Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Para Penggali Kubur

7 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:43 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Biar aku saja nanti yang masak nasi dan membikin sayuran."

Mendengar suaminya mengatakan demikian, Mbok Siyo tak mengucapkan sepatah kata. Ia hanya diam dan menatap suaminya. Dalam hatinya mengakui bahwa di tengah dirinya mengandung, rasa lelah sering mendera pada tubuhnya sehingga hal demikian mengakibatkan ia malas bergerak namun kalau suaminya nanti yang memasak nasi dan membikin sayuran, hal demikian tentu akan membuat suaminya semakin bertambah beban kerjanya.

Diakui oleh Mbok Siyo, menjual buah kepala di pasar tidak mudah. Harus bersaing dengan penjual buah kelapa yang lain yang jumlahnya tidak sedikit. Pinter-pinternya pedagang buah kelapa saja yang bisa memikat pembeli. Dan selama ini diakui suaminya bisa menjual buah kelapanya meski tak semua habis dibeli orang yang membutuhkan.

"Sudah nggak usah dipikir pak," kata Mbok Siyo dengan nada pelan.

"Ya nanti kalau aku nggak kuat, saya akan ngomong."

"Yo wis, ya sudah, cepat berangkat ke pasar, mumpung masih pagi."

Mendengar istrinya berkata penuh semangat, Pak Tedjo merasa senang. Hal demikian menunjukan ia pengertian. Ia tahu suaminya kerja cukup berat sehingga tidak mau bebannya ditambah. Untuk itu Mbok Siyo ingin tetap bisa melakukan rutinitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.

"Yo wis, ya sudah, kalau begitu aku berangkat ke pasar ya," ucap Pak Tedjo.

Setelah pamitan, Pak Tedjo meninggalkan rumah itu untuk ke pasar. Puluhan buah kelapa itu teronggok di dua keranjang. Dua keranjang itu dikaitkan dengan selonjor pikulan. Pikulan itu kemudian diletakkan di bahu sehingga dua keranjang itu terangkat. Dengan menggotong dua keranjang berisi buah kelapa, Pak Tedjo menyusuri jalan-jalan dusun. Jalan dusun masih berupa hamparan tanah, terkadang terjal, sehingga membuat nafas yang harus dihela semakin kuat.

Demi hidup yang ditanggung, pria yang rambutnya sudah memutih itu tak kenal menyerah. Rasa capek dan haus saat dirinya menggotong keranjang dan jauhnya jarak rumah ke pasar tak menyurutkan semangat untuk mencari rejeki.

Selepas melewati jembatan kayu, keramaian orang sudah dirasakan. Hal demikian menunjukkan pasar sudah dekat. Pak Tedjo bertambah semangat ketika pasaran di pasar kampung itu ramai. Orang-orang dari berbagai dusun berbondong-bondong pergi ke pasar selain untuk membeli barang dan perlengkapan yang dibutuhkan juga untuk mencari hiburan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun