Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Para Penggali Kubur

7 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:43 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oh tidak."

"Posisi yang demikian akan membuat aku menjadi serba salah. Bila aku menolongnya pasti akan akan disebut bagian juga dari PKI dan akan dipenggal kepalaku. Tetapi kalau tak menolong, di mana nurani dan cintaku pada Sarmini. "

****

            Hari itu Samiun tidak pergi ke pasar. Tidak pergi ke pasar bukan karena malas namun pasar di desa itu tidak setiap hari buka. Hanya pada legi, kliwon, dan pahing pasar itu ada aktivitas. Kesempatan yang demikian digunakan untuk mengurus kambing yang dimiliki. Kambing dua ekor, jantan dan betina, itu dibeli dari uang yang dikumpulkan dari menjual buah kelapa.

            Dua ekor kambing itu dikandangkan di belakang rumah. Kandang itu terbuat dari kayu dengan atap dari rumbai daun kelapa. Setiap sore, Samiun ngarit, mencari rumput, dan daun-daun segar di hutan yang tak jauh dari rumahnya untuk memberi makan kepada hewan berkaki empat itu.

            Dirinya berharap agar dua pasang kambing itu segera kawin, dengan perkawinan itu maka hewan ternak yang dipelihara bisa beranak pinak. Bila beranak pinak maka jumlah kambing yang dimiliki bisa bertambah. Bila sudah cukup umur, kambing yang dimiliki bisa dijual. Dari sinilah Samiun bisa memperoleh penghasilan yang lain.

            Di depan kandang, pria itu sedang mengaduk-ngaduk makanan yang tersisa. Rumput dan daun hijau yang berada di tempat pakan masih tersisa cukup. Sisa pakan yang ada tidak bisa disantap sebab leher kedua kambing itu terlalu pendek untuk bisa menjangkau makanan yang berada di bawah. Dengan diaduk itulah pakan yang tersisa terangkat. Begitu terangkat, pakan itu langsung disamber hewan bertelinga lebar itu.

            Samiun gembira saat melihat kambing-kambing itu berebut pakan. Hatinya senang, dengan rakus makan membuat binatang yang suka mengembik itu akan bertambah bobotnya. Bertambah bobot berarti bertambah nilai jualnya.

            Puas mengurus hewan ternak, Samiun beranjak meninggalkan kandang. Ia melangkah menuju ke ruang tengah. Sesampai di ruang yang tersedia meja dan kursi itu, Samiun duduk di salah satu kursi yang ada. Secangkir kopi tersungguh di atas meja. Begitu tahu ada minuman kesukaannya, ia langsung mengeluarkan rokok klobot di kantung celana. Rokok itu bikinan sendiri. Hanya bermodal membeli tembakau di pasar. Sedang bungkusnya diperoleh dari daun jagung. Daun jagung itu dijemur di terik matahari agar keras. Semakin keras semakin enak.

            Racikan tembakau ditabur di atas daun jagung dan selanjutnya digulung serta diikat dengan tali, jadilah rokok. Sebatang rokok ujungnya dimasukkan ke dalam mulut. Tangannya memegang korek, menghidupkan sumber api, lalu menyulutkan di ujung rokok. Dihisap kuat-kuat agar api memanggang ujung rokok. Apa yang dilakukan itu berhasil, titik api sudah terlihat di ujung rokok. Seketika itu Samiun menikmati gurihnya tembakau jawa itu.

            Asap membumbung dan bunyi kemretek rokok akibat dihisap. Pikirannya menjadi ringan setelah nikotin, senyawa candu, yang ada dalam tembakau mengalir dalam darah. Akibatnya ia tak putus-putus menghisap rokok buatan tangan sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun