Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Para Penggali Kubur

7 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:43 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Walah," gumam Samiun dalam hati dengan perasaan jengkel.

            Ajakan itu membuat Samiun harus ikut dengan para pemuda untuk menggali lubang besar untuk mengubur orang-orang PKI yang dibantai. Nusiron rupanya tahu kalau Slamet yang biasanya menjemput dirinya. "Terus ke mana Slamet," gumamnya dalam hati Samiun.

            "Saya tidak membawa cangkul mas," Samiun mencoba menolak dengan alasan seperti itu.

            "Halah, gampang. Di antara kita ada yang membawa cangkul," papar Nusiron.

            "Lha buah kelapa dan barang belanjaku ini gimana?" Samiun kembali berkilah.

            "Ah, taruh saja di gubuk itu," ujar Nusiron sambil menunjuk gubuk yang tak jauh darinya.

            "Kamu banyak ngomong," ucap Nusiron dengan nada sinis.

            Samiun dengan ogah-ogah mengangkat keranjangnya ke gubuk itu. Sampai di gubuk, ia meletakkan di bagian pojok dengan tujuan untuk agar barangnya aman. Setelah barangnya teronggok di tempat itu, ia keluar gubuk dan menghampiri Nusiron.

            Melihat Samiun menghampiri, ia langsung mengatakan, "ayo jalan."

            Samiun membuntuti Nusiron. Dirinya tidak tahu ke mana arah yang hendak di tuju. Sepertinya tempat yang dituju bukan di balik bukit atau di Kali Keyang dengan demikian ada tempat baru untuk mengubur orang-orang yang hendak dibantai itu. Di mana tempat baru yang akan dijadikan lubang masal, terjawab saat perjalanan dirinya mengarah ke Kuburan Bibis.

            Kuburan Bibis sebagai kuburan yang sangat luas, di tengah areal itu berdiri sebuah pohon besar, pucuknya menjulang, rantingnya bercabang ke mana-mana, dan daunnya tergantung musim, bila musim hujan rimbun pohon itu tapi bila musim kemarau, tak ada daun sehelaipun. Meski menjulang tinggi namun tubuhnya sudah rapuh, usianya sudah lebih dari 100 tahun, tak heran orang sering menyebut pohon itu seperti raksasa tua. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun