Formulasi ijab kabul dalam suatu perikatan dapat dilaksanakan dengan ucapanÂ
lisan, tulisan, atau isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis. Bahkan dapat dilaksanakan dengan perbuatan (fi’li) yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan suatu perikatan yang umumnya dikenal dengan al-mu’athah.
2. Mahal al-‘Aqd (Objek Perikatan)
 Objek perikatan dalam muamalah jangkauannya sangat luas, bentuknya pun berbeda-beda satu dengan yang lain. Dalam perikatan jual beli, objeknya adalah barang yang diperjual belikan dan termasuk harganya. Dalam perikatan gadai,objeknya adalah barang gadai dan utang yang diperolehnya. Dalam perikatan sewa menyewa, objek perikatannya adalah manfaat yang disewa, seperti tenaga manusia, rumah dan tanah. Dalam perikatan bagi hasil, objeknya adalah kerja petani/pedagang/pengusaha dan hasil yang akan diperolehnya.
3. Al-‘Aqidain (Pihak-pihak yang Melaksanakan Perikatan)
 Pihak-pihak yang melaksanakan perikatan disebut dengan sbyek hukum yang mengandung hak dan kewajiban. Subyek hukum ini dapat manusia dan badan hukum. Dapat diketahui bahwa suatu perikatan dapat dianggap sah dan mempunyai akibat hukum, maka perikatan tersebut harus dibuat oleh orang yang cakap bertindak hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukannya. Selain orang sebagai subyek perikatan, badan hukum juga bertindak sebagai subyek perikatan.
4. Maudhu’ul ‘Aqd (Tujuan Perikatan dan Akibatnya)
 Dalam hukum Islam yang dimaksud dengan maudhu’ul ‘Aqd (tujuan perikatan) adalah untuk apa suatu perikatan dilakukan (al maqshad al ashli alladzi syariah al ‘aqd minajlih) oleh seseorang dengan orang lain dalam rangka melaksanakan suatu muamalah antara manusia, dan yang menentukan akibat hukum dari suatu perikatan adalah al-musyarri(yang menetapkan syariat) yakni Allah sendiri. Dengan kata lain, akibat hukum dari suatu perikatan harus diketahui melalui syara’ dan harus sejalan dengan kehendak syara’.
C. HAL-HAL YANG DAPAT MERUSAK PERIKATAN
 Suatu perikatan dapat rusak karena tidak terpenuhi rukun dan syarat-syarat sahnya suatu perikatan. Perikatan dapat rusak karena tidak terpenuhi unsur sukarela anatara pihak-pihak yang bersangkutan. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa suatu perikatan dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal seperti dibawah ini:
1.Keterpaksaan (al-Ikrah)