Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Para Penggali Kubur

7 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:43 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sadar sesaat dari pertarungan sel-sel otaknya, Siti Nurjanah melihat Sobar yang masih terlelap dalam tidurnya. Ditatap tajam bayi mungil itu. Tatapan matanya yang tajam, lamat-lamat pudar hingga pertarungan sel-sel otaknya kembali terjadi.

"Bayi ini sudah berumur 2 tahun," ujarnya dalam pertarungan sel-sel otak itu.

"Sudah bisa disapih, tak dususui lagi."

"Maka tugasnya sekarang sudah berakhir."

"Aku akan menjadi Sarmini."

"Karena Sarmini sudah mati, maka aku harus mati."

Salah satu kutub sel otaknya menggerakkan tubuh Sarmini berjalan. Langkahnya kaku seperti manusia yang tak bernyawa. Wajah perempuan itu yang ayu itu menjadi kasar, giginya menyeringai, rambutnya yang biasanya lembut terurai berubah menjadi seperti ijuk.

Langkah kaki kaku satu persatu itu menyusuri lintasaan desa. Sebuah keanehan terjadi, saat gentayangan di desa, langit bertambah gelap, angin terdengar menderu, suara-suara binatang buas bersahutan, tak ada hujan namun terdengar ledakkan halilintar yang memekakan telinga. Tak ada orang yang berpapasan dengan perempuan yang sepertinya sudah berubah menjadi manusia setengah setan.

Pergolakan dalam batin yang begitu sakit, perjalanan hidup yang menistakan dirinya, serta cita-cita yang telah terpenggal, membuat jiwanya kosong. Dalam jiwa yang kosong itulah terisi oleh sebuah sel-sel otak yang penuh dengan kekecewaan yang demikian dahsyat. Sel-sel otak seperti itu membuat dirinya menyukai keputusasaan dan kematian.

Langkah perempuan itu terhenti ketika di depannya jurang menganga. Ia telah berdiri pada sebuah tebing yang tinggi. Dipandang jurang menganga itu dengan tatapan tajam, seperti mata setan. Mata setan itu rupanya melihat di bawah tergambar sebuah taman yang indah, ada sungai mengalir yang jernih, tumbuh ratusan bunga yang beraneka warna, dedaunan pepohonan yang hijau, dan menjulang tinggi sebuah gunung biru. Di taman itu terlihat puluhan anak bermain, bercanda, dan berlarian berkejaran.

Apa yang terjadi di bawah menarik perempuan itu. "Aku ingin pergi ke sana," ujarnya lirih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun