statusnya sebagai seorang isteri.

4. Masyarakatnya menyembah berhala yang mereka buat sendiri dan biasanya berhala dengan ukuran terbesar mereka letakkan di depan rumah ketua clan mereka, kepercayaan mereka terhadap berhala disebut dengan istilah paganisme.

4. Agama Budaya

  Pada masa pra Islam atau sebelum Islam lahir dan dikembangkan di kawasan Padang Pasir Nejed melingkupi Mekah dan Madinah di sana telah berkembang agama Yahudi maupun Nasrani. Namun orang-orang pribumi masih banyak memeluk keyakinan penyembah berhala, yang terutama dipeluk oleh orang-orang Arab dari kabilah Quraisy di Mekah. Dalam literatur Islam mereka disebut sebagai orang-orang musyrik penyembah berhala, karena keyakinan mereka mendasarkan pada kepercayaan akan adanya lebih dari satu tuhan, yaitu AI-Lat, Al-lizza, dan Al-Manat.

B. MASA ISLAM

1. LAHIRNYA ISLAM

SEJARAH SINGKAT NABI MUHAMMAD SAW.

  • Silsilah

  Sesuai dengan tradisi bangsa Arab di waktu itu Muhammad kecil diserahkan pada ibu susu dari kawasan pemukiman yang lebih segar. Di tangan Halimah Al-Sa'adi (Al-Sa'adiyah) sebagai ibu susu, Muhammad kecil mendapatkan kasih sayang seorang ibu, karena Aminah tidak menyusui putranya, sesuai adat bangsa Quraisy. Setelah berumur dua tahun Muhammad kecil dikembalikan ke ibu kandungnya, Aminah. Namun tidak lama kemudian terjadi serangan wabah penyakit di kawasan Mekah, sehingga terpaksa Muhammad kecil itu dikembalikan ke lingkungan pedesaan kembali bersama Halimah AsSadiyah, sampai berumur empat tahun

A. HUKUM PERKAWINAN ISLAM

  Nikah atau biasa disebut kawin menurut arti aslinya adalah hubungan intim antara seorang pria dan wanita, tetapi menurut majazi (methaporic) atau arti hukum ialah akad perjanjian atau biasa disebut perikatan antara kedua mempelai untuk jangka waktu yang tak terbatas dan yang menjadikan halal hubungan intim sebagai suami isteri diantara keduanya sehingga mendapatkan keturunan sebagai generasi penerusnya yang menjadi tanggung jawab kedua suami isteri dalam hal memelihara serta mengarahkan pendidikannya ataupun dalam hal bertingkah pola untuk bermasyarakat (lahir batin).Dalam bahasa Indonesia sehari-hari lazim digunakan istilah akad nikah. Nikah artinya perkawinan sedangkan akad artinya perjanjian atau perikatan. Jadi akad nikah berarti perjanjian suci untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang pria untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal.Arti suci disini mempunyai unsur agama atau ke Tuhanan Yang Maha Esa. Menurut Sayuti Thalib, perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santunmenyantun, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.

  Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau miistsaaqan gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan prinsip awal dari hukum pernikahan adalah Mubah (boleh). Hukum Mubah ini dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi dari orang yang bersangkutan. Oleh karena itu hukum nikah dapat wajib, dapat sunnat dapat makruh, dapat mubah dan dapat juga haram.

Adapun hukum perkawinan terbagi atas:

1. Hukum nikah menjadi wajib, yaitu nikah bagi orang yang takut akan terjerumus kedalam perbuatan zinah jika ia tidak menikah. Menikah menjadi wajib apabila seseorang dari segi persyaratan jasmani dan rohani telah mencukupi dan dari sudut jasmani sudah sangat mendesak untuk menikah. Karena dalam kondisi semacam inimenikah akan membantunya menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan.

2. Hukum nikah menjadi sunah, yaitu ketika seseorang telah memiliki syahwat yang tinggi dan ia tidak takut akan terjerumus keperbuatan zinah.

3. Hukum nikah menjadi makruh yaitu bagi orang yang tidak mampu. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh laki-laki yang impoten atau ia telah berusia lanjut,

karena hal ini bisa menghalangi tujuan untuk meneruskan keturunan bagi wanita yang dinikahinya serta bisa mengecewakannya.

4. Hukum nikah menjadi haram, yaitu bagi seorang muslim yang berada didaerah orang kafir yang sedang memeranginya. Karena hal itu bisa membahayakan istri dan keturunannya.

Rukun Perkawinan :

1. Calon suami

2. Calon isteri

3. Wali nikah dari calon isteri

4. Dua orang saksi laki-laki

5. Mahar

6. Ijab dan Kabul

Syarat Perkawinan :

1. Syarat calon suami yaitu:

a. Beragama Islam

b. Seorang laki-laki asli, maksudnya baik secara hukum agama maupun hukum negara jelas berjenis kelamin laki-laki.

c. Orangnya tertentu, maksudnya identitas diri pribadi dan keluarganya jelas.

d. Tidak mempunyai isteri empat orang

e. Tidak ada paksaan

f. Tidak ada hubungan darah, tidak ada hubungan sesusuan, tidak ada hubungan semenda dengan calon isteri

2. Syarat untuk calon isteri adalah:

a. Beragama Islam

b. Seorang perempuan asli, secara hukum dan agama jelas berkelamin perempuan.

c. Orangnya tertentu yang diartikan dengan tertentu orangnya adalah orang tersebut mempunyai identitas yang jelas tentang diri sendiri ataupun orang tuanya.

d. Sehat jasmani dan rohani

e. Tidak bersuami dan tidak sedang dalam masa iddah

f. Tidak ada hubungan darah, tidak ada hubungan sesusuan dan tidak ada hubungan semenda dengan calon suami.

3. Syarat untuk wali nikah dari calon isteri sebagai berikut:

a. Beragama Islam

b. Laki-laki asli

c. Dewasa

d. Berakal sehat

e. Tidak dalam keadaan terpaksa

4.Syarat untuk saksi adalah sebagi berikut:

a. Beragama Islam

b. Laki-laki asli

c. Dewasa

d. Tidak pelupa atau pikun

e. Tidak buta, tidak tuli dan tidak bisu

5. Syarat Mahar

Mahar adalah sesuatu yang diserahkan oleh calon suami kepada calon istri dalam akad perkawinan sebagai lambang kecintaan calon suami terhadap calon istrinya serta perlambang kesediaan calon istri menjadi istrinya.

 Adapun syarat-syarat mahar yaitu:

1. Sesuatu benda yang diserahkan oleh calon suami

2. Halal artinya baik bendanya maupun cara perolehan benda yang akaan dijadikan mahar adalah halalUnsur-unsur yang ada dalam mahar:

1. mahar itu tidak ditentukan berapa jumlahnya

2. harus berupa sesuatu yang halal.

3. harus mempunyai nilai guna ataupun manfaatnya

4. bahwa mahar itu hukumnya sunnah disebutkan dalam akad perkawinan Macam-macam mahar

1. mahar mussamma; adalah mahar yang disebutkan ketika akad perkawinan

2. mahar mitsil; adalah mahar yang serupa dengan mahar yang pernah diterima oleh wanita dari saudara calon istri dan sesuai dengan.pandangan serta kebiasaan masyarakat setempat. Jadi dengan kata lain mahar mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan calon istri.

Mahar hukumnya wajib, hal ini disebutkan dalam Al-Qur‖an surat An-Nisa ayat 4. Sedangkan dasar hukum dari penyerahan mahar mitsil diterangkan dalam surat An Nisa ayat 21, 24 dan 25. Pengucapan mahar dalam akad nikah hukumnya sunnah.

6. Syarat Ijab Kabul

 Syarat Ijab:

1.Diucapkan lafaznya dengan jelas dan tegas

2. Diucapkan oleh walinya atau wakilnya

3. Ijab harus didengar oleh pihak-pihak yang bersangkutan baik pengantinnya maupun saksisaksinya

Adapun syarat Kabul yaitu:

1. Dengan lafaz tertentu yang diucapkan secara tegas yang diambil dari kata-kata nikahnya

2. Diucapkan oleh calon suami

3. Kabul tersebut harus didengar oleh yang bersangkutan atau para saksinya.

Pembatalan PerkawinanPembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila

1. Perkawinan tersebut melanggar hal-hal yang dilarang untk

melakukan perkawinan baik dalam hukum Islam maupun UndangUndang Perkawinan.

2. Apabila perkawinan dilaksanakan di bawah ancaman pihak lain yang dapat melanggar ketentuan pasal 27 ayat 1 Undang-undang Perkawinan. Adapun syarat-syarat pembatalan adalah sebagai

berikut:

a. harus mengajukan surat permohonan

b. dapat dilakuan oleh suami atau isteri

c. ditujukan ke Pengadilan dalam tempo 6 bulan setelah ancaman tersebut terhenti sesuai ketentuan Pasal 27 ayat 1 UUP.

Pembatalan perkawinan itu dapat dilakukan apabila terdapat salah sangka atau keliru mengenai diri calon suami atau calon isteri

3. Pembatalan dapat dilakukan apabila perkawinan dilakukan tidak memenuhi syarat-syarat untuk perkawinan seperti yang ditetapkan dalam UUP ataupun dalam hukum Islam. Misalnya perkawinan yang tidak ada saksinya. Permohonan pembatalan perkawinan dapat dilakukan sesuai yurisdiksinya masing- masing sesuai ketentuan Pasal 25 UUP.

Pencegahan Perkawinan 

Pencegahan perkawinan dapat dilakukan apabila:

1. Para pihak tidak memenuhi persyaratan (rukun dan syarat) yang ditetapkan dalam 

hukum Islam maupun hukum negara dalam hal ini UUP.

2. salah satu pihak berada dalam pengampuan

3. pihak isteri dapat mencegah suaminya menikah lagi tanpa izin dari dirinya sesuai UUP.

Larangan-Larangan Perkawinan

Dilarang melakukan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang merupakan muhrim atau mahramnya (QS 4 ayat 23) yang terdiri dari:

1. Diharamkan karena keturunan yaitu

a. ibu dan seterusnya ke atas

b. anak perempuan dan seterusnya ke bawah

c. saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu

d. bibi (saudara ibu, baik sekandung atau perantaraan ayah atau ibu)

e. bibi (saudara ayah baik sekandung atau dengan perantaraan ayah atau ibu)

f. anak perempuan dari saudara laki-laki terus ke bawah (kemenakan)

g. anak perempuan dari dari saudara perempuan terus ke bawah.

2. Diharamkan karena sesusuanSeorang laki-laki dilarang menikahi perempuan sesusuan yaitu:

a. ibu yang menyusui

b. saudara perempuan yang mempunyai hubungan sesusuan

3. Diharamkan karena suatu perkawinan atau dalam istilah hukum larangan perkawinan karena alasan semenda yaitu:

a. ibu isteri (mertua) dan seterusnya ke atas baik ibu dari nasab maupun dari sesusuan

b. anak tiri (anak isteri yang dikawin dengan suami lain) jika sudah campur dengan ibunya

c. isteri ayah dan seterusnya ke atas

d. wanita-wanita yang pernah dinikahi ayah, kakek sampai ke atas.

4. Diharamkan untuk sementara

Seorang laki-laki diharamkan untuk menikahi perempuan untuk

sementara waktu (QS 4 ayat 24) yaitu:

a. terdapat pertalian nikah yaitu perempuan masih berada dalam 

ikatan perkawinan sampai ia dicerai dan habis masa iddahnya

b. talak bain kubra yaitu perempuan yang ditalak tiga haram dinikahi oleh mantan suaminya kecuali telah dinikahi oleh lakilaki lain dan digauli. Apabila perempuan tersebut dicerai dan habis masa iddahnya barulah boleh dinikah oleh mantan suaminya yang pertama. Dengan satu catatan bahwa perkawinan dan perceraian simantan isteri tersebut bukanlah rekayasa pihak mantan suami (muhallil dan muhallal).

c. menghimpun dua perempuan bersaudara dalam waktu yang bersamaan kecuali salah satunya telah dicerai atau meninggal dunia

d. menghimpun perempuan lebih dari empat

e. berlainan agama, kecuali perempuan tersebut masuk Islam.Perwalian dalam PerkawinanWali nikah adalah orang laki-laki yang dalam suatu akad perkawinan berwenang mengijabkan pernikahan calon mempelai wanita. Sebagai dasar hukumnya yaitu surat An Nisa ayat 32. Adapun yang dinamakan wali itu tidak terbatas pada wali nasab saja. Wali disini

ada 4 macam:

1. Wali nashab yaitu wali karena ada pertalian darah dengan calon mempelai wanita. Macam-macam wali nashab ada 15 macam:

a. ayah/bapak

b. kakek/ayahnya ayah

c. buyut/ayahnya kakek

d. saudara laki-laki sekandung (seayah-seibu) dari calon wanita

e. saudara laki-laki seayah

f. anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung

g. anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah seayah-seibu dengan ayah)

h. paman seayah (saudara laki-laki dari ayah yang hanya seayah dengan ayah)

i. anak laki-laki paman sekandung

j. anak laki-laki dari paman seayah

k. saudara laki-laki kakek yang sekandung (saudara laki-laki kakek yang seayah-seibu dengan kakek)

l. saudara laki-laki kakek yang seayah (saudara laki-laki kakek yang seayah dengan kakek)

m. anak laki-laki dari saudara laki-laki kakek yang sekandung.

n. anak laki-laki dari saudara laki-laki kakek yang seayah

2. wali mu‖tiq yaitu wali nikah karena memerdekakan budak yakni seseorang yang 

ditunjuk menjadi wali nikah dari seorang wanita karena orang tersebut pernah memerdekakannya.

3. wali hakim yaitu wali nikah yang dilakukan oleh penguasa bagi seorang wanita yang wali nasabnya karena sesuatu hal tidak ada, baik karena telah meninggal dunia maupun menolak menjadi wali nikah atau karena sebab-sebab lainnya.

4. wali muhakkam yaitu wali nikah yang terdiri dari seorang laki-laki yang diangkat oleh kedua calon suami isteri untuk menikahkan mereka dikarenakan tidak adanya wali nasab, wali mu‖tiq dan wali hakim.

B. HUKUM PERCERAIAN ISLAM

Mengenai hukum perceraian menurut Islam, dalam Alquran tidak terdapat ayat-ayat yang menyuruh atau melarang perceraian, sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh untuk melakukannya. Dalam Alquran hanya terdapat banyak ayat yang mengatur tentang thalaq (isinya hanya sekedar mengatur bila thalaq mesti terjadi). Misalnya jika ingin mentalaq seharusnya sewaktu istri itu berada dalam keadaan yang siap untuk memasuki masa iddah, seperti dalam firman Allah :“Hai Nabi bila kamu menthalaq istrimu, maka thalaqlah dia sewaktu masuk kedalam iddahnya”. (QS. at-Thalaq: 1).

Meskipun tidak ada ayat Alquran yang menyuruh atau melarang melakukan perceraian yang mengandung arti hukumnya mubah atau boleh, namun perceraian itu termasuk perbuatan yang tidak disenangi Nabi. Oleh karena itu perceraian mengandung arti hukumnya makruh atau tercela.

Dasar hukumnya adalah sabda Rasulullah SAW :

“Perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Hukum asal dari perceraian itu adalah makruh atau tercela, namun dalam keadaan dan situasi tertentu maka hukum perceraian itu adalah sebagai berikut :

1. Nadab atau sunnah yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudaratan yang lebih banyak akan timbul.

2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada.

3. Wajib atau mesti dilakukan. Yaitu jika thalaq dijatuhkan oleh pihak penengah atau hakam atau hakim.

4. Haram yaitu perceraian itu dilakukan dengan tanpa alasan, sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli. (Amir Syarifuddin, 2006: 21)

2. Jenis-jenis perceraian menurut hukum Islam 

Perceraian disebut dalam bahasa Arab yaitu “Thalaq” atau “furqah”, yang artinya 

“melepaskan ikatan”. Walaupun banyak ayat dalam Alquran yang mengatur tentang thalaq , namun isinya hanya sekedar mengatur bagaimana talaq mesti terjadi, meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan. Alquran tidak mengatur bagaimana jenis-jenis perceraian menurut hukum Islam. (Amir Syarifuddin,2006: 200)Dalam Hukum Islam, jenis-jenis perceraian atau talaq itu dapat dibagi menjadi beberapa macam :

a. Jenis-jenis thalaq ditinjau dari keadaan istri, yaitu :

1. Thalaq sunni, yaitu thalaq yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya yang pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk agama dalam Al Quran atau sunnah Nabi. Adapunsyaratnya adalah :

a) Istri sudah pernah digauli

b) Istri melakukan iddah setelah dijatuhkan thalaq

c) Thalaq dijatuhkan pada saat istri dalam keadaan suci

d) Pada saat suci istri tidak pernah digauli

2. Thalaq bid’iy, yaitu thalaq yang dijatuhkan suami, yang tidak sesuai dengan ketentuan agama. Misalnya thalaq yang dijatuhkan sewaktu istri dalam keadaan haid atau dalam keadaan tidak suci, namun telah digauli oleh suami.

b. Jenis-jenis thalaq ditinjau dari segi cara menjatuhkan thalaq yaitu:

1. Dengan menggunakan ucapan

2. Dengan cara tertulis

3. Dengan menggunakan isyarat

4. Dengan menggunakan perantara

c. Jenis-jenis thalaq ditinjau dari jelas atau tidaknya thalaq yaitu :

1. Thalaq sharih yaitu thalaq yang diucapkan dengan jelas dan tegas

2. Thalaq kinayah yaitu thalaq yang dijatuhkan dengan sindiran

d. Jenis-jenis thalaq ditinjau dari segi kata-katanya terdiri dari :

1. Thalaq Tanjiz yaitu thalaq yang dijatuhkan suami dengan ucapan langsung tanpa dikaitkan kepada waktu, baik menggunakan ucapan sharih atau kinayah..

2. Thalak Ta’liq yaitu thalaq yang dijatuhkan suami dengan menggunakan ucapan yang pelaksanaannya digantungkan kepada sesuatu yang terjadi kemudian. Baik menggunakan lafaz sharih atau kinayah.

HUKUM RUJUK

Rujuk artinya kembali atau mengembalikan. Menurut para fukaha mengembalikan mantan isteri kepada kedudukannya sebagai isteri secara penuh yang dilakukan oleh 

mantan suaminya dalam masa iddah. Mantan suami memiliki hak prioritas artinya isteri dalam masa iddah tidak boleh menerima pinangan laki-laki lain selain mantan suaminya, tetapi setelah masa iddah habis maka habislah hak prioritas mantan suaminya tersebut. Fungsi rujuk yaitu mengembalikan kedudukan isteri secara penuh. Dasar hukumnya yaitu Al Baqarah ayat 228.

 

 

Rukun Rujuk

Adapun rukun rujuk adalah

a. mantan suami

b. mantan isteri

c. shighat atau perkataan dibagi dua yaitu sharih/tegas dan kinayah/sindiran

Hukum Rujuk

Adapun hukum dari rujuk adalah:

a. Makruh yaitu jika perceraian terjadi karena alasan yang dibenarkan oleh hukum. maka merujuk kembali istri adalah makruh.

b. Haram yaitu jika perceraian dijatuhkan atas dasar kewajiban hukum

c. Sunnah yaitu jika perceraian terjadi disebabkan karena ketidakserasian antara keduanya, tidak dapat diselesaikannya kesulitan rumah tangga, atau setelah bercerai masing-masing pihak menyadari kesalahan masing-masing dan diantara mereka telah

bersepakat untuk tidak menimbulkan masalah-masalah seperti terjadi sebelumnya.

d. Wajib: apabila suami menjatuhhkan talak karena sesuatu/ pada waktu yang menyalahi aturan hukum

e. Mubbah: jika talak yang dijatuhkan suami bersifat mubah sedang kondisi sesudah talak dijatuhkan tidak terjadi perubahan.

Tata Cara Rujuk

Suami istri yang hendak rujuk bersama-sama ke PPN (Pegawai Pencatat Nikah) yang membawahi wilayah tempat tinggal mereka dengan membawa surat-surat yang diperlukan, yaitu surat talak.

IDDAH

Iddah adalah masa menunggu bagi wanita yang ditalak suaminya dalam kurun waktu tertentu sampai ia dapat menikah kembali dengan lai-laki lain. Lamanya iddah bagi seorang wanita berbeda-beda sesuai keadaannya yaitu:

a. Perempuan yang masih mengalami haid secara normal maka iddahnya tiga kali 

suci sebagaimana firman Allah dalam QS 2 ayat228 yang artinya: Wanita-wanita yang dithalak suaminya hendaklah menahan diri(menunggu) tiga kali quru.

b. Perempuan yang tidak lagi mengalami haid (menopause) atau belum mengalami sama sekali maka iddahnya adalah tiga bulan sesuai firman Allah QS At Talaq ayat 4 yang artinya: Dan perempuan yang putus asa diantara perempuan- perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka iddah mereka adalah tiga bulan dan begitu pula perempuan yang tidak haid

c. Perempuan yang ditinggal mati suaminya maka iddahnya empat bulan sepuluh hari sesuai firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 234 yang artinya: Dan orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri) itu menangguhkan dirinya untuk beriddah empat bulan sepuluh hari.

d. Perempuan yang sedang hamil maka iddahnya adalah sampai melahirkan sesuai firman Allah dalam QS At Talaq ayat 4 yang artinya: ..Dan perempuan- perempuan yang hamil maka waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungannya.

BAB IV

HUKUM EKONOMI ISLAM

A. PENDAHULUAN

  Islam adalah agama yang telah disempurnakan dengan Sumber utamanya Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Sebagai agama yang paling sempurna Islam tidak hanya mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah tetapi juga mengatur tentang muamalah. Kedua sumber utama yang dimiliki membuat Islam sebagai agama yang memiliki daya jangkau dan daya atur yang universal sifatnya sehingga selalu tepat untuk diimplikasikan ke dalam kehidupan umatnya sehari-hari.

B. PANDANGAN ISLAM TERHADAP HAK MILIK

  Milik ditinjau dari bahasa mempunyai makna memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya. Sedangkan menurut istilah, milik adalah suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain menurut syari‖at yang membenarkan pemilik ikhtisas itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang (Hasbi Ash Shiddieqy, 1989: 8)

Hak milik dalam pandangan Islam terdiri dari :

1. Milik yang sempurna (milkut tam), yaitu hak milik yang sempurna sebab kepemilikannya meliputi penguasaan terhadap bendanya (zatnya) dan manfaatnya (hasil) benda secara keseluruhan. Dengan kata lain si pemilik menguasai benda dan manfaatnya secara bersamaan. Pembatasan terhadap penguasaan tersebut hanya didasarkan kepada:

 a. pembatasan yang ditentukan oleh hukum Islam ;

b. pembatasan yang ditentukan oleh ketentuan perundangundangan suatu negara.

2. Milik yang kurang sempurna (milkun naqish), yaitu hak milik yang kepemilikannya hanya terbatas pada penguasaan terhadap bendanya (zatnya) atau manfaatnya (hasil) nya saja (Hasballah Thaib, 1922: 6).

C. PERBANKAN ISLAM.

  Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam, dari segi fungsinya tidak berbeda dengan bank konvensional yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan serta memberikan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Dengan kata lain, bank syariah adalah juga suatu lembaga intermediasi (intermediary institution) seperti halnya bank konvensional. Bedanyahanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free) tetapi berdasarkan prinsip syariah Islam, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS Principle).

  Sebaliknya para bankir muslim beranggapan bahwa peranan dari perbankan Islam adalah semata-mata komersial, dengan mendasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditujukan untuk menghasilkan keuntungan finansial. Dengan kata lain, para bankir muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga yang bersifat sosial. Arti harfiah dari ialah pertumbuhan (growth), naik (rise), membengkak (swell),bertambah (increase) dan tambahan (addition). Berdasarkan beberapa ayat dalam Al Qur'an terdapat konsensus diantara para ahli hukum Islam yang menyatakan bahwa riba jelas dilarang oleh Islam. Dasar hukum dari diharamkannya riba terdapat dalam empat surah Al Qur'an dan disebut pula dalam Hadits. Keempat dasar hukum tadi adalah:

1. QS Al-Baqarah ayat 275 - 280.

2. QS Ali Imran ayat 130.

3. QS An-Nisa ayat 161.

4. QS Ar-Ruum ayat 39.

D. TRANSAKSI-TRANSAKSI PERBANKAN ISLAM

  Sejumlah model perbankan Islam telah dikembangkan oleh para ahli hukum dan para ahli ekonomi muslim. Beberapa penulis menggambarkan bahwa suatu bank Islam adalah suatu investment bank (perusahaan yang berusaha dalam bidang efek-efek), yang hanya melakukan investasi-investasi beresiko jangka panjang, atau adalah suatu commercial bank (bank umum). Penulis-penulis yang lain menggambarkan bank Islam adalah suatu universal bank (adalah bank yang melakukan kegiatan commercial banking tetapi juga sekaligus melakukan kegiatan investment banking).

  Teknik-teknik finansial yang dikembangkan dalam perbankan Islam, baik dalam rangka pengerahan dana dari bank itu maupun dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan oleh bank itu bagi para nasabahnya adalah teknik-teknik finansial yang tidak berdasarkan bunga (interest free) tetapi didasarkan pada profit and loss sharing 

principle (PLS). Di dalam UU No.10 tahun 1998 disebutkan beberapa teknik-teknik finansial tersebut yaitu:

1. Mudarabah.

2. Musharakah.

3. Murabaha.

4. Ba'i salam.

5. Ijarah.

6. Ijarah wa iqtin

Mudarabah 

Mudarabah atau disebut juga qirad adalah suatu transaksi pembiayaan yang melibatkan 2 (dua) pihak:

1. Pihak yang memiliki dan menyediakan modal guna membiayai proyek atau usaha yang memerlukan pembiayaan. Pihak tersebut disebut sahib al maal atau rabb al maal.

2. Pihak pengusaha yang memerlukan modal dan menjalankan proyek atau usaha yang dibiayai dengan modal dari sahib al maal. Pihak tersebut disebut mudarib.

Musharakah

Musharakah disebut juga dengan istilah sharikah atau shirkah. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan partnership. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan perserikatan atau persekutuan. Dalam musharakah dua atau lebih mitra menyumbang untuk memberikan modal guna membiayai suatu proyek atau usaha.

Murabaha

Perjanjian murabaha disebut pula perjanjian mark-up. Bank membiayai pembelian barang (misalnya berupa mesin-mesin pabrik) untuk kepentingan nasabahnya dan menambahkan suatu mark-up sebelum menjual barang itu kepada nasabah atas dasar cost plus profit. Mark-up dirundingkan atau ditentukan di muka oleh kedua belah pihak. Keseluruhan harga barang boleh dibayar oleh pembeli (nasabah bank) secara cicilan. Pemilikan (ownership) dari barang tersebut dialihkan kepada nasabah secara proporsional sesuai dengan cicilan yang telah di bayar. Barang yang di beli dan diserahkan kepada nasabah berfungsi sebagai agunan sampai seluruh harga (ditambah mark-up) dari barang itu dilunasi oleh nasabah. Bank diperkenankan untuk meminta agunan tambahan. Dalam murabaha terdapat dua perjanjian yang terpisah, yaitu perjanjian antara bank dengan pemasok barang dan perjanjian antara bank dengan pembeli barang.

Bai'salam 

Bai'salam adalah suatu jasa yang berkaitan dengan jual beli barang dengan pembayaran dimuka. Dengan kata lain, adalah suatu jasa pre-paid purchase of goods.Harga barang dibayar dimuka pada waktu kontrak dibuat, tetapi penyerahan 

barang dilakukan beberapa waktu kemudian. Harga barang ditentukan di muka.

Ijarah 

Ijarah adalah suatu lease contract atau hire contract. Pada Ijarah suatu bank atau lembaga pembiayaan menyewakan peralatan (equipment) atau sebuah bangunan kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti (fixed charge) sebelumnya. Perjanjian Ijarah serupa dengan perjanjian leasing yang dikenal dalam sistem keuangan yang tradisional (system keuangan modern). Dengan kata lain seperti halnya pada leasing pada Ijarah bank menyewakan suatu asset yang sebelumnya telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disetujui dimuka.

Ijarah wa iqtina

Ijarah wa iqtina adalah suatu termed lease-purchase contract. Disebut ijarah wa iqtina apabila perjanjian ijarah atau lease contract itu diselesaikan dengan cara pengalihan kepemilikan dari asset itu kepada nasabah. Ijarah wa iqtina merupakan konsep hire purchase yang oleh lembaga-lembaga keuangan Islam disebut lease purchase financing. Ijarah wa iqtina adalah suatu gabungan dari suatu kegiatan leasing atas barang-barang bergerak dan barang-barang tidak bergerak (barang-barang tetap) dengan memberikan kepada penyewa (lessee) suatu pilihan (option) untuk pada akhirnya membeli barang yang di sewa. Ijarah wa iqtina merupakan konsep baru yang tidak dikenal sebelumnya oleh ilmuwan-ilmuwan Islam.

 

BAB V

HUKUM PERIKATAN ISLAM

A ASAS-ASAS PERIKATAN

  Hukum Perdata Islam telah menetapkan beberapa asas perikatan yang berpengaruh kepada pelaksanaan perikatan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Jika asas-asas ini tidak terpenuhi dalam melaksanakan perikatan, maka akan berakibat batalnya atau tidak sahnya perikatan yang dibuatnya. Setidak-tidaknya ada lima macam asas yang harus ada dalam suatu perikatan, yaitu(Fathurrahman Djamil, 2001: 249-251):

1. Kebebasan (al-Hurriyah)

  Pihak-pihak yang melakukan perikatan mempunyai kebebasan untuk melakukan suatu perjanjian, baik tentang objek perjanjian maupun syarat-syaratnya, termasuk merupakan cara-cara penyelesaian sengketa apabila terjadi di kemudian hari. Tujuan dari asas ini adalah untuk menjaga agar tidak terjadi saling menzalimi antara sesama manusia melaui perikatan yang dibuatnya. Asas ini juga dimaksudkan juga untuk menghindari semua bentuk pemaksaan (ikrah), tekanan, penipuan dari pihak manapun.

2. Persamaan dan Kesetaraan (al-Musawah)

  Asas ini memberikan landasan bahwa kedua belah pihak yang melakukan perikatan mempunyai kedudukan yang sama atau setara antara satu dan yang lain. Asas ini penting untuk dilaksanakan oleh para pihak yang melakukan kntrak terhadap suatu perjanjian karena sangat erat hubungannya dengan penentuan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak untuk pemenuhan prestasi dalam perikatan yang dibuatnya. Landasan asas ini didasarkan kepada AlQur‖an surat al-Hujarat (49) ayat 13.

3. Keadilan (al-‘Adalah)  

  Pengertian adil di dalam Al-Qur‖an memang diekspresikan dalam beberapa kata, selain ―adl dan qisth, di antara ahkam, qawam, amstsal, iqtashada, shiddiq, dan barr. Adil yang sebenernya adalah sifat Allah sendiri dan Allah adalah hakim yang paling adil (Al-Qur‖an surat Hud (11) ayat 45. Syariah Islam sangat menekankan arti pentingnya keadilan dalam tindakan bermuamalah sesama manusia, tidak boleh berlaku curang, melakukan perbuatan keji, dan selalu bersikap seimbang dalam melakukan perbuatan muamalah dan perikatan terhadap sesuatu hal yang dilakukannya.

4. Kerelaan (al-Ridha)

  Asas ini menyatakan bahwa semua perikatan yang dilakukan oleh para pihak harus didasarkan kepada kerelaan semua pihak yang membuatnya. Kerelaan para pihak yang berperikatan adalah jiwa setiap perikatan yang islami dan dianggap sebagai syarat terwujudnya semua transaksi. Jika dalam suatu perikatan asas ini tidak terpenuhi, maka perikatan yang dibuuatnya telah dilakukan dengan cara yang batil (alakl bil bathil).

5. Tertulis (al-Kitabah)

  Asas lain dalam melakukan perikatan adalah keharusan untukmelakukannya secara tertulis supaya tidak terjadi permasalahan di kemudian hari. Ketentuan ini didasarkan kepada Al-Qur‖an surat AlBaqarah (2) ayat 282-283, ayat ini mengisyaratkan agar semua perikatan yang dilakukan oleh para pihak supaya ditulis, lebih-lebih jika perikatan yang dilakukan itu tidak bersifat tunai. Hal ini penting untuk dilaksanakan agar perikatan itu berada dalam kebaikan bagi semua pihak yang melakukannya.

B. RUKUN DAN SYARAT PERIKATAN

  Suatu perikatan harus memenuhi beberapa rukun dan syarat yang harus ada dalam setiap perikatan. Jika salah satu rukun tidak ada dalam perikatan yang dibuatnya, maka perikatan tersebut dipandang tidak sah dalam pandangan hukum Islam. Adapun syarat adalah suatu sifat yang mesti ada pada setiap rukun, tetapi bukan merupakan sesuatu hal yang esensi sebagaimana hal yang tersebut pada rukun.

1. Ijab Kabul (Shigat Perikatan)

  Formulasi ijab kabul dalam suatu perikatan dapat dilaksanakan dengan ucapan 

lisan, tulisan, atau isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis. Bahkan dapat dilaksanakan dengan perbuatan (fi’li) yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan suatu perikatan yang umumnya dikenal dengan al-mu’athah.

2. Mahal al-‘Aqd (Objek Perikatan)

  Objek perikatan dalam muamalah jangkauannya sangat luas, bentuknya pun berbeda-beda satu dengan yang lain. Dalam perikatan jual beli, objeknya adalah barang yang diperjual belikan dan termasuk harganya. Dalam perikatan gadai,objeknya adalah barang gadai dan utang yang diperolehnya. Dalam perikatan sewa menyewa, objek perikatannya adalah manfaat yang disewa, seperti tenaga manusia, rumah dan tanah. Dalam perikatan bagi hasil, objeknya adalah kerja petani/pedagang/pengusaha dan hasil yang akan diperolehnya.

3. Al-‘Aqidain (Pihak-pihak yang Melaksanakan Perikatan)

  Pihak-pihak yang melaksanakan perikatan disebut dengan sbyek hukum yang mengandung hak dan kewajiban. Subyek hukum ini dapat manusia dan badan hukum. Dapat diketahui bahwa suatu perikatan dapat dianggap sah dan mempunyai akibat hukum, maka perikatan tersebut harus dibuat oleh orang yang cakap bertindak hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukannya. Selain orang sebagai subyek perikatan, badan hukum juga bertindak sebagai subyek perikatan.

4. Maudhu’ul ‘Aqd (Tujuan Perikatan dan Akibatnya)

  Dalam hukum Islam yang dimaksud dengan maudhu’ul ‘Aqd (tujuan perikatan) adalah untuk apa suatu perikatan dilakukan (al maqshad al ashli alladzi syariah al ‘aqd minajlih) oleh seseorang dengan orang lain dalam rangka melaksanakan suatu muamalah antara manusia, dan yang menentukan akibat hukum dari suatu perikatan adalah al-musyarri(yang menetapkan syariat) yakni Allah sendiri. Dengan kata lain, akibat hukum dari suatu perikatan harus diketahui melalui syara’ dan harus sejalan dengan kehendak syara’.

C. HAL-HAL YANG DAPAT MERUSAK PERIKATAN

  Suatu perikatan dapat rusak karena tidak terpenuhi rukun dan syarat-syarat sahnya suatu perikatan. Perikatan dapat rusak karena tidak terpenuhi unsur sukarela anatara pihak-pihak yang bersangkutan. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa suatu perikatan dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal seperti dibawah ini:

1.Keterpaksaan (al-Ikrah)

  Jika suatu perikatan dilakukan tanpa unsur kerelaan pihak yang terlibat dalam perikatan tersebut, maka perikatan tersebut dianggap telah dibuat dengan cara terpaksa. Hal ini tidak dapat dibenarkan dan perikatan tersebut dianggap cacat hukum dan dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan.

2. Kekeliruan Pada Objek Perikatan (Ghalat)

  Kekeliruan yang dimaksud disini adalah kekeliruan atau kesalahan orang yang melakukan perikatan tentang objek perikatan, baik dari segi jenisnya (zatnya) maupun dari segi sifatnya.

3. Penipuan (Tadlis) dan Tipu Muslihat (Taghir)

  Menurut Abdul Halim Mahmud al Ba‖ly, yang dimaksud dengan penipuan (tadlis) adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat pada objek perikatan dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataan untuk menyesatkan pihak yang berperikatan dan berakibatkan merugikan salah satu pihak yang berperikatan tersebut.

D. HAK MENENTUKAN PILIHAN DALAM PERIKATAN (KHIYAR)

  Khiyar menurut harfiah adalah memilih nama yang lebih baik dari dua hal atau lebih. al-Zuhaili mendefinisikan khiyar adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan perikatan untuk meneruskan atau tidak meneruskan perikatan dengan mekanisme tertentu.

  Para ahli Hukum Islam membedakan khiyar yang bersumber dari kedua belah pihak yang melakukan perikatan seperti khiyar syarath dan khiyar ta’yin, dan khiyar yang bersumber dari syara’ itu sendiri seperti khiyar ‘aib, khiyar ruyah dan khiyar majelis.

1.Khiyar Syarath

  Adalah hak memilih antara melangsungkan atau membatalkan perikatan yang telah terjadi, bagi masing-masing, atau salah satu pihak dalam waktu tertentu. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa khiyar syarath ini dibenarkan dalam suatu perikatan dengan tujuan untuk memelihara hak-hak para pihak dari unsure penipuan yang mungkin terjadi.

2. Khiyar Ta’yin

  Adalah hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang menjadi objek perikatan. Khiyar at-Ta’yin berlaku apabila objek perikatan hanya satu dari sekian banyak barang yang berbeda kualitas dan harganya dan satu pihak pembeli, misalnya diberi hak menentukan mana yang akan dipilihnya.

3. Khiyar ‘Aib

  Adalah hak untuk membatalkan atau melangsungkan kntrak bagi kedua belah pihak yang mengadakan perikatan, apabila terdapat suatu cacat pada objek perikatan dan cacat ini tidak diketahui pemiliknya ketika perikatan berlangsung.

Menurut Ibnu Abidin, ada empat syarat berlakunya khiyar al-‘Aib ini, yakni: pertama, cacat iu diketahui sebelum atau setelah akad tetapi belum serah terima barang dan harga, atau cacat itu merupakan cacat lama; kedua, pembeli tidak mengetahui bahwa pada barang itu ada cacat ketika akad berlangsung; ketiga, ketika akad berlangsung pemilik barang (penjjal) tidak mensyaratkan, bahwa apabila ada cacat tidak boleh dikembalikan; dan keempat,cacat itu hilang sampai dilakukan pembatalan akad. Berlakunya khiyar ‘aib ini adalah sejak diketahui adanya cacat pada barang yang  

diperjualbelikan dan dapat diwaris oleh ahli waris pemilik hak khiyar.

4. Khiyar ar-‘Ru’yah

  Adalah hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika perikatan berlangsung. Dasar hukum dari khiyar ar-Ru’yah ini adalah Hadis Riwayat al-Daruqutni dari Abu Hurariah r.a. yang artinya: “siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu”.

5. Khiyar Majelis

  Adalah hak pilih bagi kedua belah pihak yang berperikatan untuk meneruskan atau tidak meneruskan perikatan selama keduanya masih dalam majelis akad sebelum berpisah. Khiyar Majelis hanya berlaku dalam perikatan yang bersifat mengikat kedua belah pihakseperti jual beli dan sewa menyewa. Dasar hukumnya adalah Hadis Rasulullah SAW yang menyatakan apabila dua orang melakukan perikatan jual beli, maka masing-masing pihak mempunyai hak pilih, selama keduanya belum berpisah badan.

E. BERAKHIRNYA SUATU PERIKATAN (INTIHA’ AL-‘AQD)

  Menurut hukum Islam perikatan berakhir disebabkan terpenuhinya tujuan perikatan (tahqiq gharadh al-‘aqd), pembatalan (fasakh) putus demi hukum (infisakh), kematian, ketidakizinan (‘adal alijazah) dari pihak yang memiliki kewenangan dalam mengurus perikatan mauquf (perikatan yang keabsahannya bergantung pada pihak lain).

1.Terpenuhinya Tujuan Perikatan (Tahqiq Gharadh al-‘Aqd)

Suatu perikatan dipandang berakhir apabila tujuan perikatan sudah tercapai. Dalam perikatan jual beli misalnya, perikatan dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah tangan kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual.

2. Berakhir karena Pembatalan (Fasakh)

 Perikatan dapat dibatalkan karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syara’, seperti yang disebutkan dalam perikatan yang rusak karena tidak memenuhi rukun syaratnya. Pembatalan perikatan juga dapat dilakukan dengan khiyar.

3. Putus Demi Hukum (Infisakh)

  Berakhirnya perikatan karena putus dengan sendirinya atau putus demi hukum, karena disebabkan isi perikatan tidak mungkin untuk dilaksanakan (istihalah al-tanfiz), misalnya adanya bencana alam (frce majeure), atau sebab-sebab lain yang tidak mungkin dilaksanakan leh pihak-pihak yang melaksanakan perikatan jika dilaksanakan ia akan mengalami kerugian.

4. Karena Kematian (Wafat)

  Tentang hal ini para ahli hukum Islam berbeda pendapat, sebagian dari mereka mengatakan bahwa tidak semua perikatan otomatis berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak yang melaksanakan perikatan.

5. Tidak Ada Persetujuan (‘Adam al-Ijazah)

  Perikatan dapat berakhir karena pihak yang memiliki kewenangan tidak memberikan persetujuannya terhadap pelaksanaan perikatan yang telah dibuatnya. Tidak ada persetujuan dari pihak yang berwenang mungkin juga disebabkan karena salah satu pihak melakukan suatu kelancangan dan pengkhianatan terhadap perikatan yang telah dibuatnya.

PRODUK-PRODUK AKAD

A. PRODUK-PRODUK AKAD PERCAMPURAN

  Keberadaan Bank Syariah saat ini telah menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan usaha Bank Syariah berpedoman pada berbagai prinsip syariah, hal inilah yang membedakan Bank syariah dengan Bank Konvensional. Perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil yang di terapkan dalam Musyarakah dan Mudarabah yang merupakan praktek yang sudah biasa digunakan dalam kesepakatan sebelum Islam datang (di Timur Tengah).

  Konsep musyarakah dan mudarabah berjalan berdampingan dengan konsep pinjam sistem bunga sebagai cara untuk membiayai berbagai kegiatan ekonomi. Kemudian setelah datangnya islam, semua transaksi yang berdasarkan riba (bunga) dilarang dan semua dana harus disalurkan atas dasar bagi hasil (profit dan loss sharing).

  Musyarakah dan Mudarabah atau sering dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing adalah dua model kesepakatan yang derekomendasikan dalam Islam karena bebas dari sistem riba.

1. MUSYARAKAH

  Pengertian Musyarakah atau dikenal dengan sebutan Syirkah secara bahasa berarti percampuran (ikhtilath), yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit untuk dibedakan. Secara terminologi, sekalipun para ahli fiqh memberikan definisi yang beragam, tetapi secara substansi memiliki kesamaan, yaitu kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dengan kesepakatan bahwa keuntungan dari resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Dasar Hukum 

 Dasar hukum musyarakah dalam Alquran antara lain sebagai berikut: Maka mereka bersyarikat pada sepertiga (QS. An-Nisa (4): 12); Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih (QS. Shad (38): 24).Menurut Hadis, di antaranya sebagai berikut:

Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw berkata: “Sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Daud).

Jenis-Jenis Musyarakah

  Para ulama fiqh membagi syirkah ke dalam dua bentuk, yaitu syirkah al-amlak (perserikatan dalam pemilikan) dan syirkah al-uqud (perserikatan berdasarkan perjanjian). Syirkah al-amak, yaitu kepemilikan harta secara bersama (dua orang atau lebih) tanpa diperjanjikan terlebih dahulu menjadi hak bersama atau terjadi secara otomatis. Dalam syirkah amlak ini, sebuah aset dan keuntungan yang dihasilkan menjadi milik bersama yang berserikat/berkongsi.

i. Syirkah Al-Inan

  Merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih di mana besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus sama besarnya, masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif dalam mengelola usaha, namun yang bersangkutan dapat menggugurkan hak tersebut, pembagian keuntungan dapat didasarkan atas persentase modal masingmasing atau dapat pula berdasarkan negosiasi/kesepakatan di mana hal ini dimungkinkan karena adanya kemungkinan tambahan kerja atau menanggung resiko dari salah satu pihak, dan kerugian dibagi bersama sesuai dengan besarnya pernyataan modal. Syirkah al-inan merupakan bentuk perkongsian yang paling banyak digunakan antara lain dapat diterapkan dalam Perseroan Terbatas, Joint Venure, Penyertaan Saham, dan Proyek Khusus (Special Investment).

ii. Syirkah Al-Mufawadhah

  Merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih di mana besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota sama, setiap anggota menjadi wakil dan penjamin (kafil) bagi partner lainnya, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dan pembagian keuntungan dapat didasarkan atas persentase modal masing-masing.

iii. Syirkah Al-Amal/Abdan/Shina‖i

  Merupakan kerja sama anatara dua orang seprofesi (atau tidak, menurut pendapat selain Syafi‖i) untuk menerima pekerjaan secara kolektif/bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang konsultan untuk mengerjakan sebuah proyek atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Pada syirkah ini yang terpenting adalah pembagian kerja atas keahlian masing-masing sesuai kesepakatan. Ketidakjelasan pembagian kerja dapat menimbulkan perselisihan di kemudian hari terutama dalam hal pembagian keuntungannya.

iv. Syirkah Al-Wujuh

  Merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih yang mengandalkan wujuh (reputasi, prestasi, wibawa, atau nama baik), dan tidak ada keterlibatan modal sama sekali. Misalnya, kongsi antar pedagang yang tidak membeli barang secara tunai atas kepercayaan dan jaminan mitranya, kemudian menjualnya dengan tunai.

Rukun dan Syarat Musyarakah 

  Rukun musyarakah menurut mayoritas ulama fiqh adalah adannya para pihak yang bekerja sama (asy-syuraka), Modal (ra‖sul maal), usaha atau proyek (al-masyru), dan pernyataan kesepakatan (ijan-qabul).Para pihak (asy-syuraka) yang bekerja sma harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan, modal yang diberikan harus uang tunai atau aset yang bernilai sama atau dianggap tunai dan disepakati para mitra, dan partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah suatu hal mendasar, sekalipun salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih banyak dari yang lain dan banyak menuntut pembagian keuntungan lebih bagi dirinya.

2. MUDHARABAH

  PengertianMudharabah berasal dari kata dharb artinya memukul atau lebih tepatnya proses seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usaha. Secara teknis mudharabah adalah kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional dari jumlah modal, yaitu oleh pemilik modal. Kerugian yaitu timbul disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Dasar Hukum 

 Secara umum dasar hukum mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha, sebagaimana berikut.

i. Menurut Alquran 

  Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (QS AlMuzammil (73); 20). Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah (QS. Al-Jumuah (62): 10). Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu (QS. Al-Baqarah (2): 198)

ii. Menurut Hadis

  Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan nama ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR. Thabrani).

Jenis Mudharabah 

  Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu mudharabah muthalaqah (general investment) dan mudharabah muqayyadah (special investment). Mudharabah muthalaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan 

mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthalaqah, di mana si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

Rukun dan Syarat Mudharabah

  Rukun mudharabah adalah pemodal, pengelola, modal, nisbah keuntungan dan sighat atau akad. Syarat-syarat mudharabah adalah

sebagai berikut:

i. Pemodal dan Pengelola

1) Pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.

2) Keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak.

3) Shighat yang dilakukan bisa secara eksplisit dan implisit yang menunjukan tujuan akad.

4) Sah sesuai dengan syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran, dan akad bisa dilakukan secara lisan atau verbal, secara tertulis maupun ditandatangani

ii. Modal

  Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikannya dalam aktivitas mudharabah. Untuk itu, modal disyaratkan harus:

1) Dinyatakan dengan jelas jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang). Apabila modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya);

2) Harus berbentuk tunai bukan piutang (namun sebagian ulama membolehkan modal mudharabah berbentuk aset perdagangan, misalnya inventory);

3) Harus diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkannya melakukan usaha.

iii. Keuntungan

  Adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Keuntungan adalah tujuan akhir mudharabah. Keuntungan dipersyaratkan sebagai berikut:

1) Harus dibagi untuk kedua belah pihak

2) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.

3) Rasio persentase (nisbah) harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.

4) Waktu pembagian keuntungan dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada shahibul maal.

5) Jika jangka waktu akad mudharab relatif lama, nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu.

6) Jika penentuan keuntungan dihitung berdasarkan keuntungan kotor (gross profit), biaya-biaya yang timbul disepakati oleh kedua belah pihak, karena dapatmempengaruhi nilai keuntungan

Ketentuan-Ketentuan dalam Mudharabah 

i. Ketentuan Umum Mudharabah

1) Pembatasan waktu mudharabah. Beberapa ulama berpandangan boleh melakukan pembatasan mudharabah pada periode tertentu.

2) Dilarang membuat kontrak yang tergantung pada sebuah kejadian pada masa yang akan datang, karena mengandung unsur ketidakpastian.

ii. Jaminan dalam Mudharabah

  Pada dasarnya akad mudharabah adalah akad yang bersifat kepercayaan (trust). Karena itu, dalam mudharabah, menurut sebagian ulama, pemilik dana tidak diperkenankan meminta jaminan sebagaimana jaminan (rahn) dalam transaksi utangpiutang. Sedangkan menurut sebagian ulama lain, jaminan dapat diminta oleh pemilik dana/pemodal kepada pihak pengelola dana dan atau kepada pihak ketiga berupa agunan resiko. Kebolehan pengambilan jaminan tersebut didasarkan pada asumsi si mudharib tidak mustahil melakukan pelanggaran batas atau menyalahi ketentuan yang disepakati, atau disebut dengan jaminan khianat (moral hazard) atau jaminan kemungkinan adanya pelanggaran.

iii. Batasan Tindakan Mudharib terhadap Dana Mudharabah

  Ada tiga kategori tindakan bagi mudharib terhadap dana mudharabah, yaitu tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kontrak; tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kekuasaan perwakilan secara umum; dan tindakan yang tidak berhak dilakukan mudharib tanpa izin eksplisit dari penyedia dana.

iv. Wewenang Mudharib

  Mudharib bertanggung jawab untuk menangani urusan yang berkaitan dengan proyek atau kegiatan usaha yang dibiayai dengan pembiayaan mudharabah. Oleh sebab itu, mudharib memiliki kekuasaan untuk dapat leluasa bertindak, namun hal tersebut hanya dapat dilakukan dalam batas-batas tertentu. Sekalipun shahib al-maal memiliki hak untuk memberikan instruksi dan pembatasan kepada mudharib, namun instruksi atau pembatasan tersebut sepanjang tidak sampai menghalangi tercapainya tujuan-tujuan dariperjanjian mudharabah, yaitu memperoleh keuntungan melalui tindakan bisnis yang dilakukan oleh mudharib. Apabila instruksi atau pembatasan tersebut sampai menghalangi tercapainya tujuan-tujuan perjanjian mudharabah, maka instruksi atau pembatasan tersebut dapat dibatalkan (Nabil A Saleh, 1986:113).

v. Batas Tanggung Jawab Mudharib

  Mudharib tidak bertanggung jawab atas berkurang atau habisnya modal yang diinvestasikan oleh shahib al-maal. Tanggung jawab mudharib hanya tebatas kepada memberikan jerih payah, pikiran, dan waktunya untuk mengurus bisnis yang dibiayai dengan modal shahib al-maal.

vi. Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Shahibul Maal dalam Mudharabah

  Kewajiban utama dari shahib al-maal ialah menyerahkan modal mudharabah kepada mudharib. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian mudharabah menjadi tidak sah (Nabil A. Saleh, 1986:106). Shahib al-maal berkewajiban untuk menyediakan dana yang dipercayakan kepada mudharib untuk tujuan membiayai suatu proyek atau suatu kegiatan usaha.

B. PRODUK-PRODUK AKAD PERTUKARAN

1. MURABAHAH

  Pengertian MurabahahKata murabahah berasal dari kata (arab) rabaha, yurabihu, murabahatan, yang berarti beruntung atau menguntungkan , seperti ungkapan “ tijaratun rabihah, wa baa‖u asy-syai murabahatan “ artinya perdagangan yang menguntungkan, dan menjual sesuatu barang yang memberi keuntungan. Kata murabahah juga berasal dari kata ribhun atau rubhun yang berarti tumbuh, berkembang dan bertambah.Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati (lihat pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia No. 746/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

C. PRODUK PRODUK AKAD JASA

 Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perabankan yang dikembangkan berdasarkan syariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut atau meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan untuk melakukan investasi untuk usahausaha yang dikategorikan haram dimana hal ini tidak dapat dijamin 2dalam sistem perbankan konvensional.

1. WAKALAH (PEMBERIAN KUASA)

Pengertian Wakalah

  Secara etimologi, wakalah berarti penyerahan (al-tafwidh) dan pemeliharaan (al-hifdh). Sedangkan secara terminologi, menurut Wahbah, wakalah ada dua pengertian, yaitu menurut mazhab Hanafi yang mengartikan wakalah sebagai pendelegasian suatu tindakan hukum kepada orang lain yang bertindak sebagai wakil. Lalu menurut Mazhab Maliki, Syafi‖i, dan Hambali mengartikan Wakalah sebagai pendelegasian hak kepada seseorang dalam hal-hal yang bisa diwakilkan kepada orang lain selagi orang tersebut masih hidup.

Rukun dan Syarat-syarat Wakalah

  Menurut kelompok Hanafiah, rukun Wakalah itu hanya ijab qabul. Menurut Jumhur ulama tidak sependapat dengan pandangan kelompok hanafiah.Mereka berpendirian bahwa rukun dan syarat Wakalah itu adalah sebagai berikut:

a. Pihak yang mewakilkan (Al-Muwakkil), Seseoarang / institusi yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.

b. Pihak yang mewakili. (Al-Wakil), Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan.

c. Perkara yang Diwakilkan, Objek wakalah haruslah sesuatu yang dapat dijadikan objek akad atau suatu pekerjaan yang dapat dikerjakan orang lain, perkara-perkara yang mubah dan dibenarkan oleh syara‖, memiliki identitas yang jelas, serta milik sah dari al-muwakkil.

d. Pernyataan yang disepakati (Ijab-Qobul), Akad ini menjadi sah dengan ijab dan qabul, tapi wakalah tidak mengikat (itizam) dengan sendirinya, namun bersifat Jaiz (boleh) kalau pemberi kuasa menghendaki.

A. PERBANKAN SYARIAH

Latar Belakang Lembaga Perbankan

  Bank merupakan lembaga keuangan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bank pun dalam pendanaan operasionalnya sebagian besar berasal dari masyarakat. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata menjadi sumber dana terbesar yang dijadikan andalan oleh bank tersebut. Pencapaiannya mencapai 80-90% dari seluruh dana yang dikelola bank. Setiap lapisan masyarakat yang menyimpan uangnya harus benar-benar yakin akan keamanan uang yang diamanahkannya kepada bank-bank tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.

Sejarah Perbankan Syariah

  Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

PASAR MODAL SYARIAH

Pendahuluan

Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas melarang aktivitas penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki (9:33).Untuk mengimplementasikan seruan investasi tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan hartanya di pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Pasar modal merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya.

Pengertian Pasar modal syariah

  Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Fungsi dan manfaat saham Syariah

Menurut Metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :

1. Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.

2. Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas

3. Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya

4. Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional

5. Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

TINJAUAN UMUM WAKAF

A. KONSEP WAKAF DALAM HUKUM ISLAM

1. Pengertian Wakaf

  Wakaf berasal dari bahasa arab dari kata al-Waqf, bentuk masdar dari waqafa-yaqifu-waqfan yang berarti berhenti atau berdiri. Kata waqaf mempunyai arti yang sama dengan kata al-habs yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan yang berarti menahan. Dalam kitabkitab fiqh, pengertian wakaf adalah menyerahkan sesuatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nazhir (pemelihara atau pengurus wakaf) atau kepada suatu badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan, dan pula bukan milik tempat menyerahkan (nazhir), tetapi menjadi milik Allah SWT. (hak umat).

  Sedangkan pengertian wakaf menurut istilah, para ulama‖ berbeda redaksi dalam memberikan rumusan, Imam Takiyudin Abi Bakr lebih menekankan tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2 Dasar Hukum Wakaf

  Secara teks, wakaf tidak terdapat dalam al-Qur‖an dan asSunnah, namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber hukum Islam tersebut. Di dalam al-Qur‖an sering menyatakan konsep wakaf dengan ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq) demi kepentingan umum. Sedangkan dalam hadith sering kita temui ungkapan wakaf dengan ungkapan habs (tahan).Dalil yang menjadi dasar utama disyariatkannya ajaran wakaf ini lebih dipahami berdasarkan konteks ayat al-Qur‖an, sebagai sebuah amal kebaikan. Ayat-ayat yang dipahami berkaitan dengan wakaf adalah sebagai berikut.

Dalam surat Ali-Imran ayat 92

Artinya :

“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu nafkahkan, Maka Allah mengetahuinya.”(QS. Ali-Imran: 92)

3 Rukun Dan Syarat Wakaf

  Rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, dimana 

ia merupakan bagian integral dan disiplin itu sendiri. Atau dengan kata lain, rukun adalah penyempurna sesuatu, dimana ia merupakan bagian dari sesuatu itu. Meskipun para pakar hukum Islam berbeda pendapat dalam merumuskan definisi wakaf seperti yang telah dikemukakan di atas. Namun mereka sepakat dalam menentukan rukun wakaf sebab tanpa rukun, wakaf tidak dapat berdiri sendiri atau wakaf tidak sah. Ada lima macam rukun wakaf diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Waqif (Orang yang memberikan wakaf)

  Waqif adalah pemilik harta yang mewakafkan hartanya. Menurut para pakar hukum Islam, suatu wakaf dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila waqif mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru’ yaitu kecakapan melepaskan hak miliknya kepada orang lain.

b. Mauquf Bih (Harta atau benda yang diwakafkan)

  Mauquf bih merupakan hal yang sangat penting dalam perwakafan. Sebagai objek wakaf, harta benda yang diwakafkan tersebut bisa dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat.

c. Mauquf ‘alaih (Penerima wakaf/tujuan/sasaran wakaf)

  Yang dimaksud dengan mauquf ‘alaih adalah tujuan wakaf (peruntukkan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batasbatas yang sesuai dan diperbolehkan syari‖at Islam, misalnya :

1) Untuk kepentingan umum, seperti tempat wakaf itu digunakan untuk mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit dan tempat-tempat sosial lainnya.

2) Untuk menolong fakir miskin, orang-orang terlantar dengan jalan membangun panti asuhan.

3) Untuk keperluan anggota keluarga sendiri, walaupun misalnya anggota keluarga itu terdiri dari orang-orang yang mampu. Namun alangkah baiknya kalau tujuan wakaf itu diperuntukkan bagi kepentingan umum.

4) Tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah.

d. Sighat (Pernyataan wakaf)

  Tentang sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh jumhur Fuqaha. Tanpa adanya ikrar wakaf, para Fuqaha menganggap wakaf belum sempurna dilaksanakan. Yang dimaksud dengan ikrar wakaf (sighat) adalah kata-kata atau pernyataan yang diucapkan atau dinyatakan oleh orang yang berwakaf bahwa dia mewakafkan untuk kepentingan tertentu.

e. Nazhir (Pengelola wakaf)

  Pada umumnya di dalam kitab-kitab fiqh tidak mencantumkan Nazhir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf. Namun demikian, dengan memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari benda wakaf, maka kehadiran Nazhir 

sangat diperlukan. Dikarenakan harta secara umum memerlukan pengelola yang dapat menjaga dan mengurus agar tidak terlantar dan tidak sia-sia (hifdz al-mal).

4 Macam-Macam Wakaf

  Bila ditinjau dari segi peruntukan (tujuan) wakaf, maka wakaf dapat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu :

a. Wakaf Ahli

  Yang dimaksud wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si waqif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf dzurri.Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf jenis ini juga disebut wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.

b. Wakaf Khairi

  Wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan, dan lain-lain.Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang mengambil manfaatnya. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum.

Wakaf Dalam Hukum Islam

  Pada bagian ini akan dilakukan penelitian terhadap kaidah-kaidah hukum yang memberikan pengertian dari lembaga wakaf dalam Islam serta sifat dari lembaga tersebut. Untuk itu pengetahuan akan lingkungan hukum dari mana lembaga tersebut berasal perlu dipahami terlebih dahulu. Pemahaman tersebut tidak dilakukan secara mendalam tetapi cukup agar dapat mengetahui kedudukan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur lembaga tersebut dalam lingkungannya.

Kesimpulan 

Secara harfiah disebutkan bahwa syariat adalah jalan lurus bagi umat manusia agar dapat hidup dengan benar menurut ajaran Islam. Dalam perkembangan selanjutnya syariat lebih mempunyai arti sebagai aspek hukum dari ajaran Islam. Apapun pengertian syariat yang kita pakai, kita masih harus membahas mengenai sumber dari ajaran Islam itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun